Oliv memasang wajah tersenyum saat diperkenalkan dengan semua kru dan sesama aktor yang ikut serta dalam film ini. Lalu mereka duduk bersama membentuk lingkaran besar, sementara asisten sutradara menjelaskan jadwal yang akan mereka jalani selama beberapa bulan mendatang.
Dua hari pembacaan skenario, satu hari untuk workshop, syuting di Jakarta selama empat hari, lalu Bandung, Cirebon, Sukabumi, lalu penutupnya di Bekasi. Total waktu yang digunakan kurang lebih dua puluh hari.
"Ini benar-benar nyaris sesuai dengan urutan ceritanya," gumam Oliv pelan, cukup terkejut dengan urutan syuting mereka.
"Yah, klimaksnya memang sengaja terakhir. Mungkin mereka perlu wajah lelah kita kelihatan real di sana," bisik Nico yang duduk di sebelah kiri Oliv.
"Betul juga, masuk akal sih," bisik Oliv menanggapi.
Asisten sutradara menutup meeting hari itu setelah mengingatkan mereka untuk datang dua hari lagi.
Oliv memasukkan naskah skenario yang sudah dia dapatkan untuk dipelajari di rumah, lalu mengikuti arus manusia yang keluar dari ruang meeting.
Namun, baru saja dia tiba di depan lift, tangan Hansen menahannya.
"Liv."
"Ya?"
Oliv menatap Hansen, yang tampak baru menyadari apa yang dia lakukan, dan suasana mendadak canggung.
"Lo... Buru-buru pulang?"
"Nggak. Gue mau ke rumah Flo dan Theo."
"Mau bareng?"
"Gue nyetir kok, hari ini."
Mereka masuk ke dalam lift, yang kemudian bergerak turun menuju parkiran.
"Oh.. Lo udah makan? Have lunch bareng yuk."
"Gue ada janji makan siang sama Ronald."
Raut wajah Hansen mendadak berubah.
"Ronald... Ronald Detama?"
"Yup."
"Sejak kapan lo dekat sama dia?"
"Sejak... Beberapa minggu yang lalu, perhaps. Lupa juga. Ya udah, gue jalan dulu ya. Bye, Hans," ucap Oliv begitu pintu lift terbuka, dan dia berjalan menuju mobilnya yang terparkir.
"Wait."
Hansen kembali menahan tangan Oliv, matanya menatap Oliv tajam.
"Jangan sampai lo jatuh hati sama dia, Liv."
"Kenapa lo harus melarang gue?
"Karena gue care sama lo. Lo sahabat gue, gue nggak mau lo sakit hati karena dipermainkan sama dia-"
"Oh.. Jadi sekarang lo care sama gue karena gue dekat dengan Ronald, sementara dulu, saat gue patah hati sama Theo, lo di mana?? Ada gitu lo care sama gue?? Oh, gue lupa. Saat itu lo punya Astrid. Lalu sekarang lo nggak punya bahan bucinan lagi, jadi lo ngerecokin gue?? You said I'm your bestfriend, right?? Then stay where you are! Don't cross the line, Hans!"
Rahang Hansen mengeras, menatap balik Oliv yang menatapnya dengan kesal.
"Jadi sekarang lo lebih memilih orang lain dibanding gue, Liv? Lo marah pada gue karena gue care sama lo, padahal gue sahabat lo?"
"IYA!" seru Oliv lantang. "Buat apa gue peduli pendapat lo dan kepedulian lo yang telat itu, kalau selama ini lo juga nggak pernah peduli sama pendapat gue?? Terlalu cepat sepuluh tahun, Ferguso!! Sepuluh tahun lagi, gue baru akan dengar pendapat lo! Sekarang lepasin gue!"
KAMU SEDANG MEMBACA
At Last
RomanceIni hanya kisah sederhana, antara dua sahabat sejak kecil yang menyimpan rasa yang sama di waktu yang berbeda Warning 18++ Start : 13 ag'19