20

1.1K 96 9
                                    

Ellen yang berada di ruang ICU tak bisa membendungi air matanya. Ia tak tenang setiap detik waktu berjalan, Ia sangat takut dada yang bergerak lambat itu tiba-tiba berhenti.

Semuanya terasa menyesakkan, sampai Ia lupa untuk memperhatikan dirinya sendiri.

Hampir seminggu Elang belum menunjukkan tanda-tanda kesadarannya. Selama itu Ia menjaganya tanpa kenal lelah.

Ia juga meminta suster agar Ia saja membersihkan tubuh suaminya. Mulai dari mewaslap sampai mengganti popok dan tidak membiarkan orang lain yang melakukannya, kecuali mama mertuanya--Launa.

Seperti saat ini, tibalah waktu untuk membersihkan tubuh Elang. Wadah air di sebelah di nakas bersama kain halus telah disiapkan.

Tubuh Elang yang beberapa hari belakangan hanya ditutupi kain tipis dari perut hingga paha semakin memudahkannya untuk mengusap tubuh kurus Elang.

Ellen terenyuh setiap melakukan aktivasi ini, tak bisa ia bayangkan bagaimana sakitnya sang Suami di tempeli dan dimasukkan banyak alat-alat medis mengerikan.

Tubuh itu juga terasa sangat dingin, ingin rasanya mengambil selimut tebal untuk menghangatkannya, tapi kata Dokter hal itu dilakukan untuk merangsang kesadarannya.

Ellen menjadi tidak tega saat kain tipis yang menutupi are privasi suaminya disingkap. Perban menutupi bekas operasi terpampang jelas disana, belum lagi popok yang tampak semburat kemerahan.

Sebisa mungkin, Ellen membersihkannya selembut mungkin, takut semakin menyakitinya.

Dion yang baru masuk mematung melihat ayahnya yang sedang dibersihkan area privasinya. Selama ini ia memilih memalingkan muka tidak kuat melihat parahnya kondisi ayahnya.

Dengan langkah berat ia mendekati brangkar, pandangannya meliar ke bagian tubuh bawah ayahnya.

Darah itu masih keluar, dan itu sangat membuatnya sakit. Mengingat penjelasan Dokter, ia bisa kapan saja kehilangan ayahnya.

Dion mencoba memberanikan diri berdiri sebelah brangkar. Ellen yang menyadari kehadiran anaknya tersenyum sendu.

"Nggak pa-pa, Nak. Jangan khawatir, Ayah pasti kuat," ucap Ellen seakan melihat raut kekhawatiran anaknya.

Dion membisu, tangannya bergerak mengusap dada yang bergerak lambat itu. Matanya dibanjiri lelehan air, tak tega merasakan napas dalam ayahnya.

Ellen yang melihat Dion menangis, kembali meneteskan air mata. Mereka sama-sama hancur melihat tonggak kebahagiaan mereka berada dalam hidup dan mati.

Ellen memutuskan cepat-cepat kebersihan area privasi suaminya, lalu kembali menutup tubuh ringkih itu agar tidak semakin menyakiti pemandangan mereka.

Ellen menggenggam tangan yang terkulai lemah suaminya, ia hirup aroma tubuh yang di dominasi antiseptik.

Dion yang di sebelahnya, membelai wajah tirus sang Ayah. Sungguh pemandangan memprihatinkan melihat ayahnya masih terlihat kesusahan bernapas walaupun sudah dibantu ventilator.

Ellen terkejut merasakan pergerakan tangan Elang, ia langsung memandang wajah terpejam itu, begitu juga dengan Dion yang tak percaya.

Namun bukan kelegaan yang datang, tubuh itu semakin menyentak dengan napas menyenggal, dada itu membusung dengan EKG berbunyi tidak beraturan.

"Kenapa ini? Sayang jangan seperti ini."

"Ayah!"

Hati Ellen dan Dion berkecamuk melihat Elang yang tiba-tiba kejang-kejang.

Alarm code blue berbunyi nyaring memperingati kondisi gawat dararut.

Dokter dan perawat lain berlarian masuk ke dalam, meminta keluarga pasien untuk keluar.

Stay With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang