Sejak tadi pagi Kanza memang sudah menebak bahwa hujan akan kembali turun dan mengguyur kota Bandung seperti biasanya. Jadi saat ia keluar dari kelas karena telah membereskan ujiannya Kanza hanya bisa menarik napas pelan. Sebetulnya hari ini ia berencana pulang lebih awal. Karena ada sesuatu yang harus ia kerjakan dirumah dan mungkin akan menghabiskan banyak waktu. Namun, saat intensitas hujan semakin deras ia kembali membuang napasnya dan berakhir terduduk di lorong sendirian menatap rintik hujan yang terus membasahi area parkiran. Tidak jauh dari tempatnya duduk motor yang ia parkirkan sembarangan tadi pagi terlihat basah kuyup. Bahkan ban nya pun mulai terendam genangan air.
Sesaat ia memperhatikan orang-orang yang sibuk membuka sepatu dan kaos kaki. Ada pula yang langsung menerobos hujan dan berhasil masuk kedalam mobil. Beberapa diantaranya ada pula yang hanya berdiri memperhatikan hujan sama seperti yang ia lakukan tadi. Dan diantara banyaknya murid kelas 12 yang ingin segera pulang. Ia menemukan Kiana disana. Disudut lorong dekat dengan bunga hydrangea ia mengangkat telapak tangannya dan berhasil basah karena rintikan hujan. Lagi-lagi Kanza terpaku, entah kenapa gadis itu selalu berhasil membuatnya tidak berkutik. Seperti ada tarikan magnet dan ia tidak bisa melakukan apapun selain menatapnya lekat.
Pada kesempatan itu, kilatan petir menyambar bak orkesta. Cukup mendadak dan itu berhasil membuat dirinya dan orang-orang yang berada disana terperanjat kaget. Begitupun dengan gadis itu, Kanza bahkan melihat Kiana mundur beberapa langkah dan berakhir menyandar pada tembok lorong.
Semakin siang langit semakin gelap dibarengi dengan angin yang berhembus cukup kencang. Beberapa daun yang tertiup angin terlihat berjatuhan dan memenuhi area parkir. Dan murid-murid yang sempat memenuhi lorong kini mulai berkurang. Hanya menyisakan dirinya satu murid dan Kiana.
Netranya kembali terjun pada rintikan air hujan. Sadar bahwa hujan siang ini akan berangsur cukup lama. Dan menerobos bukanlah keputusan yang bijak. Bukan hanya seluruh tubuhnya akan basah kuyup. Di keeseokan harinya pun ia akan berakhir demam karena kedinginan. Jadi mau tak mau ia mengurungkan niatnya dan beralih menatap Kiana yang masih berdiri disana.
Meski ragu, ia beranjak dari sana menghampiri gadis itu dan menyodorkan jaket yang ia ambil dari dalam tas, "Nih pake." Tidak peduli jika pada akhirnya ia akan diabaikan atau sejenisnya. Kanza hanya merasa kasian pada gadis itu. Terlihat dari gesturnya ia merasa tidak nyaman.
Kiana menoleh kesamping dan pada detik berikutnya ia menemukan Kanza tengah menatap lurus kedepan, lalu tersenyum kikuk, "Apa?"
"Aku gak suka liat orang gak nyaman karena hujan, pake nih?" titahnya lagi.
Kiana mungkin sama ragunya, kedatangan Kanza secara tiba-tiba membuatnya merasa canggung. Tapi didetik berikut ia tetap mengambil jaket hitam itu dari tangan Kanza. Memakainya dan berhasil menutupi sekujur tubuhnya yang jauh lebih mungil dari jaket. Kanza yang diam-diam memperhatikan gerak-gerik Kiana hanya mampu mengulum senyuman. Siang ini ditemani dengan hujan deras, Kiana terlihat seperti anak kecil yang memaksakan diri menggunakan jaket milik orang dewasa.
"Biasanya kamu bawa cardigan kemana-mana." celetuk lelaki itu. Sorot matanya masih lurus kedepan.
"Kamu tau aku suka bawa cardigan?"
"H-hah? Nggak kebetulan aja suka liat." jawabnya kikuk.
"Oh kebetulan ya?" ejeknya, dan itu berhasil membuat Kanza menoleh kesamping. Pada wajah Kiana yang terlihat menahan gelak tawa.
"Serius, Kia!! Emang aku keliatan boong?"
"Apa yang bisa aku percaya dari orang kaya kamu?"
"Maksudnya?" tanyanya penuh kebingungan.
Didetik berikutnya tawa gadis itu pecah, ia bahkan sampai menepuk nepuk tangannya, "Ahahaha lucu banget si kamu."
Lucu katanya? Bahkan Kanza sendiri juga tidak tahu dimana letak lucunya. Meski demikian ia tetap menanggapi itu dengan tawa hambar. Ternyata selain pintar, punya senyum seperti mama, dan lucu, Kiana juga perempuan aneh yang baru saja Kanza temui. Seperti halnya sekarang tawa gadis itu belum saja mereda dan Kanza membiarkan dirinya tersenyum tanpa arti.
KAMU SEDANG MEMBACA
HISTORY OF KANZA | Jung Sungchan
FanfictionSemua orang mungkin menginginkan hidup bahagia bersama keluarga yang utuh. Makan diatas meja yang sama, menonton tv diminggu sore bersama ibu dan bapak. Sama seperti Kanza ia juga meninginkan hal itu.