kopi sianida

101 16 0
                                    


"Dokter, saya gak mau tau. Pokoknya Dokter harus batalin pernikahan kita!" Ujar Jennie dengan tegas, setelah dia menyampaikan maksud kedatangannya keruangan Lisa, saat waktu istirahat siang. Ia sampai tidak mau duduk, untuk menunjukkan keseriusannya.

"Dokter suka ya sama saya?". Tebak Jennie sambil menyipitkan matanya kearah Lisa.

Lisa meliriknya sekilas.

"Pede banget kamu!"

"Ya terus? Kenapa dokter mau di jodohin sama saya? Bukannya selama ini dokter benci banget ya sama saya?!"

"Karena saya ingin menunjukkan bakti saya kepada Kakek dan Nenek".

"Cih. Pencitraan!" Cibir Jennie.

"Udahlah dok, minta batalin aja pernikahannya. Lagian dokter gak akan bahagia kalo nikah sama saya. Saya bakal jadi beban hidup aja buat dokter..". Lanjut Jennie malah menjelekkan dirinya sendiri.

Lisa berdecak pelan, mendengar kalimat yang terlontar dari mulut Jennie. Ia tau, Jennie sedang mencari alasan agar Lisa mau membatalkan pernikahan mereka, sampai menjelekkan dirinya sendiri.

Lisa memilih untuk mengabaikannya, karena percuma juga kalau ia tanggapi, pernikahannya akan tetap terjadi.

Lisa tahu betul dengan komitmen yang dilakukan oleh Kakeknya dan Kakek Jennie. Mereka sudah berjanji akan menikahkan cucunya, kedua orang itu kalau sudah berjanji, akan di tepati, bagaimana pun caranya.

Selain itu, Lisa punya alasan kenapa ia mau menerima perjodohan ini, dan akan melanjutkan ke tahap pernikahan dengan Jennie.

"Dokter! Saya ini lagi ngomong sama Dokter ya, bukan sama tembok!". Protes Jennie, merasa di abaikan oleh Lisa.

"Istirahat Jennie, kamu butuh makan untuk merajuk-".

"Dih, siapa yang merajuk! Dokter, saya ini lagi coba ngasih kesempatan buat dokter supaya gak nikah sama saya. Emangnya dokter mau apa, nikahin saya yang gak bisa masak, gak bisa nyuci, gak bisa nyapu, gak bisa ngepel, gak bisa nyetrika. Ah, pokoknya Dokter bakal rugi kalo nikah sama saya!". Ujar Jennie semakin menjelek-jelekkan dirinya sendiri.

Padahal apa yang di katakannya itu, berbanding terbalik, Jennie bisa melakukan itu semua, karena ia termasuk gadis yang mandiri, ia pernah ngekost selama tiga tahun saat kuliah.

Di rumah pun, Jennie yang mengerjakan pekerjaan rumah saat pembantu dirumahnya izin cuti atau sedang sakit, dengan dibantu sang Mama. Dari situlah Jennie belajar mengurus rumah. Apa yang dikatakan Jennie hanya alibinya saja. Agar Lisa terpancing untuk tidak menikahinya.

"Dokter mau ngapain?!" Ketus Jennie saat melihat Lisa beranjak dari kursi, lalu berjalan kearahnya.

Lisa tidak menjawab pertanyaan Jennie, ia terus melangkah maju kearah Jennie. Melihat hal itu, Jennie melangkah mundur, sambil menatap wajah tampan Lisa yang hampir membius kesadarannya itu.

Jennie terus berjalan mundur, sedangkan Lisa tetap melangkah maju. Hingga Jennie merasakan punggungnya menyentuh sesuatu yang keras di belakangnya.

Punggung Jennie menabrak loker berbahan besi dibelakangnya. Ia sudah tak bisa lagi melangkah mundur.

Sedangkan Lisa tetap melangkah maju, hingga jarak diantara keduanya begitu dekat. Bahkan Jennie bisa merasakan hembusan nafas Lisa di wajahnya.

"Dokter jangan macam-macam. Saya akan laporkan ke Kakek , kalau sampe dokter macam-macam sama saya! Saya jamin hidup dokter akan menderita setelah ini". Ancam Jennie dengan penuh penegasan, ia menatap tajam mata Lisa, memasang wajah yang sebisa mungkin disangar-sangarin, padahal dihati paling dalamnya ia sangat takut menghadapi Lisa saat ini.

Dokter (Jenlisa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang