10 November 2018
Di suatu pagi yang mendung. Karena tiba-tiba saja langit Karawang di penuhi dengan awan kelabu yang begitu pekat. Padahal kemarin, kota ini panasnya luar biasa. Tapi sekarang saat angin berhembus dengan kencang dan membawa bau petrikor yang kuat. Rintik hujan mulai membasahi hal yang ada di bawahnya. Tak lama hujan berhasil mengguyurnya dengan intesitas deras.
Lantas dengan perasaan yang masih sama ia menarik jendela agar air hujan tidak masuk ke dalam. Melihat bagaimana Kanza masih meringkuk di atas kasur. Rasanya ada sesuatu yang tengah mencabik-cabik hatinya sampai meninggalkan bekas luka yang tidak bisa ia sembuhkan sampai kapanpun. Mungkin ada sebagian dari diri anak itu yang masih sulit untuk menerima fakta ini. Padahal kemarin, Kanza masih ceria. Dia bahkan berkata bahwa mimpinya menjadi seorang Astronot akan ia raih bagaimana pun juga.
Selang beberapa menit ia mulai mengingat percakapan dirinya bersama Bapak sebelum beliau pergi. Iya. Tidak seperti biasa Bapak sempat memberikan amanat pada dirinya. Seolah-olah beliau sadar bahwa kepulangannya ke pangkuan ilahi hanya tinggal beberapa jam lagi. Suara itu tiba-tiba saja menerobos masuk kedalam telinga. Berputar-putar di kepala layaknya roll film clasik yang telah lama rusak,
"Kalo suatu saat Bapak atau Mama kamu nggak ada. Jaga Kanza baik-baik ya, Bang? Janji kalau kalian harus sama-sama terus." bahkan suaranya masih terdengan begitu jelas sampai sekarang.
"Kanza mah gak perlu di jagain, tu anak juga dari sekarang apa-apa maunya sendiri." cebiknya saat itu.
"Justru itu, Bang. Sekarang adik-mu lagi masa-masa pubernya. Masa di mana dia punya keingin tahuan tentang segala hal. Kamu sebagai kakaknya, harus bisa ngarahin dia ke jalan yang bener."
"Kenapa harus aku, Pak?"
"Karena cuma kamu yang dia punya kalo semisal kita nggak ada."
Andai saja waktu itu ia tahu bahwa pesawat yang ditumpangi orangtuanya akan mengalami kecelakaan hebat. Ia tidak akan sudi membiarkan keduanya pergi. Ia akan memaksanya agar tetap berada di rumah. Menonton siaran berita seperti biasa atau melakukan deeptalk tentang rumitnya alur kehidupan. Apapun. Kevin akan melakukan apapun agar keluarganya tetap utuh. Tapi, tidak peduli seberapa keras ia menahannya. Tuhan akan tetap memiliki jalan lain bagimana keduanya akan wafat. Sampai tak ada satupun dari keduanya yang mampu mengejarnya. Mereka pergi jauh, sangat jauh.
"Bapak punya alesan apa si! Sampai-sampai bisa seyakin itu ninggalin kita berdua?" monolognya, tapi anehnya ia tidak bisa menangis. Mungkin ada sebagian dari dirinya yang mulai merasa lelah dan berusaha untuk tabah.
"Kalo kalian kedinginan di sana, pulang aja! Pulang, biar kita bisa ngasih tempat paling layak buat kalian. Bukan malah temenan sama si Nemo bareng terumbu karang! Kanza juga udah yakin mau jadi Astronot, mau liat Planet yang cantik itu katanya. Padahal aku nggak yakin, soalnya tau sendiri lah anak itu gak pernah konsisten sama hidupnya." lagi-lagi ia berucap entah pada siapa, mungkin pada angin yang berhembus siang itu dan dengan sudi membawanya pergi masuk kedalam dasar laut, "Kaya kemarin contohnya, aku tau kalo Bapak jago sama dunia musik. Tapi ngajarinnya sambil kasih tau mana gitar ori sama kw, lah! Mau mau aja dia di goblokin anak punk di daerah Taman Sari! Udah kw mahal lagi!"
Tak lama ia bangkit. Menggerutu pada hal yang sudah meninggalkannya tidak akan merubah apapun. Maka dari itu ia mulai mengemasi barang-barangnya karena rencananya hari ini ia akan pulang ke Bandung. Ke sebuah rumah yang mulai di tinggalkan oleh pemiliknya. Rumah yang pada akhirnya akan menghadirkan kekosongan yang kentara. Rumah yang tidak akan bisa menciptakan kehangatan lagi seperti sebelumnya.
Menjelang jam 11 siang hujan masih saja turun dengan intensitas tinggi. Seolah-olah memberi tahu bahwa saat ini matahari terlalu malas menampakan dirinya dan memilih mengumpat dibalik awan kelabu. Tapi sepertinya eksistensinya sudah tidak lagi ia hiraukan saat dua orang berseragam polisi datang ke Hotel dan membawa kabar jika lima orang korban yang berhasil di identifikasi. Diantarnya ada nama Bapak dan Mama.
KAMU SEDANG MEMBACA
HISTORY OF KANZA | Jung Sungchan
Fiksi PenggemarSemua orang mungkin menginginkan hidup bahagia bersama keluarga yang utuh. Makan diatas meja yang sama, menonton tv diminggu sore bersama ibu dan bapak. Sama seperti Kanza ia juga meninginkan hal itu.