#7 Hilang Arah

33 9 2
                                    

Kehilangan diri sendiri ternyata menjadi bagian paling menyakitkan, bersamaan dengan hidup yang berjalan tanpa tahu tujuan,

-Lissy Allea-

Hujan deras mengguyur seluruh kota dengan merata. Lissy baru saja pulang, tentu saja dengan keadaan yang basah kuyup. Lissy tak menyangka, alam cepat sekali berubah. Tadi, selama Lissy berkendara langit tampak penuh dengan bintang. Sesaat akan ada niatan ingin pulang, hujan datang menerjang. Lissy sengaja tidak meneduh seperti biasanya, karena hari cukup larut. Lissy membersihkan diri menuju ke kamar mandi dengan langkah kaki mengendap-endap agar kepulangannya yang basah kuyup tak diketahui orang tuanya.

Setelah membersihkan diri, Lissy masuk ke kamar. Lissy menatap kamarnya dengan helaan napas yang panjang. Lissy sama sekali tidak memiliki waktu yang cukup untuk sekedar membersihkan kamarnya. Jadi, Lissy akan tetap tidur meski dengan kondisi kamar yang terbilang sangat berantakan. Rasa sakit menjalari seluruh tubuh Lissy dan pikiran yang kacau karena masalah di restoran juga menjadi alasannya untuk mengurungkan niat bersih-bersih kamar malam ini. Lissy mematikan lampu di kamarnya dan membiarkannya gelap gulita. Ia meringkuk di balik selimut sembari kedinginan karena hawa hujan yang masuk dari celah-celah lubang angin kamarnya.

•••

Ketika tengah malam, tubuh Lissy menggigil kedinginan. Kali ini Lissy merasakan dingin yang teramat sangat. Namun, suhu tubuhnya meninggi. Kepala Lissy terasa sangat berat untuk sekedar duduk mencari obat di laci nakas samping tempat tidurnya. Lissy lupa, ia belum memakan apa pun sejak pulang dari berkeliling kota.

Duh, semoga nggak apa-apa, deh, minum obat tanpa makan dulu, batin Lissy.

Namun, sebelum obat itu diminumnya, Lissy telah lebih dahulu tak sadarkan diri. Tubuhnya limbung dan jatuh ke bawah.

Jam dinding menunjukkan pukul sepuluh lewat lima belas menit. Akan tetapi, Lissy tak kunjung bangun. Hingga, kedua orang tua Lissy harus membuka pintu dengan kunci cadangan untuk mengetahui apa yang terjadi dengan Lissy.

"Heh! Bangun! Jam berapa ini?! Nggak kerja kamu?!" ucap ibu sembari menggoyang-goyangkan tubuh Lissy.

"Engh-" Mata Lissy mengerjap beberapa kali mendengar suara yang tak asing di telinganya.

"Bangun!" teriak ayah, teriakan ayah membuat Lissy terkejut dan segera bangun.

"Aku nggak enak badan, Yah, Bu. Aku kecapean. Aku izin nggak ngajar hari ini," jelas Lissy dengan suaranya yang parau khas orang bangun tidur.

"Sakit gitu doang aja udah manja nggak kerja segala!" cibir ayah.

"Kamarmu ini bersihkan! Muak liatnya! Anak cewek, kok, nggak bisa jaga kebersihan!" kata ibu sembari menghela napas melihat ke sekeliling kamar Lissy yang kenyataannya memang berantakan.

Lissy menundukkan kepala, hatinya terasa berat. "Maaf, Bu. Aku nggak bisa beresin sekarang, aku lemes, capek."

"Lagi pula, kamu itu capek ngapain sih, Lis! Cuma ngajar les doang, kan? Terus, ini lagi, ... kamar kayak kandang sapi! Ngapain aja kamu sepulang ngajar? Dasar pemalas!" ujar ayah, suaranya terdengar meningkat frustasi. Kemudian, ayah dan ibu Lissy pergi dari hadapan Lissy sembari menutup pintu dengan keras.

Lissy hanya bisa menundukkan kepala, luka hatinya semakin dalam dengan setiap kata yang dilontarkan oleh kedua orang tuanya kepada dirinya. Terlebih, saat ini Lissy sedang dalam keadaan sakit. Akan tetapi, ia justru mendapatkan perlakuan dan kata-kata yang tak seharusnya ia dapatkan.

The Second Breath [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang