Jika biasanya selepas latihan basket Kanza akan bergegas untuk pulang. Maka hari ini tidak. Ia bersama Reyden memilih untuk belok terlebih dahulu ke salah satu cafe yang biasa mereka singgahi dari sejak masuk SMA. Letaknya tidak jauh, hanya butuh waktu sekitar 5 menit dari gor basket.Hingga akhirnya saat Kanza mulai mendorong pintu, wangi kopi yang tengah dibuat oleh barista disana cukup membuat dirinya merasa rileks.
"Ice cream choco mint?"
Belum juga membuka mulut, salah satu pelayan disana lebih dulu menyerangnya yang membuat Kanza geleng-geleng kepala, "Tau aja lo." lengkap dengan kekehan ringan.
"Cokelat panas sama roti bakar pake keju doang cuma buat malem, itupun kalo lagi ada live music disini. So, gue udah tau apa yang mau lo pesen sekarang." jelaa si gadis panjang lebar, yang terlihat sudah akrab sejak lama.
"Ada diskon gak nih?"
Gadis itu tergelak hebat, "Ada dong! Pas banget, khusus buat hari ini nyampe besok kalo lo beli ice cream dapet satu gelas Ice Capuchino."
"Mantep, lo nya?" lalu ia beralih pada Reyden yang tengah mengutak atik ponselnya.
"Americano dingin."
"Yaudah itu aja, jadi berapa semuanya?"
"Totalnya jadi 42.500."
"Dine in or..."
"Dine in dong. Dikasi tempat bagus begini apaan di take away."
"Siap, masih ditempat biasa?"
Sebagai jawabannya Kanza hanya mengangguk. Setelah itu ia berlalu bersama Reyden menuju spot biasa.
Begitu duduk ia mulai merebahkan punggung lelahnya pada kursi yang terbuat dari kayu. Tidak memperdulikan eksistensi Reyden yang masih push rank sejak keluar dri gor tadi. Anak itu, jika sudah dalam mode on maka semua yang ada disekitarnya tidak akan pernah diperdulikan. Keculi jika terjadi kecelakaan, mungkin dia akan sudi melihat pada situasi itu.
Ngomong-ngomong Kanza suka cafe ini. Entah itu dari bangunannya, barang-barangnya, bau kopi yang sedang dibuat, atau mungkin suasananya yang terasa begitu hangat. Tapi satu yang Kanza tidak suka, kopi. Ia bahkan tidak tahu jenis kopi apa yang paling nikmat untuk diminum. Yang ia tahu dari Kevin bahwa setiap jenis kopi pasti memiliki ciri khasnya masing-masing. Tapi meskipun kakaknya itu menjelaskan panjang lebar mengenai sejarah kopi dari tahun ke tahun, Kanza tidak akan pernah tertarik. Ia hanya menyukai wangi dari kopi. Itu saja, tidak kurang dan tidak lebih.
Cafe yang mulai didirikan pada tahun 2000-an ini selalu mengadakan live music setiap 1 bulan sekali. Tak luput Manager cafe disini juga akan mengundang minimal satu artis untuk menghibur para pelanggan. Tepatnya dimalam minggu, karena setiap malam itu pengunjung akan membludak seperti sedang mengadakan konser. Undangan artisnya pun beragam. Namun yang sering kesini adalah Febby Putri, seorang penyanyi sekaligus pecinta lagu yang selalu berhasil membuat seorang Kanza menjadi galau brutal.
Lelaki itu lalu menarik napasnya panjang. Meskipun didetik berikutnya ia harus dikagetkan dengan gebrakan meja dari si gadis tadi.
"Bar-bar banget lo jadi cewek! kaga ada lembut-lembutnya. Pantes aja diputusin terus." serobot Reyden meski mata anak itu tidak berpaling sedikitpun.
"Masih mending gue, lah temen lo yang itu," ia menunjuk pada Kanza yang mulai memakan ice cream miliknya dengan wajah berseri. "Gak pernah laku, kaya potocard bias gue. Cakep tapi pajangan doang!" ejeknya.
Orang yang tengah disindir oleh gadis itu lantas hanya bisa melongo tidak percaya. Ia bahkan tidak mengerti apakah standar kehidupan sekarang harus memiliki pacar? apakah seseorang yang tidak pernah berpacaran harus mendapatkan diskriminasi setiap harinya seperti sekarang ini? Ah sudahlah! Kanza sendiri pun pusing jika harus membahas masalah ini. Padahal niatnya kesini untuk menenangkan pikirannya, bukan untuk berdebat masalah percintaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
HISTORY OF KANZA | Jung Sungchan
FanficSemua orang mungkin menginginkan hidup bahagia bersama keluarga yang utuh. Makan diatas meja yang sama, menonton tv diminggu sore bersama ibu dan bapak. Sama seperti Kanza ia juga meninginkan hal itu.