#1 Perihal Trauma

109 23 6
                                    

'Dunia ini sangat riuh, lalu lalang orang meramaikan denyut nadi bumi. Namun, masih terlampau berisik isi kepala ini'

-Lissy Allea-

Pada kenyataannya, dunia berjalan dengan cepat. Namun, bagi sebagian manusia yang memiliki ruang sepi dalam hidupnya merasakan bahwa dunia ini bergulir sangat lambat. Terasa lama dilalui, Kosong. Tiada interaksi, sunyi. Inilah yang dirasakan oleh Lissy Allea, manusia yang pendiam. Diam adalah emas baginya. Lissy terlalu takut jika membuka mulut akan menyakiti orang lain atau bahkan dirinya sendiri. Lissy hidup dengan keluarganya di rumah warisan neneknya. Lissy bukan dari keluarga yang berada, hidupnya terlampau sederhana.

Tidak terasa, telah sampai Lissy di penghujung kelas dua belas. Melalui dunia putih abu-abu yang cukup menguras energinya. Terlebih, di detik akhir yang krusial ini membuatnya berat untuk melangkah menyelesaikan apa yang seharusnya diselesaikan. Hari ini Lissy berangkat ke sekolah seperti biasanya. Di SMA Negeri 1 Kota Lama, Lissy menghabiskan seluruh waktunya untuk bertumbuh, meski tak selalu baik. Lissy hanya memiliki satu teman. Bukan teman dekat apalagi sahabat. Lissy terlalu takut dengan kata sahabat yang pernah membuat lukisan buruk di memori otaknya. Dia adalah Fasya, satu-satunya teman Lissy. Gadis berambut panjang dan berkacamata itu memanggil Lissy dari kejauhan untuk segera bergabung dalam barisan upacara bendera hari ini dengan suaranya yang lantang. Hari ini juga ada pengumuman nilai ujian akhir. Lissy sangat takut melihat nilainya nanti.

"Gue ga sabar deh, bentar lagi lulus!" celetuk Fasya.

Lissy hanya tersenyum menanggapi. Lissy tahu, mungkin nilainya nanti tidak akan lebih tinggi dari Fasya.

"Gue yakin, nilai lo pasti lebih baik, kok. Kan, lo udah belajar," singgung Fasya mengerti raut wajah Lissy yang seakan risau dengan apa yang sedang dibahasnya.

"Iya," jawab Lissy singkat.

•••

Semua orang di kelas tampak memasang wajah sumringah, ada juga beberapa yang terlihat lemas karena baru saja mengetahui hasil dari ujian akhir. Lissy mengembuskan nafasnya berat, kerongkongannya terasa tercekat melihat nilai-nilai ujian akhir miliknya. Lissy sudah memprediksi jika ini tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya. Lissy meremas kertas itu hingga membentuk bola dan memasukkannya ke dalam tas. Untung saja Fasya sedang tidak di dekatnya ketika meremas kertas itu.

"Lis, gimana nilai? Aman?" tanya Fasya penasaran.

"Aman,"

"Besok pengumuman siswa elligible, semoga kita berdua bisa masuk di 40 persen siswa peringkat teratas ya, Lis?" Fasya tampak sangat antusias menyambut detik menuju kelulusan.

"Iya, semoga ya, Sya" balas Lissy singkat.

'Nilai gue semester ini turun drastis, apa bisa gue termasuk dalam siswa elligible?' batin Lissy.

Di saat perbincangan itu, Elgard tiba-tiba muncul dari pintu masuk kelas menuju ke arah bangku Lissy dan Fasya.

"Lis! Boleh ngobrol diluar sebentar ga?" tanya Elgard, gesturnya terlihat seperti terburu-buru.

"Ngobrol disini aja kali, ngapain harus keluar?" sela Fasya.

Elgard tidak memperdulikan ucapan Fasya, ia lebih memilih keluar dengan menarik paksa tangan Lissy.

The Second Breath [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang