10

2K 314 194
                                    

Ara sudah semakin mabuk sekarang, kepalanya terasa sangat berat, memaksa langkah kakinya untuk masuk ke toilet. Ara membuka penutup WC, memuntahkan isi perutnya di sana, cukup lama sampai ia merasa sedikit lega. Ara keluar dari bilik toilet, mencuci wajahnya sendiri berharap setelah ini ia akan sedikit segar. Ah semuanya karena kekasihnya itu.

Tak lama, seorang gadis tinggi dan cantik masuk ke toilet. Ara hanya meliriknya sekilas lalu menopangkan sepasang tangan di wastafel, berusaha untuk bisa berdiri tegak.

"Hallo, aku Kathrina." Gadis itu memperkenalkan diri pada Ara yang sepertinya sangat mabuk malam ini.

"Ara." Ara masih menopangkan sepasang tangan di wastafel, matanya yang setengah terpejam bisa melihat gadis itu menyentuh tangannya. "Sorry, mbak." Ara menarik tangannya. Ia menatap Kathrina, memandanginya dari atas sampai bawah, gadis ini sangat seksi.

"Aku punya kamar loh." Kathrina merangkul pinggang Ara kemudian berbisik di telinganya. "Setengah jam hilang dari mereka, kamu gak akan dicari." Kathrina menenggelamkan wajah di leher Ara, menciumnya dengan lembut.

"Boleh." Ara tersenyum, menerima genggaman tangan Kathrina, membiarkan gadis itu menuntunnya ke arah kamar.

Chika sedari tadi menunggu di toilet salah satu kamar bersama Indah. Chika sangat resah sekarang karena takut Ara menerima tawaran Kathrina, bukan khawatir ia kehilangan uang seratus juta, tetapi ia takut ia kehilangan seluruh kepercayaannya pada Ara.

"Katanya kamu percaya dia, kenapa panik?" Indah melipat kedua tangannya di depan dada. Ara sudah mabuk, hanya sedikit kemungkinan Ara menolak keinginan Kathrina apalagi Kathrina sangat cantik dan seksi.

"Aku sangat percaya Ara." Kalimat Chika berbanding terbalik dengan ekspresi wajahnya, Chika terlihat panik. Gadis ini bahkan sampai mengusap wajahnya. Kekhawatiran Chika terbukti karena pintu terbuka, itu artinya, Ara menerima tawaran Kathrina.

"See? Ini yang akan terjadi jika kamu memberikan kebebasan pada pasangan kamu, kadang pengkhianatan bukan berasal dari keinginan tapi karena adanya kesempatan. Kita harus hilangkan kesempatan itu dari pasangan kita dengan tidak memberikan dia banyak kebebasan." Indah bisa melihat kekecewaan dari mata Chika.

Chika tidak menjawab, ia hanya memejamkan matanya sejenak, berusaha untuk tetap tenang. Ternyata selama ini ia salah memberikan kepercayaan pada Ara sebesar itu.

"Ini baru yang kita lihat, sebelumnya? Gak menutup kemungkinan kan?" Indah mengusap sekilas punggung Chika sambil membuka sedikit pintu toilet agar ia bisa melihat apa yang terjadi di dalam. "Sini liat."

Ara menghempaskan tubuhnya di kasur, memandangi Kathrina yang tengah menatapnya liar. Ara tersenyum lebar, menerima uluran tangan Kathrina lalu menarik tubuhnya agar terhempas ke arahnya.

"Yuk?" Kathrina sebenarnya hanya dibayar, tetapi entah kenapa ia jadi bernafsu melihat keringat Ara. Kathrina menenggelamkan satu tangan di leher Ara.

"Kamu mau ngapain?" Indah menahan tangan Chika yang hendak berjalan keluar untuk menghentikan mereka. "Kita udah sepakat apapun yang terjadi, kita tetep di sini. Ara menyentuh dia itu salah kamu karna kamu yang pertama nawarin diri buat jebak pacar kamu sendiri."

"Tapi-" Chika menghentakkan kakinya kesal. Jika tau akhirnya akan seperti ini, ia tidak akan menjebak Ara.

"Kamu cantik, seksi, dan sangean." Ara tersenyum lebar, masih memperhatikan setiap sudut wajah Kathrina.

"Iya aku tau, ayo." Kathrina tidak sabar, ia mendekatkan wajahnya pada Ara, tetapi bibirnya malah ditahan oleh jari tangan Ara. "Kenapa?"

"Kamu mau ngapain?" Ara bingung, sedikit menggeser posisi duduknya menjauhi Kathrina.

AKARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang