"Pokoknya lo harus nolak perjodohan kocak ini!" tandas Nala pada Neona yang tengah duduk di hadapannya. Ruangan klub catur yang berada di pojok gedung sedang lengang karena sudah memasuki libur semester, jadi Nala bisa mengeraskan suaranya seakan rumah sendiri. Hanya ada beberapa anggota yang datang untuk persiapan lomba catur beberapa pekan lagi. Saat ini, hanya ada dua gadis itu yang menguasai ruangan ini layaknya markas.
Neona tidak langsung menanggapi, dia menatap kosong papan dan buah catur yang ditata Nala. Beberapa menit lagi akan dilakukan simulasi permainan dan analisis permainan dipandu oleh pakar catur yang sengaja diundang untuk menjadi mentor.
Neona menghela napas berat. Ia mengeluarkan botol tumbler dari goodie bag-nya lalu menenggak air mineral, percakapan ini begitu menguras tenaganya. Sama seperti kemarin saat sesi curhat dan spill the tea berepisod-episod dilakukan di kamar Nala. Obrolan soal perjodohan antara Neona dan Kafka kemarin masih berlanjut. Dia rela jauh-jauh dari rumah ke kampus hanya untuk meluapkan kembali kegalauannya kepada satu-satunya orang yang mengerti masalah ini. "Gue udah minta Kafka buat nolak perjodohan ini, sih," adunya.
"Ya semoga aja itu anak mau diajak kerja sama soalnya dia udah minta maaf. Tapi apaan banget dah minta maaf mah minta maaf aja nggak usah pake peluk-peluk," cicit gadis dengan rambut bob itu.
Sementara gadis dengan rambut sepundak itu lagi-lagi menghela napas. "Gue nggak bisa nolak tanpa alasan. Kafka itu terlalu sempurna di mata nyokap gue," jelas Neona nyaris terdengar putus asa. Dia sudah mengatakan ini berulang kali setiap Nala menyuruhnya menjadi anak durhaka dengan menolak perjodohan ini.
Nala selesai menatap buah catur lalu menatap sahabatnya itu tajam. "Tunggu aja sampe nyokap lo tau Kafka udah pernah bikin lo nangis-nangis sambil hujan-hujanan." Nala menekan setiap suku kata.
"OH MY GOD, NALA!" Tiba-tiba saja Neona berdiri sampai membuat buah catur yang telah ditata berantakan. Matanya melotot ke depan sebelum menatap Nala dalam-dalam. "Gue belom bilang ke Kafka buat tutup mulut soal hubungan kita dulu!" paniknya. "Kalau dia make alasan kita pernah pacaran dan kita putus dan kita nggak cocok buat alasan pembatalan perjodohan, gimana?!" paniknya nyaris seperti Eminem.
"Yaelah, santai aja kali. Besok kan bisa lo ngomong sama Kafka. Chat kek apa kek." Nala menata papan caturnya lagi.
Neona menggeleng keras. "Nggak bisa!" impulsifnya. "Gue harus temuin Kafka sekarang!" tekadnya.
"Chat juga bisa, kan?" Nala berusaha menenangkan sahabatnya yang tidak biasanya panik seperti ini.
"Gue nggak punya nomornya lagi." Neona menempelkan telapak tangan kanannya ke jidat. "Gue harus nyamperin Bu Restu." Setelah itu, Neona pergi meninggalkan Nala sendirian untuk memperjuangkan -entah apa itu, pokoknya menyangkut keberlangsungan kehidupannya.
Ternyata Nala bukam satu-satunya anggota di ruangan itu, Kak Alfi baru masuk ruang catur dengan membawa dua kresek besar berisi beberapa kotak makanan dan botol minuman. "Hai!" sapa laki-laki berhoodie tartan cokelat itu pada Neona yang hampir saja menabraknya.
"Ha-hai, Kak," balas Neona tersenyum formalitas. "Aku duluan, ya." Lalu melesat keluar.
Alfi menangkap keberadaan Nala yang tengah sibuk membaca sesuatu dari ponsel sambil memainkan catur sendiri. "Yang lain belum dateng?" sapa Alfi.
"Belum," jawab Nala sambil berkonsentrasi pada artikel yang menjelaskan tutorial trik catur legal trap.
Laki-laki itu menaruh bawaannya di meja panjang, tempat biasa menaruh barang-barang. "Itu tadi," Alfi menunjuk ke belakang dengan jempol kanannya, "temen lo yang waktu itu, kan? Eee, Neo-na?" tebaknya. "Buru-buru banget."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Again
Teen FictionNeona nggak keberatan kalau harus dijodohkan dengan orang yang belum dia kenal. Sayangnya Neona mengenal orang yang akan dijodohkan dengannya. Kafka Balaputradewa. Mantannya! Kini Neona harus berurusan kembali dengan orang yang dulu membuatnya haru...