28 - Mi Instan Aja Nggak Instan

35 4 0
                                    

“Bu, ada PR Matematika!” rengek Nabila seperti biasanya sampai-sampai aku hafal nada bicaranya saat merengek karena saking seringnya dia seperti itu.

“Iya, Bu. Banyak banget, Bu!” rengek Gita pula.

“Masih inget Bu Mira bilang apa kalau ada PR banyak?”

Nabila, Gita, Anisa, dan Syifa nyengir kuda. Aku tahu mereka sudah tahu tapi mereka tidak mau tahu.

Aku membuang napas pendek. “Bu Mira, kan, udah sering bilang kalau PR-nya banyak kalian kerjain dulu yang sekiranya kalian bisa jadi begitu sampe di sini kita tinggal nyocokin aja. Mbok sekali-sekali nyenengin Bu Mira gitu lho, Nduk, Nduk.” Aku masih dengan sabar memberitahu mereka entah untuk keberapa ratus kalinya.

Mereka nyengir lagi.

“Pengennya juga gitu, Bu, tapi nggak bisa,” timpal Gita.

“Nggak bisa kenapa?” tanyaku.

“Soalnya susah semua, Bu,” dalih Anisa yang diamini dengan anggukan kepala oleh ketiga temannya yang lain.

“Pinter bener ya ngelesnya.” Aku menjentikkan jariku ke arah Anisa seolah ingin menyentil dahinya tanpa benar-benar mengenainya. Anisa terkekeh-kekeh. “Ya udah. Mana PR-nya?” tanyaku.

Anisa menyerahkan LKS Matematika miliknya padaku sementara dia dan teman-temannya mengeluarkan buku dan alat tulis dari dalam tas.

“PR-nya yang mana?” tanyaku lagi.

“Halaman 34, Bu.” Kali ini Syifa yang menjawab dengan takzim.

Aku mengangguk kemudian membuka halaman yang dimaksud. PR yang dimaksud tidak banyak sebenarnya— hanya ada lima soal uraian— dan setelah mempelajari soal-soal itu sebentar ternyata soal-soal itu tidak terlalu sulit karena semua cara sudah dijabarkan di lembaran sebelumnya. Aku melihat jam di jam yang terpasang di dinding rumahku dan tiba-tiba aku punya ide bagus.

“Gimana kalau kita main games hari ini?” gagasku. 

“Lah, Bu, terus PR-nya gimana?” protes Nabila dengan wajah kebingungan yang juga nampak di wajah ketiga muridku yang lain.

Games kita hari ini tentang PR kalian kok—”

“Yaaaahhh.” Mereka berempat kompak mengerang.

“Bentar, bentar. Bu Mira jelasin dulu. Jadi ini, kan, soal ada lima ya. Nah, masing-masing dari kalian nanti menjawab soal. Yang nomer berapa aja bebas. Tapi kalau sudah dijawab sama temen kalian berarti kalian nggak boleh jawab lagi. Kalian hanya boleh menjawab soal yang belum dijawab sama temen kalian. Nah, terus karena kalian cuman berempat berarti nanti boleh ada yang menjawab dobel ya. Siapa yang bisa mengerjakan soal dengan benar maka nanti kalian bisa dapetin hadiah dari Bu Mira. Yang berhasil jawab dobel berarti nanti hadiahnya juga bisa dilipatgandakan. Gimana? Setuju nggak?”

Nabila, Anisa, Gita, dan Syifa langsung ribut.

“Hadiahnya apa, Bu?” tanya Anisa dengan semangat 45 bersahutan dengan teman-temannya yang lain.

“Aku jawab nomer 1.”

“Aku jawab nomer 3.”

“Aku… Ih, kamu kok udah duluan jawab yang nomer 3 sih? Ya udah deh, aku nomer 2 eh eh jangan. Aku jawab nomer 5 aja, Bu.”

“Aku nomer 4 aja ah yang soalnya pendek.”

Mereka kemudian sibuk sendiri dan aku hanya memperhatikan.

“Bu, hadiahnya apa, Bu?” Mereka mendesakku untuk mengatakan apa hadiah permainan hari itu tapi aku hanya menjawab dengan satu kata— rahasia— dengan gerak bibir serta membuat gestur mengunci mulut yang membuat mereka sedikit merajuk. Namun, mereka tetap maju satu per satu mengerjakan soal demi iming-iming hadiah yang kujanjikan tadi.

The Course Jilid DuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang