12

1.6K 131 2
                                    

Katanya cinta bisa tumbuh dari pandangan pertama, mengawali kisah dari lirikan mata, mendebarkan perasaan setiap kedua insan saling berhadapan.

Namun, cinta itu tidak berlaku bagi setiap orang. Cinta tidak hanya dari sebuah ketertarikan, tetapi juga dari biasa berjumpa dengannya.

Dulunya, bagi Ellen cinta sudah habis bersama sang ke kasih yang telah pergi. Namun, nyatanya cinta tak pernah padam walaupun orang itu berbeda.

Dari yang awalnya hanya sebuah formalitas saja, dan menutupi aibnya dihadapan publik. Ia mengorbankan Elang dalam lingkaran yang hanya ia yang bisa mengendalikannya.

Walaupun begitu, perlahan benteng keegoisannya perlahan goyah dengan sikap hangat suaminya itu. Tak pernah sekalipun ia terpikir mendapatkan pengganti Faro sebaik ini.

Kalau dipikir, yang paling diuntungkan pernikahan ini adalah dirinya sendiri, tapi mengapa ia selalu melihat Elang bahagia dengan pernikahan ini tanpa didasari cinta?

Dan sekarang Ellen paham, bahwa cinta sesungguhnya bukan tentang bukan hanya tentang perasaan saja, melainkan berusaha memahami pasangan dan menerima lapang dada setiap kekurangan.

Elang terlalu baik untuknya, sampai ia merasa bersalah dengan perbuatannya yang selalu menyakiti suaminya itu.

Sekarang, Ellen berusaha memperbaiki kesalahannya dengan berusaha menjadi istri yang baik untuk suaminya, dan memanfaatkan waktu untuk menciptakan moment bahagia.

Seperti saat ini, ia memandangi wajah tenang Elang yang masih terlelap. Sesekali ia mencium gemas bibir peach sang suami yang mengerucut.

Jam menunjukkan 8 pagi, dan Ellen masih betah tiduran di brangkar. Ia terkekeh saat tangannya digenggam erat setiap ia melonggarkan tangannya. Ia masih ingat, Elang tidak mau tidur sendirian di brankar dan memintanya untuk berada disampingnya. Jadilah ia dalam posisi ini.

Sesekali tangan ramping Ellen membetulkan nasal canula Elang yang bergeser. Kata Dokter, trauma dada akibat kecelakaan naas itu membuat kinerja paru-paru Elang mengalami penurunan.  Untuk sementara waktu, Elang masih bergantung pada alat itu.

Dokter juga mengatakan, sebagian memori Elang juga hilang, beruntung tidak sampai melupakan anak dan istrinya. Dari pemeriksaan kemarin, Elang merasa dia berada di tiga tahun yang lalu, dimana ia mulai baru mengenal Mahendra dan Launa. Maka wajar saat sadar kemarin, ia tidak mengenal betul mereka.

"Good morning, baby," ucap Ellen lembut. Mengusap pipi putih Elang yang berusaha mengumpulkan kesadarannya.

"Morning," jawabnya setengah sadar.

Ellen tersenyum simpul memperhatikan bagaimana muka polos Elang saat bangun tidur. Sungguh ia tak tahan menciumnya.

Dengan gerakan halus, ia membantu Elang duduk bersandar, dan membantunya minum di nakas sebelah brankar.

"Siap untuk bersih-bersih?" tanya Ellen mengambil sebaskom air hangat yang dipersiapkan bersama dengan kain kecil.

Elang menggeleng. "Mau mandi, nggak mau dilap aja. Aku bau."

"Untuk beberapa hari, diwaslap badannya, ya?  Tubuh kamu masih panas loh," jawab Ellen sambil menarik bey bey fever di kening Elang.

Semalam, suhu tubuh suaminya kecilnya itu naik, dan masih belum turun sepenuhnya.

Elang dengan muka kesal hanya mengangguk tidak ikhlas.

Ellen terkekeh melihatnya. Dengan hati-hati ia membuka baju kimono Elang, dan mewaslap bagian tubuh atas.

Ellen meringis melihat bekas operasi di tubuh kurus suaminya, apalagi dibagian  perut dan dada yang terekspos. Tak bisa ia bayangkan bagaimana sakitnya Elang saat itu.

Stay With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang