Apa yang terjadi dua hari lalu membuat Rezga bingung dan selalu memastikan bahwa tempat tersebut benar museum atau perpustakaan tua tempatnya meminjam buku, bahkan pemuda itu pun mencari tahu ke mana perginya gadis miterius tersebut.
Melihat kondisi Rezga yang semakin tidak memungkinkan, Alben pun memutuskan untuk bermalam di apartemen teman kecilnya tersebut, setelah mendapatkan persetujuan dari orang tuanya. Kondisi Alben pun semakin membaik, bahkan ia tak lagi menggunakan tongkat untuk berjalan.
Hari ini keduanya pergi ke kampus melalui jalan yang sama, yaitu jalan di mana mereka akan melewati museum terbengkalai tersebut. Kondisinya masih sama, bangunan tua yang tak berpenghuni dan ditutup, bahkan dari kejauhan tampak debu tebal mengotori dinding bangunan tersebut.
“Apa kubilang, tempat ini adalah museum terbengkalai, tetapi kamu masih tak percaya,” omel Alben.
Rezga yang semula menatapi bangunan tersebut pun mengalihkan tatapannya. “Kamu tidak mengalaminya, jadi kamu tidak tahu bagaimana rasanya.”
Alben hanya bisa menghela napas panjang. “Sudahlah, lebih baik kita ke kampus sekarang, Devia dan Celly pasti sudah menunggu.”
...
Tepat ketika keduanya sampai di pekarangan kampus, tiba-tiba Frans dan Troy datang menghalangi jalan mereka. Rezga yang sudah tak heran hanya bisa diam dan memperhatikan, sedangkan Alben mendengkus kesal sambil menatap tajam keduanya.
“Zake memintamu untuk menjenguknya, kenapa kamu tidak juga datang, bahkan mengabaikan panggilan dan pesannya?” tanya Troy.
Alben menghela napas berat sambil mengalihkan pandangannya. “Aku sibuk, kelulusan kita sebentar lagi. Kecelakaan itu membuatku tertinggal banyak kelas, apa kalian tidak memikirkan itu?”
“Ayolah, Al, kenapa sekarang kamu bersikap kaku seperti ini? Sejak berteman dengan Alben, kamu tidak seru!” sahut Frans.
Rezga memutar matanya malas, ekdua pemuda di hadapannya itu seperti sedang dijauhi oleh sang kekasih, padahal hanya seorang Alben.
“Sudahlah, lebih baik kita ke kelas,” bisik Alben pada Rezga yang tampak bosan.
Keduanya pun pergi meninggalkan Frans dan Troy yang berusaha untuk menghentikan Alben, agar ke kelas bersama mereka. Namun sayangnya, pemuda itu tak peduli.
...
Kelas pun sedang berlangsung, ketika suasana sedang sepi dan yang lain fokus pada tugasnya, tiba-tiba seperti ada yang meniup telinga Rezga. Pemuda itu terkejut, kemudian memperhatikan sekelilingnya, tetapi teman-temannya sibuk di bangku masing-masing. Ia berusaha untuk kembali fokus, tapi hal tersebut terus berlanjut. Semakin Rezga mengabaikannya, maka gangguan itu semakin menjadi.
“Hentikan!”
Teriakan pemuda itu membuat semua mata tertuju padanya dengan tatapan bingung. Devia pun menatapnya aneh karena sejak tadi tidak ada yang mengeluarkan suara.
“Apa kamu baik-baik saja, Rez?” tanya salah seorang mahasiswi yang duduk di depan Rezga.
Pemuda itu mengangguk cepat sambil tersenyum tipis. “Maaf.”
Setelah mendengar ucapan pemuda itu, suasana pun kembali seperti semula. Namun, ada satu hal yang menarik perhatiannya, yakni sosok merah yang berdiri di sudut kelas dan seperti memperhatikannya. Rezga tahu bahwa sosok itu yang akhir-akhir ini mengikutinya dan memiliki aura jahat, seperti apa yang dikatakan Alben.
“Kau tidak akan selamat!”
Kalimat itu yang mengusik kehidupannya sekarang, berbeda dari sebelumnya.
“Matilah!”
Suara itu disusul dengan teriakan suara salah satu mahasiswi di kelas tersebut, hingga membuat kelas menjadi ricuh. Pemuda itu jatuh ke lantai sambil meronta-ronta, mahasiswa lain berusaha menenangkannya, tetapi mereka malah terlempar.
Mahasiswi pun menjerit ketakukan, tetapi tidak bagi Devia yang malah menatap Rezga, yang masih duduk di tempatnya sambil menatap temannya yang kerasukan itu. Ia tidak tahu apa yang ada di pikiran pemuda itu dan mengapa tidak beranjak dari tempatnya.
“Darezga! Kau akan mati!”
Suara yang berat itu membuat yang lain tersentak, ditambah lagi pemuda yang kerasukan tersebut tak henti menatap Rezga yang juga menatapnya tanpa berkedip.
“Keluargamu merusak rencanaku!”
Pemuda bernama Helman itu tiba-tiba beranjak dari tempatnya, mengambil salah satu bangku di dekatnya, kemudian melayangkannya tepat di lengan kiri Rezga dan mengenai kepala serta telinganya.
Penglihatan Rezga perlahan meredup, sampai akhirnya pemuda itu tak sadarkan diri, disusul dengan Helman. Mahasiswa yang lain langsung menghampiri keduanya, bertepatan dengan kedatangan dosen yang meminta mereka untuk membawa kedua pemuda itu ke ruang kesehatan. Devia pun langsung mengikuti mereka untuk memastikan keadaan Rezga karena tampak darah segar mengalir dari kepala pemuda itu.
...
Sudah 1 jam Devia menunggu pemuda yang tak sadarkan diri itu bersama Celly dan Alben di ruang serba putih tersebut, tetapi Rezga tak juga sadarkan diri. Pemuda itu berakhir di rumah sakit karena luka sobek yang cukup lebar dan dalam, sehingga ia membutuhkan penanganan khusus. Sedangkan Helman, pemuda itu baik-baik saja dan diperbolehkan pulang lebih cepat.
Helman sempat menyampaikan permintaan maafnya melalui Celly, sebelum gadis itu pergi ke rumah sakit bersama Alben. Ia benar-benar merasa bersalah, tetapi di sisi lain tidak mengetahui apa yang terjadi. Saat salah satu temannya menjelaskan peristiwa tersebut, Helman merasa tak percaya dan bingung.
“Sepertinya, sosok itu mulai bertingkah semakin buruk,” ujar Alben yang duduk di sofa kecil yang berhadapan dengan tempat tidur pasien.
“Apa dia akan melakukan ini, lagi?” tanya Celly khawatir.
“Ini sudah kesekian kalinya, bahkan setiap pulang kuliah apartemen Rezga selalu berantakan,” jawab Alben.
Ketika Celly hendak mengatakan sesuatu, terdengar helaan napas kasar dari Devia yang duduk di samping tempat tidur.
“Apa yang sebenarnya terjadi? Aku sudah menanyakan ini berkali-kali, tapi kalian selalu menyembunyikannya! Aku merasa seperti orang bodoh!” ketusnya.
Celly dan Alben langsung bertatapan, setelah mendengar ucapan gadis itu.
“Sebenarnya, ini masalah yang serius, tapi tak bisa dipercaya dengan mudah. Jika kami mengatakannya, apa kamu akan percaya?” tanya Alben.
“Mengenai apa? Aku tidak mengetahui apa-apa, bagaimana bisa menjawab pertanyaan itu?!” sahut Devia.
Celly menghela napas panjang, kemudian memutuskan untuk mengatakan apa yang terjadi padanya ketika dia menghilang hari itu.
Selama mendengarkan cerita Celly, beberapa kali Devia terbelalak seakan tak percaya dengan apa yang terjadi. Gadis itu tidak pernah mengalami hal aneh di lingkungan rumahnya, apa lagi di danau buatan keluarganya tersebut. Ia kerap kali bermain di hutan tanpa rasa takut, bahkan menghabiskan waktu menyendiri di sana.
“Aku tahu ini aneh dan tidak masuk akal, tapi inilah yang sebenarnya terjadi, Vi.” Celly mengakhiri ucapannya dengan helaan napas berat.
“Lalu, apa hubungannya dengan Rezga?” tanya Devia.
Kali ini Alben yang menjelaskan semuanya pada gadis itu.
Devia hanya terdiam, tak pernah ia menyangka bahwa pemuda yang dekat dengannya, ternyata selama ini mengalami hal sulit yang tak biasa.
“Aku dan Rezga sedang mencari tahu cara untuk menukar sosok tersebut, bahkan jika bisa menghilangkan keduanya. kami merahasiakannya darimu karena hanya kamu yang tidak mengalami hal ini,” tutur Alben.
Devia menatap Rezga yang masih belum sadarkan diri dengan nanar. “Kalian salah, aku pernah mengalaminya.”
--- To Be Continue ---
Jangan lupa tinggalkan jejak!
Mohon maaf jika ada kesalahan dan kekurangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Moon (COMPLETED)
HorrorGenre : Horor - Misteri Blurb : Kisah itu tidak bisa ia pendam sendiri, semakin berusaha maka kegelapan itu semakin dalam dan nyata. Penuh sesak di ruang terbuka yang luas, melarikan diri semula pilihan yang tepat, tetapi akhirnya tetap menjadikanny...