-11- Kembali Bertemu

60 8 22
                                    

Kalau lupa ceritanya sampai dimana, bisa dibaca lagi bab sebelumnya, ya.


Satu bulan terakhir, Aryan telah beberapa kali menemui Aura di kantin rumah sakit tempat wanita itu bekerja. Setiap pertemuan mereka selalu diiringi dengan obrolan hangat dan tawa ringan. Aura telah menganggap Aryan sebagai teman curhat yang bijak, karena Aryan selalu mampu memberikan saran yang tepat dan menenangkan.

Selain bertemu langsung, Aryan juga sering berkomunikasi dengan Aura melalui WhatsApp. Percakapan mereka tak pernah kehilangan kehangatan, meski hanya lewat layar ponsel. Namun, meskipun kedekatan mereka semakin tumbuh, Aryan tetap bersikeras menganggap Aura sebagai teman.

Di bawah sinar senja yang meluncur lembut di balik kanopi putih, Aryan dan Farhan melangkah masuk ke dalam arena pernikahan Faris, teman kelas sebelah pada saat mereka SMA. Suasana ramai dan penuh keceriaan menyambut kedatangan mereka, tetapi Aryan masih merasakan beban di pundaknya. Ia berusaha mencari semangat di tengah riuhnya acara yang begitu meriah.

Aryan yang mengenakan batik bernuansa biru membuatnya semakin terlihat karismatik dan berwibawa. Warna yang mencolok namun tetap sopan menambahkan sentuhan elegansi pada penampilannya, menampilkan kesan yang kuat dan mengesankan.

Namun, dalam kerumunan itu, wajahnya tampak biasa saja, tak menonjol di antara orang-orang yang tengah bersuka cita menyaksikan pernikahan temannya. Di dalam hatinya, ia merasa malas sekiranya harus menghadiri acara pernikahan ini. Baginya, kehadiran di sana terasa seperti kewajiban kosong, terlebih lagi karena Aryan dan Faris tidak begitu akrab.

Aryan dan Farhan selesai berjabat tangan dengan pengantin, tersenyum sopan saat mereka melangkah ke depan tempat makanan yang dipersiapkan. Dalam cahaya gemerlap lampu dan hiasan yang memikat, mereka berhenti sejenak, mempertimbangkan pilihan makanan yang menggoda di hadapan mereka.

"Tuh, kan, Han. Gue males sebenernya kesini, mana rame banget," ucap Aryan kepada Farhan. Sahabatnya lah yang mengajak Aryan untuk pergi ke acara ini.

"Rugi, Yan. Lo nggak mau makan gratis?" tanya Farhan.

Aryan menghela napasnya kasar, seakan mengekspresikan rasa kebosanan yang terus menggelinding. Matanya menjelajah di sekitar, mencari-cari sesuatu yang bisa membangkitkan selera makannya. Akhirnya, pandangannya tertuju pada sebuah tanda bertuliskan 'bakso', menyiratkan harapan akan kenikmatan sederhana dari semangkuk hidangan yang familiar.

"Gue ke sana, ya, Han," ucapnya pamit dengan Farhan.

"Kabarin gue, lo duduk dimana nanti," balas Farhan dengan sedikit berteriak.

Di tempat bakso, keramaian tak terhindarkan. Orang-orang berdesak-desakan, mengantri dengan sabar demi sepiring kenikmatan. Aryan pun ikut dalam antrean, meskipun ia sudah berada cukup jauh dari tempat pengambilannya. Namun, keinginannya untuk menikmati bakso begitu besar, sehingga ia rela menunggu, mengharapkan saat-saat nikmat di ujung perjalanan antriannya.

Dua orang sebelum tiba gilirannya, pandangan Aryan tertuju pada seorang wanita dengan batik modern yang memukau. Desainnya begitu indah, memancarkan keanggunan dan kepercayaan diri. Sekilas, Aryan mengenali wanita yang baru saja ia lihat. Postur tubuh tinggi semampai dan rambut cokelat sebahu itu membuatnya yakin bahwa sosok yang berada dua orang di depannya adalah Aura.

Perasaan terkejut dan penasaran kini membanjiri benaknya, membuatnya semakin tak sabar untuk memastikan bahwa itu memang wanita yang ia temui beberapa waktu lalu. Aura terlihat begitu anggun dalam batik modern itu, semakin menegaskan pesona yang selalu menarik perhatian Aryan. Detik demi detik berlalu, Aryan berharap ia bisa berbicara dengan Aura dalam suasana yang tak terduga ini.

One Of My StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang