Bab 10 - Arus

6 1 2
                                    


Kafka yakin bukan cuma dia yang terkejut dengan situasi ini. Karena seorang gadis yang ada di hadapannya sekarang tengah berdiri terpaku menatap lurus ke arahnya persis seperti orang yang habis melihat setan. Tidak ada kata yang Kafka dapat ucapkan, hanya telunjuk kanannya terangkat ke arah gadis itu. Hanya perlu waktu sedetik dalam kebengongannya itu, Kafka dapat melihat keanggunan Neona yang belum pernah dia temukan di masa-masa SMA. Baju feminim dengan riasan wajah dan rambut yang indah menandakan dia bukan Neona yang dia kenal dulu.

Lima detik setelahnya, Neona terhuyung tak sadarkan diri, lalu tergeletak di lantai seperti Princess Snow White setelah memakan apel.

"NEONA!!!" Seorang wanita di samping Neona panik bukan kepalang yang Kafka yakini itu mamanya.

Dengan sigap, laki-laki dengan setelan kemeja santai berwarna olive itu bergegas menghampiri Neona. Dia lalu mengguncang-guncang pundak Neona bersama dengan mamanya dan Mami. Sementara Papi sibuk menelepon dokter.

"Bi Tini! Bi! Ambilin minyak kayu putih, Bi!" pinta Mami. "Kafka, bawa Neona ke kamar!"

Kafka tertegun sesaat sebelum meminta izin kepada mamanya Neona untuk menggendong Neona menuju kamar. Dengan sekuat tenaga, tangan Kafka mengangkat pundak Neona dan tangan kirinya mengangkat kaki gadis itu layaknya Pangeran Floriannya Princess Snow White.

Di kamar Kafka lah Neona berbaring tak sadarkan diri entah karena apa. Mamanya sibuk mengelus-elus puncak kepala Neona. Mami berupaya mendekatkan minyak kayu putih di hidung gadis itu sambil berharap segera sadar. Sementara Kafka hanya bisa berdiri di pinggir kasur melihat tiga perempuan itu. 

"Biasanya apa begini, Jeng?" tanya Mami dengan nada khawatir.

"Nggak biasanya Neona pingsan gini, lho," jawab mamanya Neona yang paling khawatir di sini. "Kenapa, ya, bisa pingsan begini? Neona... bangun, sayang."

Mami tampak berpikir sejenak. "Apa jangan-jangan Neona ini kaget karena tahu kalau calon mertuanya itu dosen pembimbingnya sendiri? Apa selama ini aku terlalu galak, ya?" kata Mami bermuhasabah. 

Dosen pembimbing? Batin Kafka bertanya-tanya.

"Apa jangan-jangan lagi sakit, ya? Soalnya tadi di mobil dia diem aja, Jeng Restu," terka mamanya Neona.

"Piiii? Papi, dokter Ryan udah dihubungin belum?"

Kafka keluar kamar sementara semua orang mengkhawatirkan Neona, Kafka sibuk dengan dirinya yang mencoba mencerna apa yang tengah terjadi barusan. Ia tertegun di halaman belakang sembari menatap kolam yang airnya tenang.

Perjodohan satu pihak yang dilakukan oleh orang tua Kafka ini benar-benar tidak pernah dia bayangkan. Neona adalah gadis pilihan Mami tanpa sepengetahuan Kafka sama sekali. Kalau gadis pilihan itu bukan Neona, Kafka akan menolaknya. Tapi... kalau Neona yang dijodohkan apakah berarti Kafka akan menerimanya dengan senang hati? Kafka juga tidak tahu. Barangkali momen ini bisa jadi jalan Kafka untuk memperbaiki kejadian di masa lalu. Sayangnya, melihat Neona pingsan setelah melihat wajah Kafka, Kafka yakin gadis itu tidak akan sudi bertemu apalagi berurusan dengan Kafka lagi. 

Ponsel Kafka bergetar di saku tanda ada pesan masuk.

_______

William

Lo beneran nggak jadi ngumpul sama kita2?

Lo beneran ada acara keluarga apa mau ngehindar dari kiara doang?

_______

Kafka mengetikkan balasan.

_______

Hello AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang