Keputusan Besar Shinta

2.7K 160 0
                                    

Nayanika tertidur pulas dalam gendongan omanya, Reininta sementara Shinta duduk di sampingnya dengan hati gelisah dan takut. Pasalnya dia sedang menunggu ayahnya yang masih di kamar mandi. Shinta memainkan jari-jarinya terlihat gelisah. Pagi ini dia memutuskan ke rumah kedua orangtuanya hanya bersama Nayanika karena Danu, suaminya ditemani oleh Caca sedang menjemput Kafka ke terminal karena anak sulung mereka itu hari ini pulang dengan naik bus dari kota tempat dia berkuliah. Shinta hari ini ingin membicarakna terkait rencananya mengambil gelar magister di luar negeri yang sudah direncanakan dengan sangat matang oleh ayahnya.

"Cucu opa kok malah tidur ini. "Celetuk Dewa melihat Nayanika yang pulas tertidur yang tak mengerti ketegangan suasana yang tercipta pagi ini. Dewa duduk di depan putri tunggalnya dan menatap putrinya dalam. Putri kecilnya sudah benar-benar menjadi seorang ibu, perubahan fisik Shinta membuat Dewa tak tega tapi putrinya memang harus melewati fase itu. Dia harus siap melihat putrinya mengarungi kehidupannya sendiri, tak selamanya ada dalam pengawasan dan tanggung jawabnya.

"Kamu keliatan capek Ta, apa kamu tidak mempertimbangkan usulan suamimu untuk mempekerjakan pengasuh untuk Nayanika? "Tanya Dewa membuka pembicaraan.

"Aku masih sanggup mengurusi Nayanika yah, lagipula Mas Danu dan Mbak Ina banyak membantu aku untuk mengurusi Nayanika. "Jawab Shinta sedikit gugup.

Dewa memandangi putrinya dan Nayanika bergantian.

"Yah, aku mau membicarakan sesuatu, ini terkait rencana kita... "Shinta memberanikan diri membuka obrolan tentang studinya, namun Dewa langsung memotong ucapan Shinta.

"Tunggu Nayanika lebih besar Ta, dia masih terlalu kecil untuk kamu tinggal ataupun kamu ajak kesana. Sekalian menunggu anak-anakmu yang lain beranjak besar. Mungkin nanti ayah juga akan menawari Kafka S2 disana. "

Penjelasan Dewa membuat Shinta lega, tanpa sadar dia menghembuskan nafasnya sedikit lebih keras membuat Dewa tersenyum geli.

"Makasih papa, makasih. "Lirih Shinta dengan air mata menggenang mengetahui seberapa besar hati ayahnya untuk tidak memaksakan kehendaknya kali ini. Dewa tersenyum melihat putrinya yang sudah tumbuh dewasa.

"Jadilah ibu yang baik, nak.  Gelar magistermu papa pastikan akan kamu dapatkan tanpa kamu harus mengorbankan gelarmu sebagai ibu. "Ujar Dewa menguatkan Shinta.

Ambisi Shinta untuk mendapatkan gelar magister akan tetap Dewa dukung dan Dewa usahakan yang terbaik, namun sekarang bayi kecil itu membutuhkan ibunya dalam setiap detiknya.

Nayanika terbangun dan membuka matanya. Dia menatap omanya dan tersenyum serta menggerak-gerakkan kaki dan tangannya membuat oma dan opanya gemas. Dewa tak tahan dan segera mendekat untuk menciumi cucunya itu. 

Shinta menatap interaksi kedua orangtuanya dengan Nayanika. Kedua orangtuanya memang tak pernah protes atau meminta Shinta segera menghadiahkan cucu bagi mereka namun kelahiran Nayanika menjadi bukti bahwa orangtuanya selama ini sudah sangat mendambakan cucu untuk menemani hari tua mereka dengan keceriaan.

Shinta menyandarkan tubuhnya di sofa, dia lega akhirnya masalah yang akhir-akhir ini sibuk menggelayuti pikirannya bisa selesai dan menemukan jalan keluar bahkan tanpa perlu dia mengusahakan apapun. Mungkin nanti dia akan mengawali pembicaraan kepada suaminya dan Kafka terkait tawaran ayahnya untuk kelanjutan studi Kafka.

...

"Bundaaaa. "Seru Kafka setelah turun dari mobil. Dia bergegas menghampiri bundanya yang sedang menggendong Nayanika dengan tas punggung biru tuanya itu tetap bertengger.

"Kak, cuci tangan sama cuci kaki dulu."Seru Danu dari belakang Kafka setelah dia turun dari mobil.

Kafka baru sadar bahwa dia masih dari luar dan membawa banyak kuman untuk adik bayinya. Dia melipir sejenak ke kamar mandi sebelum menghampiri bunda dan adiknya. Setelah dia mandi dan bersih, dia menghampiri Shinta dan mencium tangannya.

"Bunda kangen banget sama kakak. "Ucap Shinta sembari memeluk Kafka dengan tangan kirinya.

"Kakak juga kangen sama bunda, maaf ya bunda kemarin waktu adik lahir kakak gak bisa pulang. "Ujar Kafka penuh penyesalan.

Shinta tersenyum, dia mengerti bagaimana kesibukan putranya sebagai mahasiswa baru. Lagipula kampus Kafka cukup jauh dari rumah mereka, menempuh hampir 7 jam perjalanan darat membuat Kafka tak bisa sering-sering pulang kecuali ada libur panjang.

Kafka beralih kepada adik bayinya. Bayi itu tersenyum dan membuat Kafka gemas. Kafka mengambil Nayanika dari gendongan bundanya dan menciumi Nayanika tak henti membuat bayi itu sedikit risih dan wajahnya memerah menandakan dia akan menangis.

"Kak, jangan diciumi terus adiknya kasihan. Sana gendong adiknya ajak main di dalam. Bunda bikinin jus jeruk dulu. "Ujar Shinta sebelum Nayanika mengeluarkan suraa tangisnya yang memekakkan telinga orang satu rumah.

Kafka menurut dan menyusul papa dan Caca yang sudah masuk rumah terlebih dahulu. Shinta beranjak ke dapur, mengambil buah jeruk di kulkas dan membuat jus jeruk yang segar untuk keluarganya. Setelah siap di membawa empat gelas jus jeruk di nampan untuk dibawa ke dalam rumah.

Sore ini keluarga Danu menikmati waktu dengan mendengarkan cerita Kafka tentang kehidupannya sebagai mahasiswa baru di perantauan. Nayanika anteng di gendongan Kafka ikut mendengarkan cerita kakaknya seolah sudah mengerti saja apa yang diceritakan kakaknya itu sementara Caca tidur di paha kiri Kafka. Kedua putri kecil Danu itu seolah tak mau lepas dari Kafka yang sudah lama tidak berjumpa dengan mereka, apalagi Nayanika baru kali ini bertemu dengan kakak sulungnya itu.

Suasana semakin ramai saat Bella menelepon dari pesantren. Mereka saling berebut bicara dengan Bella bahkan Nayanika ikut mengoceh tak jelas. Danu berjanji akan menjemput Bella dua bulan lagi saat liburan semester tiba bersamaan dengan Kafka yang juga akan pulang lagi untuk liburan semester. Danu menjanjikan anak-anaknya bahwa mereka akan berlibur bersama menyesuaikan dengan kondisi Nayanika yang masih bayi. Mendengar suara adiknya Bella tak bisa membendung tangisnya karena dia belum pernah bertemu adiknya. Hal itu membuat Shinta tak tega dan berjanji minggu nanti ketika ada jadwal menjenguk mereka sekeluarga akan menjenguk Bella di pondok pesantren. Mendengar itu Bella sontak berseru senang karena dia akan bertemu dengan semua keluarganya dan mengobati kangennya.


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 12 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Menikahi Duda Anak TigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang