Bandara cukup sepi pagi ini. Sesepi tatapan mata lelaki yang kini hanya bisa memandangi jalanan di depannya dengan nanar. Menunggu, hanya itu yang bisa dia lakukan. Hatinya masih berharap orang itu mau datang meskipun hanya untuk mengucap salam perpisahan.
Tapi sepertinya harapan hanya tinggal harapan. Tiga puluh menit menjelang keberangkatannya, tidak ada tanda-tanda orang yang ia tunggu itu akan muncul.
Selamat malam. Boarding untuk Maskapai ABC dengan nomor penerbangan 56K76 tujuan Philipina akan segera dimulai. Para penumpang dimohon untuk menuju gerbang C-2 dan persiapkan pas dan identifikasi Anda. Terima kasih
"Udah siap semua kan? Nggak ada barang yang ketinggalan?" Tanya Vren pada Brusko yang sedari tadi hanya diam mematung.
Lelaki itu hanya menghela napas panjang, lantas memaksakan seulas senyum "Udah"
"Oke, kita check in sekarang"
Langkahnya terasa berat, tapi ia terpaksa harus terus menjejak maju. Hatinya sungguh ingin tinggal, tapi takdir terbaiknya adalah pergi. Kalau sudah begitu, ia bisa apa?
Sepuluh meter dari boarding gate, seseorang memanggil namanya lebih tepatnya menyumpahinya.
"BENTAR BRUS WOY LAH BAJINGAN BENER LO MAEN PERGI AJA!"
Umpatan kasar itu membuatnya terkekeh. Skylar datang membawa rombongan lain yang tak kalah heboh.
"Katanya berangkat jam 8 aelah lo, baru juga jam 7 lewat dikit"
"Lo pada sih lama"
"Nih nungguin Deden lama banget mandinya kek perawan. Belum lagi si Vyn ini nih, pake segala salah belok tol. Goblok" Skylar menggebu.
Brusko hanya terkekeh. Tapi matanya mulai memerah, menahan agar tak ada bulir air yang muncul.
"Sini lah peluk dulu!" Brusko merentangkan tangannya. Irrad adalah yang paling pertama mendekapnya, kemudian diikuti teman-temannya yang lain secara bebarengan.
Heboh sekali, sampai jadi pusat perhatian penumpang lain.
Mereka pelukan lama sekali, seolah tengah mempersiapkan obat rindu yang mungkin akan menggunung nanti.
"Sering berkunjung ke sini ya lo" kata Vyn saat pelukan mereka terlepas.
"Bilang aja lo takut gue lupain"
"Gosah geer"
Brusko hanya diam, ia masih berharap bahwa orang itu mau menemuinya untuk yang terakhir kali.
"Nyari Banana?" Usapan pelan di pundak menarik Brusko kembali ke realita.
Lelaki itu cepat menggeleng.
"Boong banget anying, kita tuh dah temenan dari lo masih jadi kecebong ya bangsat" Tutur Irrad
"Mau gue telfonin biar dia dateng?" Tawar Irrad.
"Nggak perlu. Dia pasti sibuk. Banyak hal yang harus dia tangani hari ini..." lirih di akhir kalimat, menandakan bahwa jauh dalam lubuk hatinya, pemuda itu sedang berbohong.
Mohon perhatian. Ini adalah panggilan boarding terakhir untuk para penumpang Maskapai ABC penerbangan 56K76 tujuan Philipina, boarding di gerbang C-2. Pemeriksaan terakhir akan selesai dan pintu pesawat akan ditutup dalam waktu sekitar lima menit. Terima kasih
"Ko...?" Vren memanggil.
"Gue pergi dulu ya..."
"Jangan minum kopi mulu" kata Lemon.
"Jangan sering begadang lo" Sahut Deden
"Ntar gue sering-sering main kesana dah" Timpal Irrad.
"Dah, gue berangkat yak. Lo pada-"
"TUNGGU DULU!"
Brusko membulatkan mata saat melihat dari kejauhan orang yang ia tunggu kedatangannya sedang berlari menerobos kerumunan. Tidak peduli beberapa tatap mata tengah menghakiminya. Tidak peduli beberapa orang mulai terang-terangan membicarakannya. Tidak peduli orang-orang mulai melemparkan ujaran kebencian padanya.
Dia terus berlari, mengejar kesempatan yang mungkin tidak bisa ia dapatkan lagi di kemudian hari.
Larinya melambat saat jarak mereka kian dekat. Anak yang lain mulai menyingkir, memberi akses pada orang itu untuk mendekat.
Dan dari jarak yang sedekat ini, Brusko menyadari bahwa kedua mata merah itu menggenangkan bulir kristal yang siap tumpah.
Nafasnya keduanya menderu. Brusko sedari tadi berusaha meredam emosinya. Tapi begitu melihat orang yang paling ditunggunya itu muncul dengan wajah menahan tangis, tembok pertahanan yang dibangunnya dengan susah payah itu runtuh.
Tatapan mereka bertemu untuk beberapa lama. Tatapan yang saling memendam luka.
"Ko..." rangkaian kata-kata yang sudah ia persiapkan sulit sekali ia ucapkan kini.
Lelaki itu tersenyum dengan sangat lebar. Senyum yang menyiratkan kelegaan luar biasa.
Kembali pada dua anak adam yang dari tadi hanya saling menatap tanpa kata. Ada begitu banyak emosi yang terbenam. Atmosfir yang melingkupi keduanya seketika berubah sendu.
Bagi keduanya, ini adalah patah hati yang paling sakit...
"Gue takut tadinya ga bakal bisa ngucapin selamat tinggal, tapi Tuhan rupanya masih berbaik hati pada pengecut seperti gua" kata Banana sambil terkekeh, seolah hal yang ia ucapkan adalah hal paling lucu.
Banana mengerjapkan mata, menghalau butiran air mata yang makin mendesak turun. Hidungnya sudah merah sekali.
Tapi kemudian ia menggeleng. Senyumnya kembali terbit "Dah, baik-baik lo di sana. Jangan skip makan. Jangan begadang mulu lo. Jangan nge Game mulu. Jangan bikin -"
"Love you"
Waktu seperti dihentikan untuk sementara saat kedua manik gelap itu terkunci. Menghadirkan pandang yang kemudian berkabut karena air mata yang mulai penuh.
"Lo bilang apa barusan?" tanya Banana memastikan sekali lagi.
"Love you"
Detik berikutnya, Brusko hanya paham bahwa tubuhnya direngkuh dalam pelukan yang begitu erat. Seolah ia adalah barang berharga yang harus dilindungi.
"I Love you more Ko... I love you, really. Sorry telat, harusnya gue yang pertama kali bilang"
Brusko melepas pelukan, menghapus air matanya, dan memandang wajah pemuda didepannya.
Keduanya tertawa.
"Gue pergi ya... Makasih buat semuanya" ucapnya untuk yang terakhir kali.
Brusko berjalan menjauhi teman-temannya. Berbalik badan dan melambaikan tangannya.
Brusko farewell anying, patah hatiku wak
KAMU SEDANG MEMBACA
MLBB Pro Player
Teen FictionPlease jangan salpak‼ homopobhic go away ~ . . . Jadwal update ga nentu