Bab 3 - Melesat Jauh

9 1 0
                                    

Dosen wanita muda itu menggelengkan kepala beberapa kali dengan alis bertaut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dosen wanita muda itu menggelengkan kepala beberapa kali dengan alis bertaut. Seolah yang sedang dilihatnya di laptop adalah sebuah anomali yang belum pernah ia temui. Padahal itu hanya judul skripsi yang Neona ajukan beserta latar belakang yang dia buat dengan susah payah. Semakin dosen pembimbingnya menggeleng, semakin cekot-cekot jantungnya berdetak. Perutnya yang sudah mules sebelum masuk ruangan semakin nggak karuan rasanya.

"Coba kamu ketik judul kamu yang pertama ini di Google Scholar," titah Bu Restu dengan suara dingin tanpa menatap Neona.

Dengan tangan gemetaran, gadis berambut sebahu itu melakukan sesuai perintah Bu Restu di laptopnya.

Regresi data panel dalam memetakan pengangguran di jawa barat

Begitu tombol enter di tekan, dalam sepersekian detik muncul ribuan hasil pencarian. Dan itu bukan berita baik buat Neona.

"See? Ada banyak penelitian yang sudah membahas itu. Saya masih belum menemukan kebaruan di latar belakang Saudara. Jadi sama seperti dua bimbingan sebelumnya, Saudara tidak bisa menggunakan judul ini. Sudah saya jelaskan cari judul yang otentik, dengan latar belakang yang jelas dan kebaruan," tukasnya tajam. "Kebaruan," ulangnya.

Tanpa banyak bicara lagi, Neona segera berterima kasih lalu berpamitan dari ruangan dosen yang penuh sesak ini. Suara menggelegar Bu Restu pastinya didengar dosen-dosen lain yang ada di dalam situ. Neona malu berkali-kali lipat. Ia menghirup dalam-dalam oksigen setelah keluar ruangan mencoba menenangkan dirinya yang sudah kepalang malu dan kecewa. Wajahnya memerah seperti saat-saat dia berada di situasi yang membuatnya panik dan malu. Neona sangat amat membenci dirinya di saat seperti ini. Dia lalu bergegas keluar gedung menemui Nala yang sudah menunggunya di taman fakultas.

Nala sudah menunggunya di bangku taman sambil memakan sebungkus roti. Di bawah kursi tergeletak begitu saja bidak catur yang tertutup, benda yang akhir-akhir ini sering dibawa gadis itu.

"Telat banget ya kalau gue bilang salah jurusan," keluh Neona begitu duduk di samping Nala.

"Ditolak lagi?" tanya Nala enteng.

Neona berdecak. Kedongkolannya kepada Bu Restu belum juga sirna. Benar kata kakak-kakak tingkatnya, mendapatkan Bu Restu sebagai dosen pembimbing adalah mimpi buruk. Kebaruan apanya, dia kan bukan profesor.

"Udah gue bilang tadi lo harusnya bolos aja. Cari cowok." Nala melipat bungkus roti lalu memasukkannya pada tas laptop yang dipangku. "Eh, tapi ntar lo kualat lagi kayak kemaren." Gadis itu terkekeh mengingat cowok tukang selingkuh yang sudah Neona hapus dari kehidupannya. "Ya udah lo coba lagi aja, Neo. Gue juga belum dapat judul nih." Melihat wajah cemberut Neona membuat Nala ingin menjadi motivator. "Kalau lo capek lo nikah aja sono."

"Nikah nikah...."

"Eh, jadi kapan?" Secepat kilat Nala menghadapkan tubuhnya ke arah Neona. Kilatan matanya mengisyaratkan rasa penasaran yang mendalam.

Hello AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang