Rencana yang Neona susun matang-matang selama satu minggu ini kelihatannya bakalan gagal. Rencananya mudah kok, Neona tinggal masuk ke cafe ramen, menghampiri cowok itu, lalu mereka ngobrol. Tapi yang ada dia malah mematung di depan patung kucing raksasa di depan cafe ramen. Di kepalanya terbayang segala kesialan yang akan terjadi saat dia dan cowok itu kencan.
"Tunggu apa lagi? Itu si Vano udah nunggu di dalem," dorong Nala yang sedari tadi berupaya membuat temannya bergeming.
"Ntar dulu, gue grogi tau. Kan lo tau sendiri ini pertama kalinya gue ngedate sama orang." Kalimat itu sudah sering Neona ucapkan. Tapi kali ini terdengar nada putus asa yang menyedihkan, ditambah raut gerogi yang sangat tergambar di wajah bulatnya.
Nala menghela napas berat. "Neo, kan lo udah chattingan tuh sama Vano, udah dapet dua minggu. Dia pasti nggak jauh beda lah sama aslinya. Dia udah baik ngajak ketemu langsung. Lagian tempatnya juga tempat umum, di mall. Mana mungkin dia ada niatan jahat sama lo," racau Nala membuat Neo ingin menyumpal mulutnya detik ini juga. "Pede aja yuk, udah cakep gini."
Salah satu ketakutan yang Neona pikirkan adalah bagaimana kalau Vano kecewa dengan penampilan dirinya. Neona memperhatikan sepatu dan baju yang ia kenakan. Semuanya sudah dia siapkan sejak tiga hari yang lalu. Baju overall denim dengan kaos putih yang dia pilih sendiri, tanpa bantuan Nala karena selera temannya itu nggak banget buat Neona. Ia berharap penampilannya tidak payah.
Tapi yang masih payah adalah dirinya sendiri.
Neona payah kalau urusan cowok. Setelah lima tahun akhirnya dia memberanikan diri untuk berkenalan dengan cowok. Cowok asing yang belum pernah dia temui, belum pernah mendengar namanya, atau segala hal tentang dia. Cowok yang pada akhirnya Neona izinkan memasuki kehidupannya yang penuh krisis percaya diri. Ada banyak cowok yang Neona abaikan. Gadis itu berharap Vano bukanlah kesalahan yang harus dia sesali setidaknya sampai satu tahun ke depan. Karena Neona harus menghentikan segala ketakutannya sendiri.
Gadis berambut sebahu itu menggenggam erat strap sling bag nya bersamaan dengan tekad bulat. "Ayo kita masuk." Nala saja sampai dibuat agak terkejut dengan perubahan sikap itu.
Dua cewek itu kemudian memasuki cafe ramen yang tampak cukup ramai. Hampir semua tempat duduknya penuh dan sialnya Neona nggak tau mana yang namanya Vano.
"Telepon aja dia," usul Nala gemes sendiri melihat temannya itu celingukan, sebelum keduanya terlihat mencurigakan.
Segera Neona mencari kontak Vano di hapenya lalu menekan logo call di layar. Tak lama tertulis berdering. Vano mengangkat panggilan itu. Dengan ragu Neona menempelkan ponselnya ke telinga. "Ha-hallo?" Jujur saja, saat PDKT virtual Neona banyak menghindar ketika Vano mengajak ngobrol via telepon kecuali kalau memag genting atau dipaksa Nala.
"Halo, Neo? Udah sampai?"
Bersamaan dengan suara berat Vano, Neona melihat seorang cowok tengah menempelkan ponselnya sambil celingak-celinguk tengah duduk di samping dinding di deretan belakang. Benar kata Nala, Vano cakep, bahkan lebih cakep dari profil atau foto-fotonya di Instagram. Tanpa bisa Neona cegah, sebuah senyuman tipis terukir di wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Again
Teen FictionNeona nggak keberatan kalau harus dijodohkan dengan orang yang belum dia kenal. Sayangnya Neona mengenal orang yang akan dijodohkan dengannya. Kafka Balaputradewa. Mantannya! Kini Neona harus berurusan kembali dengan orang yang dulu membuatnya haru...