Nala membuka pintu cafe dengan kasar, beberapa menit setelah seorang cowok dengan seragam SMA yang sama keluar. Gadis dengan bandana marun itu berjalan cepat melewati rintik-rintik hujan menuju mobil sedan hitam yang terparkir di halaman cafe. Pak Jaja dengan sigap keluar dari mobil sambil membuka payung lalu membukakan pintu mobil untuk anak majikannya yang sudah setengah basah. "Mau saya antar kemana lagi, Non?" tanyanya dengan hati-hati karena ekspresi kekesalan tersurat jelas di wajah Nala.
"Langsung pulang." Nadanya teramat ketus, sesuai dengan wajahnya yang kusut.
Pak Jaja lantas menutup pintu mobil kemudian melakukan pekerjaannya sebagai sopir pribadi. Mobil lalu menjauh dari cafe itu menuju jalanan sore yang sama sekali tidak lengang. Butir-butir air membasahi Ibu Kota yang kering kerontang, membuat jalanan mengepulkan asap saat rintik hujan yang semakin deras itu jatuh di atas aspal panas. Cuaca seakan memahami suasana hati Nala yang runyam.
"Aku mau kita putus." Kata-kata itu masih sangat segar diingatannya. Cowok atletis khas pebasket idamannya itu mengatakan dengan entengnya beberapa menit yang lalu. Nala tau apa yang harus dilakukan setelah diputuskan oleh pacar yang amat dia sayang-sayang. Bukan bersedih apalagi menangis, tapi menghapus dan memutus semua percakapan mereka berdua. Termasuk meng-unfollow dan memblokir semua sosial medianya.
"Itu bukannya temennya Non?" Pak Jaja melambatkan mobilnya.
Di trotoar tak jauh dari mobil, tampak seorang cewek dengan seragam batik tengah berjalan dalam kondisi basah kuyup. Jelas itu bukan seragam sekolah Nala. Ketika semakin dekat, Nala sangat tau siapa cewek itu. Ia segera membuka jendela lalu melongokkan kepalanya.
"NEONAAAA!!!" panggilnya sekuat tenaga untuk mengalahkan suara derasnya hujan. "LO NGAPAIN HUJAN-HUJANAN?!" Pak Jaja menginjak rem.
Neona tersentak dan mendongakkan kepalanya. Penampilannya lebih parah dari sakadar berantakan. Rambut, badan, sepatu, hingga ransel, semuanya basah kuyup. Nala segera turun setelah meminta payung ke Pak Jaja. "Neona?!" Nala tak sanggup berkata-kata.
"Nala...." Indra pendengaran Nala tidak bisa menangkap suara Neona, tapi dia tau dari gerak bibir pucat sahabatnya itu. Nala juga tau kalau Neona sedang menangis walaupun air matanya dikaburkan oleh tetesan hujan.
Hujan tidak lagi mengguyur tubuh ringkih Neona berkat payung Nala. Ia menurut begitu sahabatnya memintanya masuk ke mobil. Apapun yang tengah menimpa Neona, Nala yakin itu adalah sesuatu yang buruk.
Nala memegangi telapak tangan Neona yang begitu dingin. Ujung jemarinya keriput, membuat hati Nala semakin teriris. "Ne, lo harus cerita ke gue," katanya lembut sambil menatap mata sayu Neona. "Pak Jaja, kalau ada teh anget beliin habis ini. Sama handuk," pintanya.
Giginya bergemelutuk, tubuhnya bergetar. Perasaan bersalah menimpa Nala karena dia tidak membawa sesuatu yang bisa membuat Neona tidak menggigil kedinginan. Sementara Pak Jaja menoleh ke kiri dan kanan untuk mencari cafe atau warung yang menyediakan teh hangat dan juga toko yang menjual handuk.
"Gue... pengen... pindah...," ujar Neona lirih.
"Pindah? Pindah sekolah?" tanya Nala memastikan. Neona pun mengangguk dua kali perlahan. "Kenapa? Ada yang nyakitin elo? Ada yang nge-bully elo?" Intonasinya mulai meninggi.
Diamnya Neona membuat semakin khawatir. "Gue udahan... sama Kafka...." Neona menghapus air matanya yang tak berkesudahan.
Sontak Nala memelotot tak percaya. "HA?! PUTUS? Si Kafka selingkuh?! Mukulin elo?! Nge-bully elo?!" tuduh Nala.
Neona bergeleng, bibirnya melengkung ke bawah sebelum isaknya pecah. Bahunya naik turun dan bergetar hebat. Ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan yang keriput. Tidak banyak yang bisa Nala lakukan, kecuali memberinya tisu dan memeluknya. Tiap isakan diiringi rengekan itu masih berlanjut. Nala memeluk sahabatnya dan membiarkan pakaiannya ikutan basah. Getaran karena tangis dan kedinginan itu kini terasa jelas bagi Nala karena pelukan itu. "Sekarang lo ke rumah gue, ya." Neona akan cerita kalau dia sudah siap, seperti biasa. Dalam waktu hampir sembilan tahun berteman, Neona tidak pernah seperti ini sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Again
Teen FictionNeona nggak keberatan kalau harus dijodohkan dengan orang yang belum dia kenal. Sayangnya Neona mengenal orang yang akan dijodohkan dengannya. Kafka Balaputradewa. Mantannya! Kini Neona harus berurusan kembali dengan orang yang dulu membuatnya haru...