"Sorry ya telat, tadi tiba-tiba harus nyamperin klien, Bu Viny lagi ngaco." Ashel duduk di kursi cafe, ia baru menyadari di sini ada Marsha dan Adel juga. Bukannya Ara mengatakan hanya akan bermain berempat saja? Ara memang tidak bisa jika tidak membuat masalah.
Ashel tersenyum lebar pada Adel, "Hallo Adel," sapanya sangat riang, pandangannya kini tertuju pada Marsha. "Hallo mbak Amerika." Suara Ashel berubah jadi sangat dingin.
"Can you stop it calling me-"
"-Udah ah." Adel memotong kalimat Marsha kemudian membalas senyuman Ashel. "Hallo Acel."
"Akrab banget udah manggil Acel segala." Bensin pertama sudah Ara siram. Ara bisa melihat perubahan ekspresi Azizi yang tampak sangat kesal, sebenarnya ia tau menyatukan mereka akan menciptakan keributan kecil, tetapi entah kenapa semuanya sangat menyenangkan. Menurutnya mereka adalah empat orang bodoh yang tidak bisa menentukan cintanya.
"Akrab dong." Adel menerima semburan bensin itu. "Eh Oniel gak diajak?"
"Yaelah dia mana mau nongkrong lagi sik? Dia gak bisa ke mana-mana selain sembunyi di ketek janda." Jawaban Ara mengundang tarikan cukup keras di telinganya. "Becanda, By." Ara mengusap telinganya.
"Gak baik tau becanda bawa-bawa janda, gimana kalo nasib aku sama kaya kak Indah dan nasib kamu sama kaya Oniel? Kamu tuh kalo ngomong gak dipikirin dulu tau gak, gimana kalo mereka denger? Kan nanti mereka tersinggung." Chika mendelik tajam pada kekasihnya itu.
"Gak akan ada yang denger kali, kecuali dua kecoa ini ngadu." Ara menunjuk Adel dan Azizi secara bergantian, menatapnya dengan mata memicing curiga. Bisa saja mereka menjadi pengadu untuk balas dendam.
"Gak penting deh," komentar Adel mengaduk minumannya sambil memandangi Ashel yang tengah membuka blazer, memperlihatkan setengah dada dan lengan polosnya. Tanpa sadar, Adel meneguk ludah, ia baru sadar badan Ashel sangat seksi.
"Berita buruk itu bisa sampe aja tau." Chika bisa menyadari pandangan Adel pada Ashel, benar-benar sangat cabul.
"Ngga." Ara masih mengusap telinganya karena sedikit panas. Tidak ada yang lebih menyakitkan selain jeweran Chika.
Tiba-tiba saja ponsel di atas meja berdering, Ara melirik ponsel itu, melihat siapa yang mengubungi.
"Siapa lagi nih Christy?!" Chika mengambil ponsel itu. "Semua yang call kamu tuh cewek ya? Aneh aku, jujur deh sama aku, kamu selingkuh kan? Itu alasan kenapa kamu gak pernah mau hp kamu aku pegang? Sumpah, Ra, kamu tuh kejam yaa! Nyebelin banget tau gak!" Chika mencubit perut Ara sangat keras. Sementara yang lainnya hanya bisa memandanginya.
"Christy siapa?" tanya Ara di tengah ringisannya.
"Ya siapa lagi?! Ngaku deh!!" Tidak puas dengan cubitan pertama, Chika memutar cubitannya.
"Lah mana aku tau, itu kan hp kamu, By."
"Hah?" Wajah Chika memerah menahan malu. Chika melirik ke arah Ashel dan Marsha yang sedang menahan tawa, awas saja mereka. Chika menunduk, mematikan panggilan itu karena ia masih sangat malu.
"Minta maafnya mana?" Ara memindahkan usapan pada perutnya yang tidak kalah panas.
"Harusnya kamu yang minta maaf karna kamu yang sering nyakitin aku selama ini, masih mending aku cuma nyakitin fisik, kamu nyakitin batin dan hati, kamu pikir itu sembuhnya mudah?" Chika masih tidak mau kalah. Chika akhirnya hanya mengirim pesan pada Christy untuk menghubunginya nanti saja.
"Sorry ya guys, biasa, kumat." Ara terkekeh sambil mengusap punggung Chika. "Emang kalo gak ganti oli tuh gini."
"Diem." Chika menepis tangan Ara dan langsung meneguk jusnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKARA
FanfictionApa yang lebih sulit selain menjalin hubungan dengan seseorang yang masih terikat oleh masa lalunya?