43. Let's end this.

1.6K 122 39
                                    

Hening menguasai suasana malam ini. Helia terus berdiri di depan jendela kamarnya, sesekali pandangannya menatap resah pada jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 01.00 dini hari.

"Kenapa belum pulang, ya?" gumamnya resah, Helia mengigit bibir bawahnya. Pandangannya terus tertuju pada halaman depan.

Tidak biasanya Zion pulang selarut ini. Dan jikapun pulang terlambat, pria itu pasti akan memberinya kabar. Tau kan, Zion itu orangnya tidak bisa membiarkan Helia. Hal sekecil apapun, pasti ia akan melibatkan Helia.

Meski Helia sempat membenci calon suaminya itu. Nyatanya sekarang dia mencarinya, menginginkannya, dan juga menunggu kepulangannya. Dan perlahan, Helia juga sudah memutuskan untuk mencintainya.

Namun orang yang di tunggu, sudah tiga jam berlalu tak kunjung terlihat batang hidungnya. Sampai akhirnya ia menyerah untuk menunggu, dan berjalan lesu ke ranjang, hendak tidur.

Saat tengah merapikan bantal. Cahaya mobil dari halaman depan terlihat. Helia tak bisa menahan langkahnya untuk memastikan. Wanita itu kembali berdiri di depan jendela, dan benar saja, Zion akhirnya pulang.

Helia beralih ke depan pintu kamarnya. Ia tak membuka pintu kamar itu dan menyambut kedatangan calon suaminya, tapi ia memilih untuk menguping derap langkah kaki Zion yang tengah menaiki tangga dari daun pintu.

Pikirnya, seperti biasa, kalau Zion pulang pasti menghampirinya, namun kali ini tidak demikian. Pria itu melewati kamarnya.

"Kenapa? Tumben nggak masuk kamar aku?" gumam Helia. "Lelah?"

Helia menggeleng cepat, sekitar dua hari yang lalu Zion juga pulangnya larut malam, namun pria itu masih menyempatkan waktu untuk masuk kamarnya, untuk memastikan apakah calon istrinya itu sudah tidur atau belum.

Tapi sekarang, kenapa? Hanya satu pertanyaan itu yang terus terlintas di pikirannya.

Perasaan Helia semakin resah, saat mengingat perkataan Hera, yang mengatakan padanya kalau Zion sudah melihat tubuhnya. Helia jadi khawatir kalau Zion berubah karena Hera. Kalau itu terjadi... sungguh, Helia tidak tau lagi apa yang harus ia lakukan.

Cukup lama bimbang, pada akhirnya Helia memutuskan untuk menemuinya. Helia merasa hari Zion sedang buruk malam ini, sehingga ia mau melihatnya untuk menjadi penawar hari buruk calon suaminya itu.

Pintu kamar Zion terbuka sedikit. Ia membukanya perlahan, namun baru satu langkah masuk, bau alkohol dan rokok langsung menguar, tercium sengak di hidungnya.

Zion Gelvara terlihat duduk di sofa. Kedua tangannya di rentangkan nyaris memenuhi sofa yang berkapasitas dua orang. Satu kakinya menyilang membentuk segitiga yang bertumpu di atas satu kakinya yang lain. Zion, menatap kosong pada TV besar yang mati di depannya.

"Kak Zi..." Helia memanggilnya lirih.

"Keluar Helia, di sini bau rokok," ucap pria itu, seraya menghisap rokok yang di apit di antara kedua jarinya, lalu menghembuskannya kasar.

Helia tak menurut. Ia melangkah semakin dekat, kemudian duduk di sampingnya. "Ada apa? Tidak biasanya kamu seperti ini?" tanya Helia, menunjukkan perhatiannya.

Zion tak menjawab. Meski ia marah, bahkan pikirannya kalut, tetap saja ia masih memikirkan Helia. Buktinya ia langsung mematikan rokoknya, dan mengibas-ngibaskan asap rokok yang melayang-layang di sekitar wanitanya itu.

"Asap rokok tidak baik untuk perempuan hamil. Kamu keluar sekarang," perintah Zion dengan suara rendahnya.

"Terhirup sedikit tidak masalah," Helia menyahut tenang.

Zion tak suka mendengarnya. Terus terang saja, setelah ia mendapati fakta tentang Helia dan keluarganya, Nakapara. Tapi ia masih menaruh perhatian pada Helia. Sungguh, membenci Helia bukanlah keinginannya. Tak ada dalam kamus otaknya.

ZION'S INFERNOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang