Neona menghampiri Nala yang tengah berada di gedung UKM lama. Ruangan klub caturnya berada di lantai tiga paling ujung pojok. Itu artinya gadis dengan rambut dikepang menyamping itu harus naik tangga empat kali sambil membawa satu kotak nasi, oleh-oleh miniatur Petronas, tas jinjing berisi laptop, satu botol air kemasan, dan satu buku tebal. Peluh menetes membasahi punggungnya. Perlu waktu sepuluh menit untuk Neona berjalan dari gedung jurusannya ke gedung lama UKM.
Ini adalah pertama kalinya Neona memasuki gedung UKM. Benar, dia memang tidak mengikuti UKM alias unit kegiatan mahasiswa satu pun. Mama nggak masalah kalau Neona jadi mahasiswa kupu-kupu alias kuliah pulang kuliah pulang. Baginya mengikuti UKM akan memecah fokus kuliahnya. Akan tetapi alasan utamanya adalah karena gadis itu tidak cukup percaya diri. Seperti sekarang, ketika para anak UKM yang berlalu lalang di gedung, sesekali melemparkan tatapan keheranan pada Neona. Suara gelak tawa mereka saling beradu menembus dinding-dinding ruangan mereka. Beberapa ruangan yang Neona lewati tampak berisi orang-orang yang tengah serius berdiskusi. Bagaimana jadinya kalau Neona punya teman sebanyak itu, ya. Mungkinkah hari-harinya akan lebih berwarna.
Nyeri di tangan Neona semakin terasa karena bawaannya yang banyak itu. Dia sudah di lantai tiga dan sudah mengelilingi pintu-pintu ruangan dua kali tetapi ruangan klub catur itu belum juga kelihatan. Nala tidak bisa dihubungi, nomornya tidak aktif. Mau berkeliling lagi, tapi Neona keburu malu ditatap orang-orang penghuni UKM itu. Alhasil dia hanya bisa berdiri di pinggiran tangga sambil menurunkan bawaannya. Solusi yang bisa dia pikirkan saat ini adalah dengan bertanya kepada orang random. Neona celingukan, siapa tau dati posisinya sekarang bisa menemukan ruangan itu, atau kebetula Nala keluar, atau juga untuk mencari orang yang memungkinkan untuk ditanyai. Mata Neona seperti alat pemindai yang membaca kepribadian orang berdasarkan wajah dan perspektif Neona yang subjektif.
"Cari siapa?"
Suara seseorang muncul dari belakang Neona. Apa dia sangat terlihat seperti orang linglung sampai-sampai ada orang yang notice?
Saat gadis dengan setelan batik itu berbalik, seorang laki-laki dengan jaket hoodie navy berdiri di belakangnya. Laki-laki itu menyunggingkan senyum ramahnya. Rambutnya cukup panjang untuk ukuran laki-laki sampai bagian separuh atasnya bisa dikuncir.
"Cari siapa, ya?" ulang laki-laki itu.
"Eng... ruang... klub catur." Selalu di saat-saat seperti ini otak Neona seperti di luar kendali.
"Oh, kebetulan saya juga mau ke ruang klub."
Senyum di wajah Neona seketika terbit. Binar mata Neona membuat laki-laki itu semakin tersenyum. Neona bertekad akan menyemprot sahabatnya yang sudah membuatnya bau keringat.
"Alfi."
Neona tercengang sebentar. Disodori tangan untuk berkenalan secara tiba-tiba adalah momen langka dalam hidupnya. Dengan ragu Neona menyambut jabat tangan itu. "Nnn... Neo." Kemudian mendongak untuk melemparkan senyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Again
Teen FictionNeona nggak keberatan kalau harus dijodohkan dengan orang yang belum dia kenal. Sayangnya Neona mengenal orang yang akan dijodohkan dengannya. Kafka Balaputradewa. Mantannya! Kini Neona harus berurusan kembali dengan orang yang dulu membuatnya haru...