Aneh

219 20 21
                                    

     "Gw kira lu orang pinter," ucap orang itu, anak yang paling menyebalkan di kelas ini.

     "Aku memang pintar, kenapa kau berkata seolah kepintaranku hanya kebohongan semata?" balasku menatapnya dingin.

     "Heh." Orang ini... dia meremehkanku. "Bukannya lu emang sok pinter doang ya? Sok cari perhatian guru padahal aslinya tong kosong doang. Padahal gue cuma nanya pertanyaan mudah ke lu, kok lu gak bisa jawab?" Ucapannya benar-benar mengesalkan.

     "Mohon maaf, bukannya tidak bisa menjawab, hanya saja pertanyaanmu itu aneh sekali. Maksudku, kau bertanya, 'jika seekor paus yang memiliki berat 2 ton pada usia ke 2 tahun, makan berapa berat telur yang akan dihasilkan?' dan menurutku itu pertanyaan yang aneh." Aku mencoba menjelaskan tentang betapa anehnya pertanyaan yang dilontarkan anak menyebalkan ini.

     "Kenapa lu bilang pertanyaan gue aneh?" Kurasa otaknya perlu disetel ulang.

     "Karena paus tidak bertelur!" jawabku dengan sedikit emosi.

     "Tuh pinter." Hah? Apa maksudnya? Bukannya dia tadi mengataiku bodoh? Kenapa sekarang dia malah memujiku? "Bego banget muka lu pas bengong, jawabannya emang itu, tolol. Paus tuh gak bertelur. Itu aja lama banget mikirnya," ucapnya dengan nada menyebalkan.

     "Ray, kenapa kau suka sekali menggangguku? Aku salah apa padamu? Apa karena aku anak pindahan makanya kau pikir kau berhak mem-bully-ku seperti itu?" ujarku protes, alisku menukik karena kesal.

     "Gak sih, iseng aja, lu lucu kalo lagi digodain." Orang itu segera pergi setelah berujar demikian, dia kira aku anak kecil kah?

     Aku seorang anak pindahan dari negara lain. Meskipun aku berasal dari negara dengan bahasa dan budaya yang berbeda, aku bisa segera mempelajari semua yang berada di sini.

     Awalnya semuanya biasa saja, Ray, orang yang menyebalkan itu juga awalnya tidak melakukan apa-apa, tidak mengganguku sama sekali. Tapi aku ingat kalau aku pernah menolongnya mengambil buku di tempat tinggi sekali, setelah itu dia menjadi sering menggangguku. Aku bertanya-tanya, apakah perbuatanku itu mengganggu baginya? Sebenarnya dia tidak sependek itu, tapi aku bisa melihat dia sedikit kesulitan mengambil buku itu, jadi aku membantunya. Jika benar dia tersinggung hanya karena itu, dia benar-benar anak yang aneh.

     Besok harinya aku kembali ke sekolah dan lagi-lagi bertemu dengannya, aku penasaran keisengan apalagi yang akan dia lakukan padaku. Aku melewatinya begitu saja dan mengambil tempat di kursiku.

'puutt...'

     "WAHAHAHAHA–" Wajahku spontan memerah setelah mendengar tawa anak nakal itu pecah. Sialan, aku tidak melihat ada bantal kentut di kursiku, segera aku lemparkan itu padanya. Aku harap bantal itu mengenai wajahnya, tapi nihil, dia menangkapnya bak pemain basket profesional.

     "Dih~ cemen banget, lemparan lu gak ada kencengnya sama sekali." Seringai terpampang jelas di wajahnya. Dia mendekat dan menduduki mejaku dengan kurang ajar.

     "Apa maumu? Kenapa kau selalu menggangguku?" Aku menatap wajahnya yang sangat dekat dengan wajahku.

     Dia menyingkirkan poni aneh itu dari wajahnya dan menyelipkan mereka di belakang telinganya, cantik. Segera aku mundurkan wajahku darinya. "Bukannya gue udah kasih tau ke lu ya? Reaksi lu tuh lucu kalau digodain. Masih kurang jelas ya? Atau lu gak paham sama ucapan gue?" ucapan itu kontras sekali dengan wajah cantiknya yang sedang tersenyum.

     "Itu bukan jawaban yang masuk akal untuk mem-bully seseorang, harusnya kau tahu itu." Anak ini, dia benar-benar membuatku kesal.

     "Well, kenapa engga? Cobain deh ganggu orang yang lu suka dan liat reaksi mereka kayak gimana," ucapnya dengan enteng dan tawa ringan.

     "Hah? Suka?" balasku dengan tanda tanya besar yang berputar di kepalaku. Apa maksudnya dengan 'suka'?

     Dia tidak menjawab, melainkan menjauhkan wajahnya dan kembali menutup wajah cantik itu dengan poninya yang aneh. Telinganya merah? Apa dia sedang malu?

     "Shut up, forget that! my tongue is just slipping by accident." Dia berbalik dan berjalan pergi begitu saja. Benar-benar anak aneh.

     "Omong-omong wajahmu ternyata cantik ya," ucapku tanpa sadar. Dia berhenti, kemudian berbalik.

     "Lu bilang apa?" Pertanyaan itu menyadarkanku.

     "Kau, cantik." Bukannya menyangkal pernyataanku yang sebelumnya, aku malah mengulangi pernyataan itu sekali lagi.

     "A-aneh." Memalingkan wajahnya? Itu sangat menggemaskan.

     "Untung saja hanya ada kita berdua di kelas ini ya? Kalau tidak semua orang pasti akan melihat wajah cantik Ray memerah dengan sangat menggemaskan." Aku menggodanya kali ini, ternyata reaksinya lucu sekali.

     "Can you just shut your f*ckin' mouth up?" Ah, hatiku berdebar melihat reaksi menggemaskan itu, kurasa aku juga punya perasaan padanya.

     "Kau suka aku kan? Bagaimana kalau kita pacaran?" Berani sekali aku berkata begitu padanya, kurasa aku benar menyukainya. Ini bukan perasaan naif semata saja kan? Kuharap tidak begitu.

     "Sialan! Kalau kata gue lu mending diem ya!" Aku tangkup wajahnya dan kusingkirin rambut itu dari wajahnya.

     "That's not even the answer to my question." Wajahnya bertambah merah, manisnya.

     Dia tidak bersuara, namun ia menganggukkan kepalanya pelan. Dengan segera, kuhapus jarak yang ada di antara ku dengannya.

//The End//

Halo~

Dadah~

NorRay OneshotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang