Hansen membukakan pintu ruang studionya, membiarkan Oliv masuk lebih dulu sebelum menutup pintu.
Oliv masuk dengan penuh antisipasi dan mata berbinar. Matanya sibuk berkelana ke sekeliling studio, berusaha meraup apapun yang bisa dia lihat di dalam sana.
Studio itu kecil, berukuran 3 x 5 meter persegi, dengan dinding yang dilapisi bahan kedap suara berwarna abu gelap. Sebuah meja panjang memenuhi salah satu dinding, dan di atasnya terdapat berbagai barang elektronik seperti monitor, komputer, dan alat-alat yang biasanya ada di studio rekaman yang Oliv tidak tahu namanya.
Ada sebuah rak kayu yang tidak terlalu besar, di dekat pintu masuk, dengan guitar stand di sampingnya. Namun rak itu yang menarik perhatian Oliv seluruhnya.
Nyaris tidak ada barang pribadi di rak empat susun itu, hanya beberapa buku musik, pajangan dan boneka kecil yang Oliv tahu adalah hadiah dari fans. Namun, di bagian paling atas terdapat tiga foto yang disusun berjajar. Yang pertama adalah foto Hansen bersama Sigit, Theo, dan Oliv, saat mereka bertemu lagi di Skye beberapa hari setelah Oliv kembali ke Indonesia. Oliv tanpa sadar tersenyum.
Ternyata dia nggak post di sosmed, malah dicetak dan ditaruh di studionya, batin Oliv.
Foto kedua adalah foto Hansen saat manggung pertama kali, yang diambil oleh fansite setianya Hansen. Versi besarnya dipajang Hansen di ruang kecil di rumahnya, ruang khusus untuk menyimpan semua surat dan hadiah dari para fans sejak dia masih ikut kompetisi nyanyi sampai sekarang.
Harus Oliv akui, Hansen adalah bucin sejati. Sama pacar bucin, sama teman bucin - tentu saja semua bisa melihat betapa bucinnya Hansen pada Sigit - sama fans juga bucin. Oliv juga menyimpan hadiah dari fans, tapi tidak sampai punya ruangan khusus seperti Hansen. Bahkan beberapa lagu cinta yang dia bawakan, khusus diciptakan untuk Han-some, nama fandom Hansen.
Foto ketigalah yang membuat Oliv mengernyit.
Hansen memajang fotonya bersama Oliv dan Nico saat pembacaan skenario. Foto yang Oliv minta dari Rendy, fotografer mereka, tapi ditolak mentah-mentah. Malah Hansen yang punya?
"Kok lo ada foto ini sih? Lo nyogok Rendy pakai apa kok bisa dikasih?" tanya Oliv penasaran.
"Pakai cinta dan kasih sayang," jawab Hansen asal, yang direspons Oliv dengan makian panjang.
"Serius gue. Kok lo bisa dikasih?" tanya Oliv lagi, dan Hansen, sembari menyetel gitar, menjawab, "ya, soalnya gue yang minta, bukan lo."
"Seriusan, sial," omel Oliv, dan Hansen tertawa geli.
"Gue cuma bilang mau cetak buat kenang-kenangan, jadinya dikasih. Yang penting nggak boleh upload."
"Oh... Mau dong fotonya."
"Minta sendiri gih."
"Pelit!!"
Oliv menggerutu pelan, sementara Hansen tergelak. Jemari Hansen memetik gitar dengan asal, namun berhasil membuat perhatian Oliv teralihkan.
"Eyes on me, dong."
Hansen kembali tergelak.
"Lo ya, dari dulu Eyes on Me mulu. Nggak bosan? Gue yang main aja bosan lho."
"Nggak. Ya habis gimana dong, cinta pertama itu susah dilupakan."
"Squal maksud lo?"
"Iya lah. Siapa lagi? Udah, main buruan, Hans. Sekalian nyanyi juga."
"Anjir, dikasih hati minta jantung."
"Apa gunanya lo jadi penyanyi kalau nggak dimanfaatkan, ya kan? Nyanyi juga ya. Atau lo lebih pilih gue yang nyanyi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
At Last
RomanceIni hanya kisah sederhana, antara dua sahabat sejak kecil yang menyimpan rasa yang sama di waktu yang berbeda Warning 18++ Start : 13 ag'19