Ketika matanya terbuka, kabut tebal menyambutnya begitu saja. Ia berusaha menatap sekelilingnya, tetapi terhalang oleh kabut tersebut. Kakinya mulai melangkah perlahan, mencoba menelusuri jalan, tanpa tahu apa yang ada di hadapannya.
“Tolong!”
Langkahnya menjadi cepat dan lebar,s etelah mendengar suara tak asing tersebut.
“Tolong!”
Lagi. Rasanya ia ingin cepat ke luar dari kabut tersebut agar menemukan pemilik suara itu. Dirinya semakin panik ketika suara lolongan serigala terdengar, hingga membuatnya berlari kencang.
Dalam waktu beberapa detik, akhirnya ia berhasil ke luar dari kabut tebal tersebut. ia terbelalak kala mendapati seorang gadis terikat di bawah pohon dengan seekor serigala yang berjalan pelan menuju ke arah gadis tersebut.
Kala ia melangkah untuk menyelamatkan gadis itu, serigala itu pun semakin mendekat. Setiap langkahnya, seolah mengendalikan langkah hewan buas itu pula. Ia berusaha memikirkan cara untuk menyelamatkan gadis itu, tapi pikirannya buntu seketika. Tepat saat ia akan melangkah, gadis itu menatapnya dengan air mata yang telah mengalir deras.
“Tolong aku!”
Setelah gadis itu mengatakan hal tersebut, tiba-tiba sosok merah yang tak asing itu datang dan berdiri di belakang serigala tersebut. Tatapannya pun teralih, tampak sosok itu tersenyum skeptis padanya. Tanpa mengatakan apa pun, sosok itu memukul serigala tersebut, sehingga hewan itu melompat ke arah gadis tadi.
“Tidak!”
.....
Pemuda itu terbangun dengan keringat yang membasahi tubuhnya dan napas yang tersenggal. Ditatapnya ruangan serba putih dengan infus yang terhubung pada punggung tangan kirinya, tak ada siapa pun di sana.
Tepat saat ia menyadari apa yang terjadi padanya, terdengar suara pintu yang terbuka dan menampakkan gadis yang ada di mimpinya tadi.
“Rezga!” pekik gadis itu.
Gadis itu tidak sendiri, ia bersama dengan dua temannya yang lain, siapa lagi kalau bukan Devia, Celly, dan Alben.
Ketiganya langsung mendekati pemuda itu dan menanyakan apa yang diinginkannya. Rezga menatap ketiganya, satu-persatu. Alben langsung beranjak untuk memanggil dokter, tanpa waktu lama mereka pun datang.
Dengan teliti dokter memeriksa pemuda itu. Setelah selesai, dokter tadi menatap Alben sambil tersenyum. “Syukurlah kondisi Rezga sudah membaik.”
Ketiganya menghela napas lega, kemudian dokter dan perawat tadi pamit pergi.
“Sudah berapa jam aku tertidur?” tanya Rezga.
Alben, Celly, dan Devia pun saling bertatapan.
“Bukan lagi jam, tapi dua hari,” jawab Celly.
Pemuda itu terbelalak, tak menyangka bahwa ia akan tak sadarkan diri selama itu.
“Kata Devia, kamu hanya dipukul menggunakan kursi di kelas, tapi kenapa bisa tidak sadar sampai dua hari seperti ini?” tanya Alben bingung.
Rezga menggeleng tanpa mengatakan apa pun.
“Ayolah, pukulannya begitu keras dan aku sudah mengatakannya padamu,” omel Devia sambil melayangkan tatapan tajamnya.
Rezga hanya diam sambil menyandarkan tubuhnya yang dibantu oleh Devia. “Aku hanya ingat ketika Helman melempar orang-orang yang menolongnya, setelah itu aku tidak ingat apa pun.”
Ketiganya pun kembali bertatapan dan berakhir menatap Rezga tak percaya.
“Yang benar saja! Kepala dan telingamu dijahit karena pukulan itu, tapi kamu tidak mengingatnya? Kamu bercanda, ya?!” Celly menatap pemuda itu sambil mendelik, tak menduga akan mendengar ucapan seperti itu.
Rezga yang mendengar ucapan gadis itu pun langsung menyentuh perban yang menutupi luka jahitannya sambil meringis. “Sungguh, aku tidak ingat apa yang terjadi setelahnya. Hal yang kuingat sebelum semuanya gelap adalah tatapan Helman dan perkataannya padaku.”
“Apa itu? Apa yang dia katakan?” tanya Alben penasaran.
“Darezga! Kau akan mati! Keluargamu merusak rencanaku!”
Bukan Rezga yang mengulangnya, melainkan Devia yang menjadi saksi atas kejadian tersebut. “Apa rencana yang dimaksud oleh makhluk itu?”
“Makhluk apa yang kamu maksud?” tanya Rezga sambil mengerutkan dahinya.
Alben tertunduk sebentar, lalu menghela napas panjang. “Helman dirasuki sosok merah itu, kalian berdua tak sadarkan diri setelah Helman memukulmu dengan kursi.”
Rezga tertunduk dengan segala pertanyaan di pikirannya. “Apa yang sebenarnya sosok itu inginkan? Mengapa dia mengatakan bahwa keluargaku yang telah menghancurkan rencananya? Apakah sebelumnya sosok itu hadir untuk suatu hal yang buruk?”
Celly dan Devia menatap Alben dan Rezga bergantian. Kedua gadis itu tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, sedangkan kedua pemuda itu juga tidak tahu apa yang terjadi di masa lalu Rezga.
“Salah satu jalan agar kita tahu adalah menanyakannya pada orang tuamu, Rez, tidak ada yang bisa menjelaskannya selain mereka,” tutur Alben.
Celly dan Devia dibuat semakin bingung.
“Tunggu, kenapa kita harus menemui orang tua Rezga? Apa sesulit itu memecahkan masalah ini, tanpa harus merepotkan orang tuanya?” tanya Devia.
“Benar, mereka bisa khawatir!” sambung Celly.
Alben menggeleng perlahan. “Tidak bisa, karena hanya mereka yang tahu.”
Kedua gadis itu pun terdiam.
“Baiklah, aku akan menemui mereka setelah sidang selesai,” ucap Rezga tiba-tiba.
“Aku ikut!” sahut Celly.
“Kita berempat pergi bersama!” tukas Alben.
Rezga langsung menatap teman kecilnya itu tajam. “Tidak, aku akan mengizinkanmu, tapi tidak dengan mereka berdua! Ini berbahaya!”
“Kamu sendiri yang mengatakan bahwa Celly dan Devia kerap kali hadir di mimpi burukmu itu, mungkin ada sesuatu yang berkaitan dengan mereka!” ungkap Alben.
“Al!”
“Apa maksudmu, Al?” tanya Celly.
Rezga hanya bisa mendesis sambil mengusap wajahnya kasar.
“Tidak perlu disembunyikan lagi, Rezga, mereka juga harus tahu!” paksa Alben.
Pemuda itu hanya menatap kedua gadis tersebut secara bergantian, sedangkan yang ditatapan menuntut penjelasan melalui mata mereka. Tak ada lagi yang bisa dilakukan oleh Rezga, selain mengatakan apa yang terjadi pada mimpi buruknya mengenai dua gadis itu.
Keduanya pun mendengarkan dengan saksama walau harus terkejut dan tak menyangka dengan apa yang terjadi.
“Awalnya, aku berpikir bahwa ini bukan masalah besar, tapi semakin lama semua itu semakin mengusik dan aneh,” ucap Rezga, “bahkan ketika Celly menghilang, aku sudah memimpikannya sebelum mendapatkan kabar dari Devia.”
“Aku pun sudah mencoba untuk berinteraksi dengan sosok yang mengikuti Celly saat ini, tapi dia tidak mengatakan apa pun dan pergi,” sambung Alben.
“Aku menyembunyikan ini pada kalian berdua karena tak ingin membuat kalian khawatir dan takut,” ujar Rezga.
Setelah mendengarkan semua penjelasan pemuda itu, Celly dan Devia hanya terdiam. Namun, suasana sunyi itu dikejutkan dengan ucapan tak terduga Devia.
“Bukan hanya Rezga, aku juga mengalaminya, bahkan jauh sebelum bertemu dengannya.”
Ketiganya langsung menatap gadis itu tak percaya.
“Namun, untuk apa yang terjadi pada Celly aku tidak tahu. Mungkin saja, kita memiliki suatu hal yang saling berhubungan, hingga membuat mimpi kita pun saling terhubung.”
Rezga tak tahu harus mengatakan apa karena selama ini ia berpikir bahwa hanya dirinya yang mengalami mimpi itu.
“Kita harus menemui orang tuaku, harus!”
--- To Be Continue ---
Mohon maaf jika ada kesalahan dan kekurangannya. Jangan lupa tinggalkan jejak, ya! LuBeeu!
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Moon (COMPLETED)
HorrorGenre : Horor - Misteri Blurb : Kisah itu tidak bisa ia pendam sendiri, semakin berusaha maka kegelapan itu semakin dalam dan nyata. Penuh sesak di ruang terbuka yang luas, melarikan diri semula pilihan yang tepat, tetapi akhirnya tetap menjadikanny...