27. A Chance To Tell The Truth

24.4K 2.8K 248
                                    

Ramdan mendorong laptopnya. Kepalanya terasa pening. Bayangan akan apa yang terjadi akhir pekan lalu memenuhi benaknya. Setelah mencoba beberapa minggu untuk putus kontak dan bersusah payah untuk move on, Ramdan malah bertemu kembali dengan Erin dalam acara makan siang dengan Rosa dan Rita.

Erin yang biasanya tidak pernah terlihat, malah datang bersama Kafi. Ia berdiri dengan takut-takut di awal seperti anak kucing yang terdampar di jalan raya. Lalu secepat kilat, ia mengubah kepribadiannya. Sama seperti seekor anak kucing, saat merasa nyaman, ia akan mulai berulah dan manja. Begitu yang Erin lakukan. Ia—lagi-lagi—dengan mudahnya menarik siapapun. Bagai magnet magis yang menyihir orang-orang di sekitarnya.

Dia benar-benar seperti anak kucing.

Tetapi, yang paling membuat Ramdan kini mengurut pelipis adalah kejadian setelahnya. Ketika Ramdan tak sengaja kembali ke ruangan untuk mengambil kacamatanya yang tertinggal. Ia malah mendapati pertengkaran di dalam ruangan.

Ramdan ingat betul ia mendengar umpatan dan teriakan dilayangkan Rita. Berlanjut dengan Kafi yang sepertinya terdengar menyelamatkan Erin. Pada akhirnya, Ramdan meminta seorang pegawai untuk mengambilkan dengan menyatakan bahwa Ramdan menelepon untuk mencarikan.

Kata-kata Rita masih bisa terulang di dalam kepala Ramdan hingga hari ini.

"Mana mungkin Ramdan mau sama cewek miskin kayak lo! Lo ngomong apa sama Ramdan? Lo pasti bilang lo keluarga Bimarya, kan?"

Ia hanya bisa membeku ketika mendengar hal tersebut. Satu frasa kunci tertangkap di telinga Ramdan: Cewek miskin yang mengaku-aku sebagai keluarga Bimarya.

Nyatanya, Erin tidak pernah melakukan seperti itu sama sekali. Erin benar-benar mengaku sebagai perempuan dengan uang seadanya dan sederhana yang orangtuanya sudah meninggal.

Jadi, apakah Erin berkata jujur?

Ramdan melirik ke arah map di ujung mejanya. Gayatri yang memberikannya kemarin. Isinya merupakan hasil investigasi latar belakang Erin yang sampai hari ini belum Ramdan buka.

Ramdan tidak ingin membukanya.

Ia takut. Ia takut dengan fakta yang ada di depannya.

Bagaimana kalau apa yang ia takutkan benar? Apakah ia siap menerimanya? Dan bagaimana jika apa yang ada di sana positif dan membuat Ramdan berharap? Lalu ia harus jatuh lagi?

Ramdan menghela napas. Ia memejamkan matanya. Tangannya mengambil ponsel sambil menerawang dan berpikir. Hidungnya mengambil napas berat sebelum, "Fuck, let's do it!"

*

Ramadhana Galandra
Can we talk?

Demi apapun yang ada di dunia ini, Erin yang sudah mandek dengan novelnya, nyaris melompat ketika mendapatkan pesan singkat dari Ramdan sore ini. Ia menatap ke arah jam dinding.

Erin Firania

After office? How about at Grand Indonesia?

Ramadhana Galandra
I need somewhere more private.
Riska di rumah?

Erin Firania
Aku nggak di sana lagi.

Ramadhana Galandra
Maksudmu?

Erin Firania
[Location]
Aku di sini sekarang.

Match UnmatchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang