Page 6

642 62 5
                                    


Keheningan menyelimuti di dalam mobil yang Nathan kendarai. Rintikan hujan yang tadi sempat berhenti kembali turun dengan cepat. Tetapi dengan di mobil hanya berdua bersama Nathan, tidak membuat Kanin menjadi lebih bersyukur. Kalau boleh milih, ia lebih baik naik ojol aja meski kehujanan di tengah jalan.

Suasana begitu awkard. Kanin yang biasanya bisa lancar mengobrol dengan siapapun mendadak bingung mau membuka topik apa ketika bersama kakaknya Nada.

Dia hanya memainkan seatbelt yang terpasang di depan dada dengan pandangan menghadap ke jendela mobil.

"Kamu sudah berapa lama jadi guru lesnya Nada?" Nathan akhirnya membuka obrolan.

Akhirnya... Kanin tidak mati dalam kebosanan.

"Sekitar tiga bulan, Mas," jawab Kanin. Embel-embel 'Mas' sengaja ia pakai agar terdengar lebih sopan.

"Kalau kamu mau tahu, Nada sudah tiga kali ganti guru les," ungkapnya.

"Oh ya?" sahut Kanin sedikit kaget. Pasalnya, Nada tidak pernah cerita apa-apa tentang itu.

"Hm. Katanya nggak suka, karena terlalu tua dan serius. Dia cepat bosan."

Kanin diam sejenak membayangkan Nada. "Ya... wajar sih, karena sejauh aku mengenal Nada, dia anak yang aktif dan rame."

Nathan hanya mangut-mangut sebagai respons. Lalu tidak ada lagi obrolan. Di dalam mobil kembali sunyi.

Kanin diam-diam melirik Nathan yang sedang fokus menyetir, ada satu pertanyaan yang daritadi mengusik pikirannya. Tetapi kalau tidak dilontarkan, Kanin takut nanti malam ia tidak bisa tidur karena penasaran.

"Mas Nathan."

"Ya?"

"Kenapa Mas Nathan mau repot-repot antar aku?"

Nathan melirik Kanin sebelum memutar stirnya ke kanan. Oh ya, Nathan pakai maps.

"Memang sekalian keluar juga, mau beli martabak buat Nada," jawabnya ngasal.

Kanin ber-oh kecil.
Nathan tidak jujur dengan jawabannya. Kalau bukan karena ke tertarikannya pada Kanin, tidak mungkin Nathan mau se-rajin ini.

"My Mom sudah kasih tiketnya ke kamu?" tanya Nathan mengganti topik.

Kanin mengangguk. "Sudah, kemarin."

Tiket elektronik dari bu Arinda yang Kanin terima melalui email. Kata Gea sih, tiket itu nantinya akan ditukar menjadi fisik dalam bentuk gelang.

"Sejujurnya aku nggak suka bola, dan saat itu aku mau nolak tapi Gea nggak kasih aku bicara," aku Kanin.

Nathan terkekeh pelan, karena ia memang sudah sadar dengan gesture Kanin saat itu.

"I know. Pecinta bola akan senang jika mendapatkan tiket gratis tetapi saat itu reaksi kamu tidak menunjukkannya. But, I hope you come."

Kanin mengangguk. "Aku akan datang."

Mendengar itu membuat Nathan tidak bisa menahan senyum, laki-laki itu menggaruk pipi kirinya yang tak gatal guna menutupi ekspresinya.

Tak terasa, mobil yang Nathan kemudi sudah hampir sampai tujuan, hujan di luar juga mulai reda tersisa gerimis kecil.

"Mas Nathan, nanti aku turun di depan indomart aja, ya."

"Kenapa?"

"Mobil nggak bisa masuk."

"Ok."

Mendekati indomart, Nathan menyalakan sen dan perlahan mengambil kiri. Kanin juga bersiap-siap, merapihkan kardigan hitam dan rok plisket yang dipakainya dan membenarkan sampiran totebag-nya di sebelah bahu.

KANATH [Nathan Tjoe A On]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang