Hari sudah berlalu cukup jauh, baru saja memberi salam perpisahan pada ujian nasional dan menyisakan kekosongan luang yang begitu panjang. Sekolah kembali ramai seperti biasanya, hanya saja yang dilakukan anak-anak kelas tiga benar-benar terasa membosankan.Seperti yang dirasakan Kanza saat ini. Ketika Bandung terasa jauh lebih terik dari biasanya. Ia lebih memilih untuk datang ke cafe dan memesan satu gelas caramel macchiato yang terlihat tinggal separuh. Laki-laki itu menyandarkan punggung lelahnya pada kursi di sudut cafe. Merasakan betapa melelahkannya perjalanan hidup yang ia jalani saat ini. Berikutnya ia menutup mata, mencoba menikmati setiap hembusan angin yang menerpa wajahnya dengan lembut. Namun laki-laki itu tak lantas membuka kembali matanya karena sebuah suara dari arah dalam mengusik indera pendengarannya. Lantas ia sedikit melongok, menatap apa yang tengah terjadi. Di sana ia melihat ada satu orang laki-laki yang tengah beradu argumen dengan...Shafira?
Didetik berikutnya Kanza melotot saat lelaki itu menyemburkan minuman yang ada di hadapannya pada tubuh Shafira. Meski ia tidak berkeinginan untuk ikut campur dengan masalah disana. Hati kecilnya terus menerus mendorong raganya hingga berada tepat didepan kasir. Dimana ada wajah Shafira yang tengah menahan genangan air di pelupuk matanya. Baju yang gadis itu kenakan pun sudah basah kuyup.
Dengan wajah tegas ia menatap lelaki disampingnya, "Kalo ada masalah mah bicarain baik-baik atuh jangan main kasar gitu?" Kanza mencoba berbicara tenang meskipun ia tahu bahwa dihadapannya sekarang lelaki itu masih tersulut emosi.
"Saha maneh? Arek jadi jagoan atawa kumaha?"
Sejak dulu Kanza selalu sadar bahwa meladeni orang yang sedang marah bukan perkara mudah. Jadi agar tetap dalam keadaan waras ia sedikit menarik napasnya dalan-dalam, "Mas, gini ya. Saya bukan mau ikut campur tapi mas sadar gak kalo kelakuan mas sendiri bikin orang lain rugi?"
"Halah so soan ngomong Indonesia, aing orang Bandung asli! Maneh arek naon!?"
Nyerah, Kanza benar-benar menyerah. Jika saja ini bukan ditempat umum ingis sekali ia menghantam kepala lelaki itu ke aspal. Namun melihat bahwa cafe sekarang terlihat ramai, dan ketiganya tengah menjadi pusat perhatian. Ia mengurungkan niatnya. Sesaat nayanika lelaki itu beralih lagi pada Shafira yang masih tidak bergerak, tangan gadis itu bahkan sudah bergetar.
"Minta maaf gak, mas?" pukasnya.
"Ngapain urang minta maaf?"
Kanza menghembuskan napasnya frustrasi. Namun, saat ia hendak menarik kerah baju lelaki itu. Shafira lebih dulu berucap yang membuat Kanza menoleh dengan cepat.
"Udah, Za. Gak papa kok, lagian disini gue yang salah. Gue gak fokus denger pesanan dia." sergahnya lembut.
"LIAT!! Meni hayang jadi jagoan pisan!!"
Kanza tidak bersuara, tetapi saat melihat bagaimana tatapan nyinyir dari lelaki disampingnya. Tangannya benar-benar sudah gatal bukan main. Sesaat ia memperhatikan perawakan lelaki itu. Dengan rambut berwarna pirang terang dan baju metal lusuh, tidak lupa juga anting super besar yang menggantung di daun telinganya. Ya tuhan kenapa ia harus berurusan dengan manusia modelan jamet seperti ini.
Lalu Shafira menyodorkan minuman yang dipesannya kehadapan lelaki itu, "Silahkan mas, maaf atas kesalahannya tadi."
"Urang mau duit tadi dibalikin!"
Sesaat setelah itu Kanza benar-benar kehilangan segala kosa kata yang ada dibenaknya, sampai-sampai otaknya tidak bisa bekerja dengan baik. Maka dengan gerak cepat ia menarik baju lelaki itu menuju luar, "Pergi gak lu!!" tak lupa ia juga meraih helm sembarangan, menghunuskannya pada kepala lelaki itu yang membuatnya lari terpontang panting.
KAMU SEDANG MEMBACA
HISTORY OF KANZA | Jung Sungchan
FanfictionSemua orang mungkin menginginkan hidup bahagia bersama keluarga yang utuh. Makan diatas meja yang sama, menonton tv diminggu sore bersama ibu dan bapak. Sama seperti Kanza ia juga meninginkan hal itu.