41. I Won't Lose

21.9K 1.9K 74
                                    

P.S. PART 40B/EXTENDED VERSION YANG MENGANDUNG MUATAN EXPLICIT SUDAH TERSEDIA DI KARYAKARSA YA

*

Erin menghela napas keras-keras ketika melihat hasil laporan dari Wina dan beberapa anggota tim Ad-hoc pagi ini. Sudah satu bulan lebih ia berada di dalam perusahaan milik ayahnya. Tak terhitung berapa kali pandangan sinis dan mengerikan terlihat dari orang-orang lain yang kaget dengan keberadaannya.

Rumor dan gosip serta omongan tidak sedap pun berkembang. Banyak yang mengata-ngatainya anak bawang atau anak bodoh yang masuk dan langsung menyentuh posisi atas.

Demi Tuhan, rasanya, Erin ingin mencabik mulut orang-orang itu. Tidak ada juga yang mau bergabung dalam perusahaan ini. Kalau bukan karena Kafi yang memintanya, Erin pasti akan lebih baik meengemis mencari pekerjaan.

"Jadi, ini sudah semuanya?" tanya Erin memastikan datanya pada Wina.

Wina mengangguk. "Sudah, Bu. Seharusnya itu semua."

Total ada dua puluh partner yang terindikasi melakukan kecurangan bersama Rosa. Rasanya, Erin bisa menggila. Bagaimana mengatasi semua ini?

Dasar wanita serakah! Apa Rosa tidak cukup dengan semua hartanya hingga harus mencari celah dengan cara gila seperti ini?

Erin memijat pelipis. Pengetahuannya tentang dunia distribusi dan manajemen seperti ini masih sangat minim. Ia butuh Kafi, tetapi, Kafi baru akan datang setelah makan siang nanti mengingat kakak sepupunya itu punya dua pekerjaan bersamaan.

"Mana anak itu? Kenapa dia bisa ada di sini!?" Teriakan yang menggema membuat Erin memutar bola mata. Sekali dengar, ia sudah tahu siapa yang datang.

Wina dan anggota tim lain saling berpandangan. Kebingungan dan tidak tahu harus berbuat apa.

"Kalian bisa bubar, laporkan kepada saya lagi nanti, ya. Jangan lupa kirim tembusan juga ke Pak Kafi dan Pak Ramadhana." Erin berucap tegas menutup rapat tepat ketika Rosa main asal membuka pintu ruangan Erin.

Wina mengangguk sambil berjalan ke luar diikuti oleh karyawan lainnya. Mereka sedikit merunduk sambil berjalan buru-buru melewati Rosa yang sudah melipat tangan di dada sambil menatap Erin tajam-tajam.

"Apa yang kamu lakukan di sini? Ini ruangan Rita!" Rosa berkata ketus. Ia berjalan ke arah Erin. Suara hak tingginya terdengar menghentak begitu keras pertanda ia sedang marah.

Erin mencoba tenang sebisanya. Ia mengambil napas, masih tetap duduk di kursinya. "Kak Kafi menyuruh saya untuk menggantikan posisi Rita."

"Apa kata kamu?"

"Rita masih dirawat, kan? Dia relapse lagi?" tanya Erin kemudian. Walaupun bernada menyindir, sejujurnya, ia sedikit banyak khawatir.

"Bicara apa kamu? Rita itu sedang sakit hati karena kamu merebut pacarnya." Jari telunjuk Rosa menunjuk-nunjuk Erin. "Jadi, dia sedang jalan-jalan untuk menyembuhkan sakit hatinya."

Erin menarik napas. Rosa memang tak bisa berubah. "Oh, begitu?"

Rosa mendengkus. Ia mendecakan lidah sebal. Wanita paruh baya itu semakin mendekati Erin. "Kamu lebih baik tahu tempatmu dan pergi dari sini."

"Atau apa?" balas Erin tak mau kalah. "Saya punya saham yang lebih besar dari Anda, Ibu Rosa."

Rosa mendelik. Tak terima dibantah.

"Saya punya hak untuk berada di sini, Ibu Rosa. Bahkan posisi saya berada di atas Anda."

Erin mencoba menyembunyikan gentarnya dengan percaya diri. Ia berdiri dari kursinya. Kakinya memutar meja. Kini, posisinya dan Rosa berhadapan dengan pandangan sejajar.

Match UnmatchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang