Zion meraup wajahnya kasar. Helia sudah bergeser agak menjauh darinya, tentu saja membelakanginya.
Tidak ada cuddle seperti malam sebelumnya, padahal Helia sudah menyambut hangat dirinya dalam selimut yang sama, tapi... Parfum Karin yang menempel di kemejanya sudah merusak rencananya.
"Hel..." panggil Zion, tangannya terulur mengusap pundak Helia, namun wanita itu semakin bergeser menjauh menghindarinya.
"Aku nggak selingkuh, sumpah. Tadi Karin mabuk, terus minta di anterin ke hotel__"
"Terus kamu tidur sama dia?!" sergah Helia cepat.
Zion makin kelimpungan. "Nggak, aku cuma anterin aja__"
"Terus kalo cuma anterin kenapa bau parfumnya nempel di kemejamu?! Nggak mungkin kalian nggak ngapa-ngapain!" tuduh Helia, seraya beralih duduk di pinggir ranjang.
Begitu juga dengan Zion, ia ikutan duduk. Tangan besarnya tergerak untuk mengusap punggung Helia kedua kalinya, meski setelahnya Helia menghindar, seakan risih di sentuhnya.
Percayalah, ketakutan Helia pada kupu-kupu seketika menghilang, bergantikan kemarahannya pada Zion yang semakin membludak, ingin di ledakkan.
Zion meraih jemari Helia, ia menatap Helia dalam untuk meyakinkan. "Hel, sumpah. Aku nggak selingkuh, nggak tidur sama siapapun. Karin itu cuma partner__"
"Partner tidur?" sergahnya. "Kenapa nggak nikah sama Karin aja?!" ia menghempaskan tangan Zion, lalu turun dari ranjang dan berjalan ke sofa, memilih tidur disana.
"Partner kerja, sayang. Sumpah aku nggak pernah tidur sama Karin usai kita bertunangan, sama sekali enggak." Seru Zion meyakinkan.
"Berarti sebelumnya pernah tidur sama dia?!"
Zion diam. Tak bisa menjawab. Dan apa yang di katakan Helia adalah benar, saat dirinya menjalin hubungan sama Viria, dirinya terkadang suka terpancing godaan Karin. Tentu saja, ia tak mau menganggurkan mangsa yang di hidangkan sukarela di depannya.
"Bener kan?!" seru Helia, ia menyembulkan kepalanya ke atas sofa. "Ya udah nikah sama Karin aja sana! Batalin pernikahan kita!"
Zion kontan langsung menolak. "Nggak mau! Aku maunya nikah sama kamu!" ia mengambil bantal lalu di bawa bantal itu ke dekat sofa, ia memilih tidur di lantai, sementara Helia ada di atas sofa.
"Aku yang nggak mau sama kamu, Kak Zi!" kekeh Helia.
"Terus kalo kita nggak nikah, anak kita gimana?" Zion masih menanggapi. Lagian ia tak peduli meski Helia mau dengannya atau tidak, yang penting Helia adalah miliknya.
"Aku yang rawat sendiri!"
"Kamu nggak akan bisa! Dia juga perlu sosok ayah!" seru Zion apa adanya.
Lagian menurutnya, tidak seorang perempuan yang mau hamil sendirian tanpa sosok lelaki yang mendampinginya. Setidaknya dengan ia mengatakan itu, Helia akan mempertimbangkan untuk bertahan dengannya.
"Bener, kan?" batin Zion, ingin tersenyum karena merasa menang dalam perang argumen ini. Tapi apa respon Helia? Wanita itu sangat di luar dugaan.
"Hah? Aku nggak salah dengar?" Helia merubah posisinya menjadi duduk, ia menatap ke arah Zion yang tidur di lantai, tampak kedua tangan Zion sudah di silangkan di belakang punggung kepalanya.
"Kamu nggak bisa ngerawat bayi itu sendirian Helia. Jadi jangan seolah nggak butuh aku. Aku yakin kamu membutuhkanku untuk ikut andil merawat anak kita." Ralat Zion.
Helia tersenyum tipis, ia menatap remeh pada Zion. "Aku? Menurutmu, aku nggak bisa rawat bayi ini sendirian?"
"Mm, hm." Balas Zion santai.

KAMU SEDANG MEMBACA
ZION'S INFERNO
Romansa[DARK ROMANCE STORY] Zion pernah bertemu dengan gadis kecil, namanya Helia. Ia bertemu Helia saat acara pertunangannya berlangsung. Ia mengingat sosok gadis kecil itu, hingga waktu mempertemukan mereka kembali, namun gadis itu bukan lagi pelayan mel...