Undangan dari Arif

2.7K 172 4
                                    

"Nda nanti beneran liat kakak main? " Tanya Kafka tanpa menoleh karena sedang membantu Shinta mencuci piring.

Setelah makan siang, Shinta dan Kafka berdua di dapur membersihkan piring kotor karena Mbak Ina hari ini izin. Sementara Bella dan Caca membersihkan meja makan.

"Jadi dong. Adik-adik udah seneng banget mau nonton kakak kok. " Jawab Shinta tanpa menoleh dan tangannya terus mengelap piring-piring yang disodorkan Kafka.

"Termasuk baby boy yang ada di perut bunda? " Tanya Kafka lagi.

Ya, bayi yang di kandung Shinta berdasarkan hasil USG berjenis kelamin laki-laki. Di usia kehamilan yang sudah 6 bulan Shinta merasakan sangat bahagia. Keluarga mereka juga sangat bahagia menyambut anggota baru keluarga mereka.

"Pasti dong. Kakak puas-puasin main dulu. Nanti kalau udah kuliah pasti jatah waktu di rumah berkurang banyak. " Jawab Shinta dan mengelap tangannya karena sudah selesai pekerjaan mereka.

Ya, Kafka diterima di Universitas negeri ternama yang menjadi impiannya.

Flashback

Sedari pagi Kafka harap-harap cemas. Nanti pukul 2 siang akan ada pengumuman hasil seleksi perguruan tinggi.

"Kak, sarapan dulu yuk. Udah jam 9 kakak belum sarapan. " Ujar bundanya sembari menepuk pundak Kafka.

Kafka sedari pagi memang hanya berdiam diri di ruang tengah. Tak tahu harus melakukan apa.

"Nanti aja nda. Kakak masih kenyang. " Tolak Kafka halus.

Shinta menggeleng.

"Ayo, kakak harus makan. Bunda gak mau kakak sakit. " Bujuk Shinta sekali lagi.

Kafka menatap Shinta.

"Kakak takut nda. Kakak takut kalau nanti hasilnya enggak sesuai harapan. Kakak takut bunda sama papa kecewa. " Lirih Kafka menyampaikan isi hatinya.

"Kak, jangan terlalu takut. Kakak sudah berusaha semaksimal mungkin. Sekarang waktunya pasrah. Pasrah sama takdir dari Allah. Ini bukan akhir kak. Banyak jalur lain untuk masuk ke perguruan tinggi impian kakak. Kakak selalu membanggakan bunda sama papa. Dengan kakak rajin belajar, kakak punya prestasi diluar akademik, kakak nurut, kakak sayang sama keluarga, kakak enggak terjerumus ke pergaulan bebas. Itu semua udah bikin bunda dan papa bangga kak. Jangan terlalu dipikirin ah. Ayo temenin bunda sarapan. "Jelas Shinta panjang lebar.

Kafka mengangguk dan menuruti permintaan bundanya.

Keduanya sarapan terlebih dahulu.

Pukul 2 siang Kafka sudah duduk dengan laptop di depannya. Dibelakangnya Shinta dengan setia menemani putra sulungnya. Hari ini Shinta khususkan waktunya untuk Kafka. Anak itu sangat butuh dampingan orang tuanya hari ini.

"Baca bismillah dulu kak. " Ucap Shinta sembari menepuk pundak Kafka.

Anak sulungnya itu sudah tegang bahkan sebelum memasukkan data diri di website seleksi.

Kafka mengangguk. Setelah membaca doa dia mulai mengisikan data diri untuk melihat hasil seleksinya.

"Nda, kok lemot ya. " Keluh Kafka atas koneksi internetnya.

"Sabar, satu Indonesia yang ikut seleksi pada buka webnya kak. " Ujar Shinta menenangkan putranya.

Cukup lama hingga akhirnya website memuat dengan baik. Kafka dan Shinta membaca satu per satu kata dengan hati tak menentu.

Kafka masih terdiam sementara Shinta sudah tersenyum senang.

"Alhamdulillah selamat kakak. Anak bunda abis ini jadi mahasiswa. " Seru Shinta sembari memeluk Kafka yang masih terdiam.

Menikahi Duda Anak TigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang