16

2K 306 112
                                    

"You're still up?" tanya Ashel yang baru saja selesai makan sate, Ashel pikir Azizi tidur karena tidak keluar selama tiga jam.

"I need to talk to you about something." Azizi menatap kekasihnya yang sekarang duduk di sampingnya. Azizi berniat untuk menyudahi hubungannya dengan Ashel sebagai bukti dari ucapannya tadi pada Marsha. Namun, ternyata semuanya tidak semudah yang ia bayangkan.

"Can we do it tomorrow, babe? I'm so tired." Ashel menghempaskan tubuhnya di kasur, ia sedikit bingung karena kasurnya menjadi rapi, tidak biasanya Azizi mau membereskan kasur. Dari tatapan Azizi, Ashel sudah tau akan ada hal penting yang Azizi sampaikan dan ia tidak punya tenaga untuk mendengarkan hal serius malam-malam.

"Aku butuh sekarang." Tubuh Azizi menegang ketika Ashel kembali duduk dan menyentuh punggung tangannya. Semua nyali yang sudah ia kumpulkan hilang begitu saja saat kedua matanya bertemu dengan tatapan teduh juga senyuman manis itu.

"Kenapa? Resah lagi?" Ashel mencium punggung tangan Azizi dengan sangat lembut. Ashel tidak berpikir sama sekali bahwa Azizi sekarang tengah berniat menyudahi hubungannya.

Pertahanan Azizi runtuh, bagaimana ia bisa merampas senyuman itu? Azizi menggeleng. "Lupain aja ya?" Azizi membalas genggaman Ashel, mengurungkan niatnya. Ashel hanya mengangguk tanpa berniat bertanya lebih lanjut.

"Babe," seru Ashel setelah diam selama beberapa detik. Azizi mengangkat kedua alis, bertanya ada apa. Ashel berdehem, "Tadi aku minum dikit."

"Terus?" Azizi bingung karena tidak biasanya Ashel mengadu, bukannya memang Ashel sering minum? Bukan hal yang aneh sampai Ashel harus memberitahunya.

"Jadi pengen." Ashel menunjukan cengirannya. "Lagi capek gak?" Ashel sedikit tidak enak mengingat hari ini energi Azizi cukup terkuras karena berkeliling di pantai seharian.

Azizi diam selama beberapa detik, berusaha mengingat apakah Marsha meninggalkan jejak di tubuhnya? Ah, sepertinya tidak. Marsha tidak mungkin sebodoh itu. Azizi mengangguk, meraih dagu Ashel. Azizi juga baru ingat sudah cukup lama ia tidak menyentuh Ashel karena kelelahan dengan aktivitasnya.

"Ngerokok terus deh, nanti bau ke aku." Marsha melipat kedua tangannya di depan dada, memandangi Adel yang langsung mematikan rokoknya. "Kamu tiap malem emang harus selalu minum ya?"

"Kenapa belum tidur, Ca?" Adel berbalik, menyunggingkan senyumannya pada Marsha. Adel berjalan mendekati Marsha dan tiba-tiba saja memeluknya. Mata Adel terpejam, mencoba meredakan degup jantungnya. Tidak ada yang berubah ternyata, perasaan itu tetap hidup untuk Marsha.

"Mabuk ya?" Marsha menyandarkan dagunya di bahu Adel. Marsha bisa merasakan gelengan kepala dari Adel, ya memang tidak mungkin Adel mabuk hanya karena minum setengah botol, tubuh Adel sudah terbiasa dengan alkohol. "Terus kenapa? Are you okey?" Marsha membalas pelukan Adel. Debar itu kembali datang.

"I'm okey." Adel masih tidak melepaskan pelukannya. Jika getarnya masih sehebat ini, bagaimana ia bisa pergi dengan mudah?

"Peluk aja ya?" Marsha mengeratkan pelukannya, mencari tenang yang selalu ia dapatkan setiap kali Adel memeluknya.

"I think we need to talk." Adel menarik nafas. Sesuai dengan apa yang ia ucapkan tadi pada Ashel, ia harus menentukan pilihannya, apa ia harus pergi atau tetap bertahan? Adel masih kesulitan mencari jawaban.

"But you said it was okey." Marsha melepaskan pelukannya lebih dulu, ingin menatap Adel. Apa yang akan Adel bicarakan? Kenapa nadanya seperti itu? Apa Adel akan kembali mengatakan bahwa Adel berhenti mencintainya? Tidak. Marsha langsung menggenggam kedua tangan Adel.

"It's not, we'll never be okey." Adel bingung dari mana ia harus memulai. Adel ingin mencoba sekali lagi mengungkapkan perasaannya dan bertanya apakah Marsha mau jadi kekasihnya atau tidak, tetapi lidahnya kelu. Adel takut Marsha kembali menolaknya dan hatinya semakin hancur.

AKARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang