sembilan

28.9K 3K 75
                                    

Cerita ini termasuk salah satu yang sering flashback ya. Bagian yang aku italic semua, itu artinya flashback. Bisa ke saat mereka masih kecil, bisa saja ke saat mereka sudah sama2 terjun ke dunia entertainment.

Mudah2an suka.

Enjoy...

------

Mereka bertiga duduk mengelompok di salah satu pojok ruangan.

Nicholas dengan wajah penuh senyumnya membuka pembicaraan diantara mereka.

"Gue Nicholas, panggil aja Nico."

"Gue Olivia, panggil aja Oliv."

"Gue Hansen."

"Gue nggak nyangka bisa ketemu kalian berdua. Gue fans berat lo, anyway," kata Nico pada Hansen, dan Hansen tersenyum canggung.

"Err, thanks. Gue juga, err, admire lo sejak nonton lo main di film Pintu Kedua. Lo emang bukan pemeran utama, tapi akting lo luar biasa."

"Tunggu," sela Oliv sambil menoleh pada Nico, "lo yang jadi Fajar, adiknya Surya, yang keterbelakangan mental itu? Yang akhirnya kerasukan terus bunuh-bunuhin- oh my God, beda banget! Gila, gue juga langsung ngefans sama lo. Keren banget mainnya. Itu film lo yang ke-berapa?"

Nico tersenyum tipis, tersipu dengan pujian Oliv dan Hansen, "itu film pertama gue, sebenarnya."

"Anjir, gila lo keren banget sumpah."

"Thanks, Oliv. Lo juga keren. Model, tapi multitalented. Apa aja bisa."

"Ah, nggak," sanggah Oliv. "Gue sekarang malah minder, se-tim sama lo, dan Hansen."

"Minder apanya, Liv. Lo jelas-jelas berbakat akting. Hanya saja emang passion lo bukan di akting. Kalau nggak bener-bener suka, nggak bakalan lo lakonin."

"Ih, apaan sih," ucap Oliv sambil menyikut Hansen, yang terkekeh geli.

"Malu, Liv?"

"Monyong."

Nico memperhatikan interaksi kedua orang di depannya ini, yang awalnya tampak canggung, namun tiba-tiba saja tampak dekat itu.

"Kalian berdua dekat?"

"Lumayan," jawab Oliv.

"Begitulah."

"Jangan-jangan, kalian janjian casting film ini?"

"Nggak!" sanggah Oliv cepat. "Gue nggak tahu sama sekali kalau dia ikutan casting."

"Gue juga nggak tahu. Bukannya lo bilang mau libur dulu?"

"Bosen libur melulu," jawab Oliv sekenanya, sementara dalam hatinya merutuk.

Maksud hati nyari kerjaan buat menghindari mikirin makhluk ini, ujung-ujungnya ketemu dia lagi. Gimana bisa berhenti kepikiran coba.

"Wah, kalau gitu enak dong, buat bangun chemistry-nya. Udah kenal, lebih enak," ucap Nico, namun Oliv dan Hansen sama-sama menggeleng cepat.

"Justru karena udah kenal, lebih susah," kata Oliv.

"Ya. Udah terbiasa jadi sahabat, mau melakoni kekasih, butuh usaha lebih dibanding seharusnya."

Nico manggut-manggut.

"Eh, kita ngobrol-ngobrol bentar nggak apa-apa kan? Biar enak nanti tes kameranya, biar nggak canggung lagi," tanya Oliv, dan Nico mengangguk setuju.

"Hafalin naskah mah gampang lah ya, bangun chemistry yang susah."

Hansen ikut mengangguk setuju.

At LastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang