Bab 27: Pacar sejati
Aku suka Sung. aku benar-benar menyukainya.
Walaupun aku tidak bisa mengatakan dengan pasti kapan perasaan ini dimulai, tapi itu sudah cukup menyiksaku dengan kebingungan yang menumpuk di hatiku selama ini. Itu karena aku selalu memiliki Sung di sisiku karena kehidupan cintaku di masa lalu tidak terlalu beruntung. Jarang sekali kita putus dengan seseorang lalu kembali menjalin hubungan baik namun bukan sebagai kekasih lagi. Jadi hal-hal di antara kami membuatku sangat ketakutan.
Hari dimana orang lain mengakui perasaannya adalah hari yang paling aku sesali karena aku tahu aku tidak bisa memandangnya dengan cara yang sama lagi. aku tidak tahu bagaimana harus bertindak. aku khawatir dengan hubungan kami karena aku selalu menganggap Sung sebagai teman dekat. Saat itu, aku cukup yakin bahwa persahabatan dekat kami telah berakhir.
aku melakukan segalanya untuk menyelamatkan hubungan kami. aku mengambil langkah mundur untuk memberi orang lain ruang untuk melupakan aku , tetapi selama waktu terpisah itu, aku tidak dapat fokus pada apa pun. Meskipun aku berusaha meyakinkan diriku sendiri bahwa perasaanku hanya karena kami tidak pernah berpisah, semuanya menjadi jelas ketika toko itu bermasalah dan aku harus kembali. Di tengah kekacauan itu, semakin banyak waktu yang aku habiskan bersama Sung, aku semakin takut kalau hubungan kami sebagai sahabat akan hilang. Tapi semakin aku mencoba menjauhkan diri, semakin aku menginginkannya. Semakin aku berusaha melupakannya, semakin aku patah hati.
Hari dimana Sung mencoba membantu memperbaiki masalah di toko, padahal dia seorang arsitek dan toko tersebut, itu bukanlah sesuatu yang dia kuasai. Hari dimana dia dengan rajin mengumpulkan data toko saingan kami untukku. Pada hari aku sakit dan dia diam-diam merawatku dari jauh. Hari dimana dia terus menunjukkan kepeduliannya padaku.
Jelas terlihat bahwa Sung telah melakukan banyak hal untukku sepanjang hari-hari kami bersama. Hari-hari ketika kami dekat dan saat-saat ketika kami berjauhan, berkali-kali, membuatku sadar bahwa meskipun berada di dekatnya membuatku tidak nyaman, aku masih lebih bahagia dari sebelumnya. Semua perasaan ini telah terakumulasi, menetap, dan menjadi jelas pada hari ketika Sung menemukan orang lain untuk bersamanya. Sangat menyakitkan sehingga aku tidak bisa lagi membohongi diri sendiri.
Pada hari Sung berjalan ke arahku, aku berbalik dan pergi. Hari ini, saat aku ingin berjalan kembali menemuinya, Sung sudah mengubah jalannya, bersama dengan partner barunya. Segalanya hari ini menyadarkanku bahwa pada akhirnya semua jalan berujung pada kehilangan, baik kehilangan Sung sebagai sahabat maupun kehilangan dia karena orang lain.
"..." Kami masih terdiam setelah aku menceritakan perasaanku pada temanku itu.
Hari ini, aku memahami perasaan tercekik namun tak berdaya yang pasti dirasakan Sung.
"... Apakah kamu mabuk?" Suaranya melembut saat dia memecah kesunyian dan bertanya padaku.
"..." Aku hanya bisa terdiam, menggunakan telapak tanganku yang terbakar untuk mengusap wajahku agar sadar kembali. Sejujurnya aku dapat mengatakan bahwa aku tahu persis apa yang aku lakukan dan apa yang aku rasakan. Hanya saja alkohol, bersama dengan tekanannya, telah memberiku keberanian untuk akhirnya mengutarakan pendapatku.
Perasaan tak terucapkan yang datang terlambat...
“Kalau begitu, aku anggap saja kamu tidak mabuk, kamu berbicara dari hatimu.”
"... aku minta maaf."
"..."
"Itu aku terlambat menyadarinya." Aku memejamkan mata dan mengucapkan kata-kata itu tanpa malu-malu.
"...Apa yang kamu katakan saat ini?"
"Aku takut kehilangan persahabatanmu. Tapi aku baru sadar kalau aku lebih takut kehilanganmu karena orang lain."