"Lo gak cemburu pacar lo dikerubungin banyak orang gitu?" Nino jadi yang pertama untuk bertanya pada Pai yang sedari tadi pusatkan perhatian pada sosok kekasihnya yang sedang sibuk mengemasi barang di ujung aula.
Di sekelilingnya, para adik tingkat sibuk bertanya dan si sosok kekasih Pai ini, Hengky, seperti tak keberatan untuk menanggapi.
Sedangkan Pai hanya sibuk tunggu di bangku dekat pintu keluar ditemani Nino yang juga lakukan hal sama, menunggu kekasihnya.
"Cemburu kenapa?" Si anak satu itu akhirnya menyahut dengan alis bertaut setelah fokusnya dipecah.
Nino sendiri justru pusatkan perhatian pada kekasih temannya itu. Melihat betapa Hengky dipuja para manusia di sana.
"Ya pacar lo lucu, semua orang ngeliatin mulu dari tadi" balasnya. Pai yang dengar hanya terkekeh sembari menyesap sisa es teh di gelas.
"Ya udah, ngapain dicemburuin? gue malah seneng" sahutnya santai.
"Maksud lo?" Pai menyandarkan lagi badannya pada sandaran bangku yang mereka duduki. Fokusnya kembali lagi ditarik pada kekasihnya yang masih saja sibuk ladeni sambil pasang senyum cerahnya yang buat Pai bersumpah kalau Hengky terlihat begitu indah.
"Gue seneng kalo banyak orang yang suka dia, sayang sama dia, soalnya dia emang layak dicinta. Tapi fakta kalo dia cuma punya gue, lo semua bisa apa?" Nino berdecak akan alasan Paii.
Nino menggumam 'bucin lo' berkali-kali yang undang Pai untuk lepaskan tawa kecilnya.
Setelahnya hanya ada hening yang dilingkupi samar suara keributan dari ujung ruang. Pai dibuat sibuk lagi untuk amati betapa cerah sosok kekasihnya.
Lima menit sesudahnya, kerumunan adik tingkat yang sedari tadi mengerubungi Hengky akhirnya pergi. Kekasihnya itu lekas saja menghampiri Pai yang sudah menunggunya dari tiga puluh menit yang lalu.
Kaki-kaki dibalut sepatu putih itu dibawa berlari kecil, biarkan helai rambutnya ikut menari ditiup angin.
"Paiii! Ayo pulang," ajaknya dengan nada yang menurut Pai begitu menyenangkan. Yang diajak sendiri langsung beranjak lantas berpamitan pada Nino yang masih harus menunggu si yang katanya pemilik hati.
"Ayo. Gue duluan yak" Nino hanya beri acungan jempol, biarkan teman karibnya mendahului.
Keduanya lantas berjalan menuju parkiran tak beriringan. Hengky di depan sibuk tatap tiap langkah kakinya, sedangkan Pai di belakang pasang senyum hangat lihat tingkah kekasihnya.
"Tadi ngomongin apa? Keliatannya serius banget" Hengky bertanya saat tangannya ditarik pelan oleh Pai untuk digenggam.
"Kepo banget, cil" respon Pai yang buat Hengky mencibir.
"Nyebelin" Pai terkekeh sambil mengacak rambut yang mulai panjang milik kekasihnya. Agaknya gemas pada helai yang terasa begitu halus.
"Mau es krim ngga?" tawar Pai begitu sampai di tempat ia parkirkan motornya. Yang ditanyai lantas mengangguk cepat.
"Mau! Ayo beli es krim!" serunya senang. Pai tergelak dengarnya.
"Ayo, sini pake helm dulu." Dengan penuh sayang Pai memasangkan helm hitam milik Hengky. Sedangkan empunya hanya menahan senyum dari bawah.
"Hehe, Pai ganteng" pujinya dengan senyum yang merekah. Lelaki yang dipuji menautkan alisnya sedikit heran.
"Suruh siapa jadi lucu gini?" gemasnya sembari mencubit kecil hidung Hengky yang disambut dengan cengiran lebar.
"Nggak adaa! Mau bikin Pai sayang aku aja" katanya dengan santai. Paii terkekeh, ditepuknya pelan kepala dengan helm hitam itu.
"Padahal gak lucu juga aku sayang"
"Kalo sayang dapet cium?" tanya Hengky dengan mata berbinar.
Pai mau bersumpah kalau kesayangannya terlihat begitu menggemaskan. Jadi, lagi-lagi jemarinya mencubit kecil hidung Hengky.
"Di rumah nanti ya, manis?" tawar Pai. Hengky tanpa ragu mengangguk senang yang buat kekasihnya menahan senyum gemas.
"Yeay! Siap, kapten!"
Memakai lagi helm yang dilepas tadi sehabis sejenak mampir pada kedai pinggir jalan, kini mereka kembali lanjutkan perjalanan pulang.
Keduanya sama bersenandung, bertingkah layaknya dunia milik mereka. Satu tangan Hengky seperti biasa terlingkar manis pada perut Pai, satunya lagi dipakai untuk bantu melahap es krim pemberiannya.
Pai itu selalu tahu cara menikmati waktu, biarkan motornya berjalan pelan supaya waktu yang dihabiskan dapat lebih lama. Padahal sore itu, motornya melaju di bawah awan yang mulai mengabu dalam gelap. Tapi bukannya dipercepat, ia tetap pada lajunya.
Tapi, Tuhan masih berbaik hati pada dua anak ini. Mereka sampai di rumah sebelum hujan deras mengguyur. Pai memarkirkan motornya pada halaman depan rumah Hengky. Pula ikut turun untuk bantu lepaskan helm yang masih dipakai.
"Paii, Paiii" Hengky memanggil setelah yang lebih tinggi menyimpan helm pada setang motornya.
"Iya, sayang?" sahut Pai sambil lagi-lagi beri elusan lembut pada rambut Hengky.
"Kenapa?" Hengky enggan menjawab sebab bibirnya ia bawa untuk langsung kecup pipi Paii, lalu tanpa ragu juga beri satu kecup lagi pada bibir kesayangannya.
Paii yang diperlakukan begitu hanya diam, agaknya masih memroses pada tingkah tiba-tiba kekasihnya.
"He he, hadiah buat Paii!"
Lantas sesudah dapatkan lagi kewarasannya, Pai beri senyuman lebar. Satu tangannya berangkat mengelus dagu Hengky sebelum kepalanya ikut mendekat dan biarkan bibirnya memagut ranum delima milik kekasih manisnya.
Keduanya menutup mata, pula Hengky yang biarkan Pai makan habis bibirnya.
Maka sore itu di pekarangan rumah Hengky yang begitu sepi, keduanya larutkan diri pada cumbuan penuh afeksi biarkan gerimis mulai mengikis napas yang semakin tipis.
Ntar eman ama irrad menyusul
KAMU SEDANG MEMBACA
MLBB Pro Player
Novela JuvenilPlease jangan salpak‼ homopobhic go away ~ . . . Jadwal update ga nentu