03

43 6 0
                                    

Angin malam menembus kulit luke yang sekarang sedang berada di depan rumah besar milik seseorang.

Rumah tersebut adalah rumah yang ditempati oleh keluarga yang dulunya harmonis, rumah yang dulu penuh kehangatan, tapi tiba tiba sirna diganti kan oleh pertengkaran setiap detiknya.

Luke nampak bingung melihat rumah tersebut yang seperti tak terhuni, halaman yang sudah tak terawat ditumbuhi rumput rumput yang panjang, daun daun kering yang memenuhi halaman dan juga warna cat rumah tersebut yang terlihat kusam.

Luke melihat keseliling rumah tersebut yang tampak sepi, ia tak mendapatkan seorang pun yang lewat disana.

"Cari siapa ya mas?" Tanya seorang pejalan kaki yang kebetulan lewat dan mendapati luke yang sedang kebingungan.

"Cari pemilik rumah ini, Kenapa terlihat sepi ya mas?" Ucap luke dengan sopan pada orang tersebut.

"Rumah ini sudah tidak ditempati sekitar 5 tahun yang lalu, katanya sih pemilik rumah ini sudah pindah keluar negeri" jelas orang tersebut yang membuat luke sangat kecewa.

"Kalau begitu Makasih ya mas" ucap luke dengan sopan berterima kasih atan penjelasan orang tersebut.

"Kalau begitu saya pergi dulu" orang tersebut pergi meninggalkan luke yang masih termenung menatap rumah tersebut, tanpa ia sadari air matanya mengalir begitu saja saat tak mendapatkan hasil sama sekali.

"Ayah bohong. katanya mau nungguin luke, katanya mau main bareng sama luke dan adek" luke tak bisa menahan air matanya nya lagi saat hatinya terasa sakit melihat rumah yang dulu ditinggalinya bersama keluarga yang utuh sekarang berubah bak rumah angker.

Luke mendudukkan dirinya di depan gerbang rumah tersebut, Ia meringkuk sambil menahan air matanya yang terus keluar. Luke dapat mengingat masa masa bahagia berada dirumah tersebut.

Dulu luke yang mendapatkan keluarga bahagia, berlimpah kasih sayang, hingga bergelimang harta.

Dulu luke selalu mendapatkan pujian saat melakukan sesuatu, ia selalu menunggu pujian tersebut. Luke sangat kecanduan dengan pujian dari sang ayah hingga ia akan melakukan apapun demi mendapatkan pujian tersebut.

'luke anak ayah yang paling pintar, paling baik, dan paling tampan' ingatan tersebut selalu bergema diinginkan nya hingga saat ini.

Tapi kebahagiaan tersebut harus sirna saat usia luke baru 5 tahun, hanya sedikit memori indah yang dapat ia ingat, memori kebahagiaan itu lah yang membuat luke tetap bertahan.

"Luke lo jangan jadi cowok lemah, inget dirumah masih ada Aily" luke mengisap air matanya dengan kasar dan merapikan pakaiannya nya.

Luke pun melihat ponsel nya yang sudah menunjukkan pukul 9 malam, ia tak mau sang adik menunggu nya lebih lama.

Luke segera melangkah kaki nya menuju jalan pulang, ia tak mau berlarut larut dalam kesedihan yang ia rasakan karena masih ada sang adik yang harus ia bahagiakan.

Walaupun rasanya lelah dan menyakitkan tapi ia akan berusaha bertahan demi sang adik.

.
.
.

Sekitar pukul setengah sepuluh malam, luke baru sampai di kontrakan. Sebelum membuka pintu luke kembali merapikan baju dan rambutnya yang tadi sempat acak acakan.

Saat dirasa sudah rapi, luke pun membuka pintu kontrakan dengan senyum palsu untuk menutupi kesedihannya pada sang adik agar tak menghawatirkan nya.

"Kakak pulang" ucap luke yang langsung disambut pelukan oleh Aily.

"Kakak ingat kan yang kakak bilang tadi pagi" ucap Aily sambil menggoyangkan bahunya kekanan dan kekiri.

"Ingat dong" luke menaruh tas nya lalu mengeluarkan sesuatu yang dijanjikan pada sang adik tadi pagi.

Pemilik Gigi Gingsul Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang