tiga

36.1K 3.9K 132
                                    

Sepertinya saya harus kembali mengingatkan kepada kalian semua, kalau sebaiknya kalian membaca dulu cerita saya sampai partnya habis. Kalau suka silakan vote, kalau tidak suka, jangan lanjut dibaca. Gampang kan?😉

Setting waktunya kira-kira satu - dua tahun setelah kisah Sigit.

Enjoy..

-----------------

Oliv melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah Hansen, seakan-akan masuk ke rumahnya sendiri, dan menemukan Hansen di ruang olahraganya, sedang melakukan pull up.

"Anjayyyyy," kata Oliv sambil bersiul, membuat Hansen menoleh kepada asal suara. "Otot lo mantap bener. Bikin ngeces, Han," puji Oliv, yang malah terdengar seperti ledekan.

Hansen menghentikan olahraganya, mengambil handuk, dan mendekati Oliv yang menyodorkan botol minum padanya.

"Muji apa ngeledek?" tanya Hansen sambil mengambil botol dari Oliv, dan meneguknya.

"Muji lah. Lo mencurigai niat baik gue," kata Oliv pura-pura sedih, padahal dia berusaha mengalihkan pandangan dari jakun Hansen yang bergerak naik turun saat minum.

Belum lagi dadanya yang bidang dan perutnya yang six-pack, ditambah v-line yang nyaris tersembunyi celana olahraga-

Oke, mata lo musti stop sampai di sini, batin Oliv menyadarkannya. Jangan mulai liatin sahabat lo dengan mata perempuan lagi.

"Kok lo bisa masuk?" tanya Hansen, dan Oliv langsung mengerucutkan bibirnya.

"Bisalah, Bik Marni kan masih inget sama gue. Tadi pas buka pintu aja gue langsung disapa hangat gitu lho. Nih gue sampe bawa kue sus bikinannya," kata Oliv sambil memperlihatkan tangan kanannya yang memegang kue sus.

"Oh," kata Hansen, lalu tiba-tiba melempar handuk ke wajah Oliv dan mengambil kue sus dari tangannya.

"Heh!! Bau, sial!!"

Oliv memaki-maki sambil melempar balik handuk Hansen yang basah dengan jijik, namun Hansen berkelit menghindar sambil mengunyah kue sus.

"Ngapain lo pagi-pagi ke sini?" tanya Hansen setelah menghabiskan kue di tangannya.

"Gue lagi bete," jawab Oliv, sambil mengikuti Hansen yang berjalan keluar dari ruang olahraga menuju kamarnya di lantai dua.

"Karena?"

"Gue masih dikira belum move on dari Theo. Padahal kan udah. Sebel."

"Oh, emangnya beneran udah?"

"Udah, kampret! Sial! Lo kan udah tahu gue udah move on!"

Hansen tertawa, lalu membuka pintu kamarnya, dan mengambil celana dari lemari. Oliv mengikutinya masuk ke kamar, dan duduk dengan santai di atas ranjang, memperhatikan Hansen.

Dia sudah lama tidak menginjakkan kaki ke kamar Hansen, terutama sejak Hansen pacaran dengan Astrid. Oliv sadar diri, karena dia sendiri tidak akan suka jika ada sahabat perempuan yang seenaknya masuk ke kamar pacarnya.

Tapi sekarang tidak apa-apa, kan mereka sudah putus, batin Oliv cuek.

"Eh, apaan tuh di tangan lo?" tanya Oliv tiba-tiba, baru sadar kalau ada sesuatu berwarna hitam melingkari lengan kiri Hansen, tepat di bawah sikunya.

Hansen berbalik dan mendekati Oliv.

"Ini?" tanya Hansen, sambil menyodorkannya ke depan wajah Oliv, supaya Oliv bisa melihatnya lebih jelas.

Itu tato berbentuk armband, full hitam, namun di bagian siku dalam membentuk sederet angka dan derajat, yang sengaja dikosongkan di antara area hitam itu.

At LastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang