Page 4

633 61 5
                                    

••

Kanin meringkuk di kasur lantai dengan selimut menutupi seluruh tubuh. Gadis itu memakai kaos tipis lengan panjang, celana training serta kaos kaki untuk membungkus kakinya yang terasa dingin. Sekujur tubuh Kanin rasanya ngilu-ngilu, kondisi tubuhnya menurun setelah pulang kuliah.

Jadwal yang terlalu padat antara kuliah dan mengajar les, jam makan yang tidak teratur dan napsu makan yang berkurang, ditambah sering begadang karena mengerjakan tugas, itulah yang mungkin membuat Kanin tumbang.

Gadis itu 10 menit lalu mengeluarkan isi perutnya kembali yang hanya terisi bubur 3 suap–itupun dipaksakan agar bisa minum obat–. Kalau lagi di kondisi seperti ini, Kanin merasa sedih, ia ingin dekat dengan kedua orangtuanya agar diurus. Nyatanya, meski Kanin terlihat kuat dan mandiri, dia tetap membutuhkan ibunya.

"Udah di minum obatnya?"

"Udah, Ma."

"Obat apa yang di minum?" tanya Ambar di sebrang sana.

"Sanmol."

"Kamu bener nggak mau nggak mau berobat aja, Nin? Mama khawatir, mana kamu cuma sendiri di sana."

"Gapapa, Ma. Ini cuma meriang biasa, kecapean mungkin."

"Kalau mama minta kamu untuk nggak ambil les private dulu gimana?"

Kanin menghela napas panjang. Andai ia se-kaya Gea atau setajir melintir Kairi, ia juga tidak ingin banting tulang seperti ini dan hanya ingin fokus pada kuliahnya, tetapi apa boleh buat? Keadaanlah yang memaksa dirinya menjadi gadis yang kuat dan mandiri. Kanin butuh uang untuk sehari-harinya, belum lagi kebutuhan kuliahnya seperti membeli buku, nge-print, fotocopy dan perintilan-perintilan yang juga tidaklah sedikit. Sementara orangtuanya hanya memberi Kanin 120-150ribu perminggu. Uang kost pun seringkali pakai uang Kanin kalau bapaknya di sana juga sedang pas-pasan. Adiknya juga tahun ini mulai masuk SMP, pasti bapak juga harus menyisihkan sedikit uangnya untuk mempersiapkan uang masuk sekolah Zaki.

Kanin menggeleng pelan. "Lumayan, Ma, setidaknya dengan Kanin buka les private bisa sedikit meringankan bapak, kan?"

"Maaf ya, Nin." Mata Ambar mendadak berkaca-kaca yang tidak Kanin lihat. "Do'ain bapak supaya rezekinya lancar terus, agar bisa sering-sering kirim ke kamu," ujarnya.

Bibir Kanin sudah bergetar, ia menahan tangis. "Iya. Udah dulu, ya, Ma. Ada temen Kanin datang. Assalamualaikum," ucap gadis itu berbohong.

Setelah sambungan telpon terputus, Kanin menangis di balik selimutnya.

••

Untuk menjaga kebugaran tubuhnya, laki-laki itu tetap rutin latihan di rumah yang sudah di fasilitas peralatan nge-gym yang lengkap. Tubuhnya sudah banjir keringat sampai menetes ke lantai, ia terduduk dan mengambil sebotol air mineralnya, meneguk isinya itu sampai jakunnya naik-turun.

Nathan tidak sendiri, ada Nada bersamanya. Perempuan berkuncir kuda yang sama keringetannya seperti Nathan itu menjatuhkan diri di sebelah sang kakak setelah selesai menggunakan alat treadmill.

Nathan menutup botolnya. "Kamu kapan les lagi?" tanya laki-laki itu memecah keheningan.

Nada menoleh seraya mengelap keringetnya dengan handuk kecil. "Lho, baru kemarin, kan kakak yang antar."

"Bukan balet," ucap Nathan.

"Les musik? Itu tiap hari minggu."

"Bukan."

Nada mengeryitkan dahi, bingung. "Terus?"

Dan Nathan berdeham kecil seraya bangkit dari duduk. "Les sama guru kamu yang kemarin kita ketemu di mall."

Bukannya menjawab, Nada justru memerhatikan kakaknya dengan curiga. Pasalnya, bukan Nathan banget tiba-tiba nanyain jadwal les private-nya. Bahkan dulu saat Nada gonta-ganti guru les Nathan tak pernah bertanya.

Nada menyipitkan mata ke Nathan yang tiba-tiba menyibukkan diri menaruh kettlebell ke sudut ruangan.

"Kenapa?" tanya Nathan saat sadar diperhatikan.

Nada menggeleng. "Nggak. Tumben aja kakak tanya jadwal les private aku?"

"Memang kenapa?" tanya Nathan lalu membuka bajunya yang basah, menampilkan perut kotak-kotaknya itu.

"Aneh?" ucap Nada dengan nada yang seperti bertanya.

"Jadi kapan?" tanya Nathan lagi.

Ting!

Sebuah pesan masuk dari ponsel Nada membuat gadis itu terurung menjawab pertanyaan kakaknya.

"Sebentar, Kak." Nada mengecek ponselnya.

Kak Kanin: Sore Nada, sebelumnya aku mau minta maaf dan izin untuk jadwal hari ini kita reschedule besok ya, apa kamu bisa? Soalnya hari ini aku lagi kurang fit.

Wajah Nada mendadak lesu membaca pesan dari guru les private kesayangannya itu. "Kak Kanin sakit?" gumamnya.

"Kenapa?" tanya Nathan mendekati adiknya saat melihat raut wajah adiknya yang berubah.

Nada mengangkat kepalanya, beralih memandang dari ponsel ke Nathan. "Malam ini jam tujuh harusnya aku ada jadwal sama kak Kanin, tapi kak Kanin nggak bisa karena sakit."

"Sakit apa?"

Nada menggeleng. "Katanya cuma kurang fit dan minta reschedule jadi besok. Gimana dong, Kak? Kan kita besok mau pergi?"

Nathan memang mengajak adiknya untuk jalan-jalan sebelum laki-laki itu berangkat TC. Tapi untuk kali ini sepertinya tak apa kalau tak jadi.

"Cancel aja," ucap Nathan.

"Les-nya?" Nada bertanya.

"Perginya," jawab Nathan lalu mengacak pucuk kepala Nada. "Kita bisa liburan setelah kakak selesai event, kakak masih ada waktu libur," katanya lagi sebelum akhirnya mengambil botol mineral kosongnya dan beranjak pergi.

Nada diam sejenak. Kakaknya itu daritadi benar-benar aneh. Dia rela cancel liburannya hanya demi Nada bisa les besok? Lagi dan lagi, ini bukan Nathan banget.

"Serius, Kak?" teriak Nada.

"Ya," sahut Nathan yang sudah keluar dari ruang gym dengan baju basahnya yang tersampir di sebelah bahu.

Sambil menuju ke kamar, laki-laki itu menahan senyum. Ntah kenapa ia tidak sabar untuk menunggu besok.

••

KANATH [Nathan Tjoe A On]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang