"Eh, maaf... nggak bermaksud bikin kamu kaget." Dahayu terlihat panik ketika Joshua menjauhkan batang rokok dari bibirnya dan membuang muka. Tangan Dahayu sudah hampir menyentuh punggung laki-laki itu sebelum dia menariknya kembali. Teringat bahwa hubungan mereka sekarang sudah tidak sedekat itu. "Kamu nggak apa-apa, Jo?" tanyanya, mulai khawatir karena batuk Joshua tidak kunjung berhenti.
"Ngapain kamu di sini?" tanya Joshua, sengit. Dia memukul dadanya beberapa kali, mengambil jarak sedemikian rupa agar mereka tidak perlu berdekatan.
"Oh, itu..." Dahayu menggesekkan ibu jari dan telunjuknya, gelisah. Ketika pandangan Joshua jatuh pada jemari tangannya, Dahayu langsung menyembunyikannya di bawah meja. "Aku bosan di dalam jadinya mau cari angin sebentar. Itu... aku boleh minjem koreknya?"
Joshua mendengus. Tanpa banyak berbicara, dia menaruh korek di atas meja kemudian menghisap rokoknya. Suara Joshua kembali terdengar ketika rokok Dahayu sudah menyala. "Sejak kapan kamu mulai ngerokok? Bukannya kamu nggak suka sama orang-orang yang ngerokok?"
Dahayu meniup asap yang sempat memenuhi mulutnya. Sekeliling mereka sekarang sudah dipenuhi oleh bau asap rokok dan Dahayu tahu aroma itu akan menempel di bajunya. Harsa pasti akan mengomelinya tapi dia tidak peduli. Dia akan menerima semua omelan itu selama dia bisa memiliki waktu untuk mengobrol dengan Joshua. Untuk mendapatkan jawaban atas banyaknya tanya yang memenuhi benaknya beberapa hari terakhir.
Ketika dia mendengar Joshua memulai obrolan lebih dulu, Dahayu tidak bisa menutupi rasa senang yang meletup di dadanya dan kenyataan itu berhasil membuatnya termenung. Sudah berapa lama sejak dia merasakan yang namanya bahagia? Mungkin, ketika Aruna lahir, tapi itu sudah berlalu lama sekali. Empat tahun yang lalu. Seiring dengan gadis kesayangannya itu tumbuh besar, lebih banyak kecemasan yang timbul di benaknya.
"Kamu juga pernah nggak suka sama orang yang ngerokok," sahut Dahayu.
"Yeah, people change." Joshua mengangkat bahunya acuh tak acuh.
"Do you?" Dahayu memberanikan diri untuk menatap lurus Joshua. Untuk sejenak, pandangan mereka bertemu sampai Joshua mengalihkan perhatiannya ke kolam air mancur yang ada di depan mereka. "Do you also change, Jo?"
"I don't change..." Joshua menghirup rokoknya untuk ke sekian kalinya. Dia melirik Dahayu dari sudut matanya. "But the things around me change instead. You should know it better."
Sindiran itu berhasil memukul Dahayu telak. Bibirnya terkatup rapat dengan perasaan bahagia yang berubah menjadi penyesalan yang teramat dalam. Dahayu tahu seharusnya dia tidak terlalu percaya diri hanya karena Joshua memulai obrolan. Joshua pasti tidak akan semudah itu memaafkannya setelah Dahayu mengingkari janji yang dia buat begitu saja.
Namun, Dahayu enggan menyerah secepat itu.
"Kakak dan Abang gimana kabarnya? Om dan Tante? Sehat semua, kan?" tanya Dahayu, mengalihkan pembicaraan dengan senyum kecil di wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart of Hearts
RomanceJoshua tahu masa lalu telah menciptakan jarak di antara hubungannya dan Dahayu yang semula sedekat nadi. Hanya kecewa yang masih membekas, amarah yang tersimpan menunggu untuk diluapkan, dan ribuan pertanyaan menggantung yang tersisa di antara merek...