5

1.8K 303 175
                                    

"Ouuhhhhhh!"

Adel menghempaskan tubuhnya di samping seorang gadis bernama Dey yang baru saja Ara kenalkan padanya itu. Adel mengatur nafasnya yang sangat terengah-engah kemudian tersenyum pada gadis itu. "Makasih yaa." Adel mencium bibirnya sebelum memandang ke langit-langit kamar. Adel tenggelam dalam lamunannya, ia jadi ingat kalimat Azizi tadi siang, benar apa yang Azizi katakan, Marsha tidak pantas untuknya.

"Kamu nikmatin aku gak sih?" Pertanyaan aneh itu keluar dari bibir Dey begitu saja. "Kamu banyak ngelamun tau."

"Hah?" Adel cukup terkejut, ia langsung menatap Dey dan menarik paksa tangan Dey agar semakin mendekat kepadanya. "Kamu cantik dan sangat seksi, aku gak mungkin gak nikmatin kamu." Adel mencium leher Dey, matanya terpejam, ia memberikan tanda sebagai kenang-kenangan di sana.

Tidak butuh waktu lama, libidonya kembali terpancing, Adel naik begitu saja ke atas tubuh Dey. Dari pada ia sedih memikirkan ucapan Azizi, ia lebih baik menikmati gadis mahal dalam pelukannya sekarang.

"Besok kamu kerja kan? Yakin mau begadang?" Dey menghentikan gerak bibir Adel yang hendak meraup bibirnya. "Mana minum lagi tadi. Lagi stres ya?"

"Gak stres karna ada kamu." Adel meraih dagu Dey untuk mencium bibirnya. Hisapan bibir Dey di bibirnya benar-benar membuat Adel semakin menggila. Dalam sekejap, Adel lupa masalah percintaannya.

Keesokan harinya, Adel harus rela dimarahi habis-habisan oleh Indah karena sangat terlambat, bagaimana tidak? Adel masuk kerja jam sepuluh, sementara seharusnya Adel menghadiri meeting penting yang akhirnya diwakili oleh Oniel tadi.

Adel sebenarnya sudah tidak tahan bekerja, ia tidak suka diperintah, tetapi mau bagaimana lagi? Ini satu satunya cara agar bisa dekat dengan Marsha.

"Maaf ya, lo tau kan Indah kalo marah kaya gimana tapi abis itu dia akan biasa lagi kok." Oniel tau apa yang sedari tadi Adel pikirkan. "Lagian lo tumben setelat itu, dari mana aja?"

"Biasa." Adel meneguk kopi dinginnya seraya melirik ke arah arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Masih ada waktu setengah jam untuk istirahat, baguslah, ia memang tidak ingin cepat-cepat bekerja.

"Gak mau cari cewek aja, Del? Hampir tiap Minggu loh lo tidur sama cewek yang beda, ya gapapa sih cuma sayang duitnya, cewek lo kan magal-mahal." Oniel sedikit takut salah bicara karena mau sedekat apapun ia dengan Adel, hal seperti ini sensitif.

"Gak usah didengerin." Ara tiba-tiba saja datang, menarik kursi dan duduk begitu saja. "Ada lagi nih."

"Ah tar dulu." Adel mendorong ponsel yang Ara sodorkan kepadanya. "Gue lagi pusing gara-gara dimarahin sama kak Indah, galak banget tu orang." Benar dugaan Oniel, Adel masih kepikiran tentang hal itu.

"Emang kenape bini lu marah-marah? Dah lama gak dikasih jatah?" Dengan sopannya, Ara merebut kopi milik Oniel dan menikmatinya tanpa izin. Ara langsung meringis. "Pait anying kek idup Adel."

"Dia telat dua jam terus skip meeting projek gede, ditolol-tololin Indah tadi." Oniel merebut kembali kopi itu karena ia tau Ara tidak akan cocok dengan rasanya.

"Ye pantes aja, emang goblok Adel." Ara kini merebut kopi milik Adel, kali ini ia lebih cocok dengan rasanya karena sedikit manis. "Indah kaya Chika nying ngomel mulu, duit dikasih, rumah dikasih, mobil dikasih, kenikmatan dikasih, masih aja ngomel, heran. Nih ya gue lagi kabur diomelin cuma karna gue ngobrol sama Fiony anying. Tadi betulan gue liat monyet lagi duduk berdua doang, makanya gue di mari." Ara mengakhiri ceritanya dengan senyum lebar.

"Hah emang iya? Lo biayain Chika sampe segitunya?" Adel malah tertarik pada kalimat Ara yang lain. "Kok lo keliatan kaya orang miskin?"

"Emang miskin, yang ada kebalik, Chika yang biayain dia, gak usah boong lu kambing." Oniel memukul bahu Ara cukup keras.

AKARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang