6 - Someone

2 3 0
                                    

Pemuda itu berjalan tanpa arah dengan pikiran yang kacau dan tubuh yang lemah, rasanya sudah tak sanggup menahan keanehan dalam hidupnya. Sesekali dirinya melirik sekeliling tempat dengan penuh kegelapan itu, ingin ke luar dari sana memiliki kemungkinan kecil.

"Bagaimana aku bisa ke luar dari sini?"

Pertanyaan itu terus melintas di pikirannya tanpa menemukan jawaban. Buntu! Sudah berkali-kali dirinya mencari jalan, tetapi malah kembali di tempat yang sama. Miris!

Kakinya diseret untuk bisa pergi dari sana, rasa lelah dan ingin menyerah itu menguasai dirinya. Jika tak memikirkan keselamatan banyak orang, maka ia memutuskan mengambil jalan mudah, yakni pergi.

Pemuda itu bukanlah sosok yang egois dan mengabaikan orang lain, baik yang dekat atau tidak.

"Sial!"

Umpatan itu keluar begitu suara teriakan yang memekakan telinganya kembali terdengar. Dirinya berusaha untuk mempercepat langkahnya walau harus berusaha keras. Setelah beberapa langkah, akhirnya pemuda itu menemukan sebuah cahaya, tetapi ia harus melewati sosok besar yang berdiri tak jauh dari hadapannya.

"Pergilah, maka dia akan mati!"

Sosok itu menunjuk ke arah kanannya, pemuda itu pun mengalihkan pandangannya. Betapa terkejutnya ia mendapati sosok yang diselama ini disayangi dan dilindunginya terikat di sebuah tiang besar menggunakan rantai.

"Alluna!"

Sosok itu tertawa mendengar teriakannya. Seketika emosinya tersulut, ditambah lagi dengan kondisi gadis yang tak berdaya itu. Wajahnya lebam, terdapat darah di sudut bibirnya, penampilannya berantakan, dan yang membuatnya semakin marah adalah bercak darah di pakaian gadis itu.

"Apa yang kau inginkan?" tanyanya sambil berteriak.

"Nyawa!" jawab sosok besar itu sambil tersenyum skeptis.

"Lepaskan makhluk tak berdosa itu! Urusannmu hanya denganku, bukan orang-orang terdekatku! Lepaskan!" teriak pemuda itu.

Sosok tadi tak memedulikannya dan tak henti menertawakan kepedihannya.

"Lepaskan dia!" teriaknya, lagi.

Sosok itu diam, lalu tatapannya berubah menjadi tajam dan dalam. "Akan kulepaskan, jika kau rela mengorbankan gadis itu!"

Ditunjuknya sosok yang duduk di bangku dengan terikat rantai di sebelah kiri. Pemuda itu terbelalak, dua roang yang disayanginya menjadi pilihan untuk kesekian kali.

'DEVIA!"

.....

"DEVIA!"

Rezga tersadar dari mimpi buruknya, lagi. Keringat dingin membasahi tubuhnya, mimpinya kali ini benar-benar di luar nalar.

"Semoga itu hanya mimpi," harapnya.

Pemuda itu terdiam sebentar, memikirkan apa yang terjadi dalam mimpinya tadi. "Mengapa harus mereka berdua yang menjadi pilihan di dalam mimpi itu?"

Merasa frustrasi, Rezga mengusap rambutnya dengan kasar. Seketika dirinya teringat dengan salah sat gadis di dalam mimpinya yang sudah lama tak ia temui itu.

Lima tahun menghilang bukanlah hal yang mudah karena selama itu pula dirinya tak henti mencari titik terang untuk ke luar dari permasalahan tersebut.

"Apa dia baik-baik saja?"

Setelah lama berdiam diri, Rezga mengambil ponselnya untuk membuka galeri foto yang selama ini tersimpan rapi. Kala layar menampilkan sosok gadis yang menggunakan seragam sekolah, rambut dikuncir dua, dan dengan senyuman manis yang mengukir lesung pipinya, seketika mata pemuda itu berkaca.

Terdapat sebuah tulisan di sudut kanan foto, 'Alluna Sefya.' Sosok yang selama ini sulit untuk dilupakannya, sosok yang pernah mengukir indah hari-harinya, dan sosok yang memiliki tempat tersendiri di hatinya.

Tanpa sadar air matanya menetes, rasa rindu dan bersalah menjadi satu. Kehilangan terbesarnya adalah ketika melihat gadis yang ia sayangi sedang berjuang untuk hidupnya, tetapi keadaan dan orang sekitar memaksanya untuk pergi demi kesalamatan gadis itu. Pedih, tapi tak ada pilihan lain.

Rezga tak tahu bagaimana kabar gadis itu, apakah dia mampu melewati masa kritisnya atau tidak. Satu hal yang selama ini menjadi pertanyaannya adalah apakah gadis itu masih mengingatnya atau malah sudah mendapatkan yang terbaik.

DIrinya menerima dengan tulus, jika gadis itu memang menemukan penggantinya asal mereka bahagia dan saling menyayangi. Rezga membenarkan kalimat mengenai cinta yang tak harus memiliki.

Ketika sedang memikirkan gadis di masa lalunya, seketika ia teringat dengan gadis yang akhir-akhir ini menghiasi hari-harinya. Siapa lagi kalau bukan Devia Fielmy. Melihat gadis itu, membuat Rezga teringat dengan Alluna. Sikap dansenyum manis Devia mirip dengan mantan kekasihnya.

"Apakah Devia bisa membantuku ke luar dari masalah ini atau malah akan berakhir seperti Alluna?" tanya Rezga cemas.

Selama ini, tak ada satu pun yang bisa membantunya, termasuk orang tuanya yang memiliki latar belakang tak biasa dari kebanyakan orang. Tidak ada satu pun teman dekat pemuda itu yang mengetahui latar belakangnya dan bagaimana kehidupan keluarganya. Bukan durhaka, tetapi ada hal lain yang memutuskannya melakukan hal tersebut.

"Bagaimana kondisi ayah dan ibu? Apa mereka masih bekerja dalam risiko itu? Apa mereka tahu, bahwa yang terjadi padaku saat ini adalah dampak dari keistimewaan mereka?"

Pemuda itu mendecak sambil mengusap wajahnya dengan kasar. Selama 10 tahun mengalami hal aneh ini, 5 tahun pertama ia lalui dengan penuh tekanan dan sesekali menemui keluarganya, lalu 5 tahun kedua dilalui dengan penuh kesabaran walau harus mengalah untuk menjauh dari keluarga dan temannya.

Ketika sedang merenungkan hidupnya, tiba-tiba ponselnya berdering yang menandakan sebuah pesan masuk. Tanpa menunggu lama ia langsung membaca pesan yang ternyata dari Celly.

"Rezga, aku sedang menginap di rumah Devia, ada sosok berjubah hitam berdiri di halaman rumah. Orang tua Devia sedang tidak ada di rumah, aku bingung harus memberi tahu siapa"

Deg!

Jantung Rezga seperti dihantam sebuah benda besar. Tiba-tiba tubuhnya terasa kaku dan jantungnya berhenti berdetak.

"Tidak mungkin!" gumamnya.

Pesan itu, sama seperti yang pernah dikirim oleh Alluna 6 tahun lalu. Dirinya ingat betul bagaimana sosok misterius itu meneror gadis itu setiap malam, sehingga gadis itu frustrasi dan tak bisa tidur. Rezga menyesal karena saat itu tidak percaya dengan cerita aneh Alluna, sampai akhirnya gadis itu mengalami kecelakaan yang luar biasa.

Tanpa menunggu, dirinya langsung membalas pesan tadi.

"Nyalakan semua lampu rumah dan kunci pintu dengan cepat! Nyalakan musik dengan kencang dan menjauh dari jendela! Taburi garam dan bawang putih di sekitar kalian. Jangan panik dan tetap bersama."

Hanya itu yang bisa Rezga sarankan pada Celly dan Devia, seperti apa yang Alluna lakukan enam tahun lalu. Tidak mungkin pemuda itu pergi menemui kedua gadis tersebut di tengah malam seperti ini. Lagi pula, kehadirannya bisa membuat suasana semakin kacau, ia tak ingin melukai atau mengorbankan siapa pun.

Egois? Tidak, karena memang seperti itulah cara kerjanya. Tunggu sampai kondusif, setelah itu barulah Rezga beraksi. Bukan memperlambat, tetapi ini jalan satu-satunya untuk membuat sosok itu melemah.

Jika kegelapan dibalas dengan kegelapan, maka yang terjadi hanyalah kepedihan. Untuk menghadapi kegelapan itu, harus dengan pikiran yang jernih dan ketenangan jiwa.

Setelah apa yang terjadi di masa lalunya, Rezga belajar banyak hal karena ia tak ingin mengulangi kesalahan dan perasaan bersalah yang sama.


-----
To be continue
-----

Bagaimana part kali ini, Readers? Sudahkah kalian merasa merinding? Coba beri komentar.
Mohon maaf jika ada kesalahan.
Jangan lupa tinggalkan jejak.
See you next part and LUVU!

Dark Moon (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang