Bab 4 - Kabur

6 1 0
                                    

Woy kocak lo knp main cabut2 aja neonaaa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Woy kocak lo knp main cabut2 aja neonaaa

Gue ngangong tadi tau kayak anak ilang

Knp deh kebelet boker lo sampe ninggalin gue

Neonaaaa

Jadinya ayamlu gue yg makan hehe

Jawabbbb egeeee lo diculik apa gmn

Gue telpon tante gina lo baru tau rasa

Neonaaaaa

Dua puluh satu panggilan tidak terjawab dari Nala. Neona melempar ponselnya begitu saja setelah membaca rentetan pesan, membiarkan si pengirim pesan hanya bisa melihat dua centang biru dan pastinya sekarang Nala semakin mencak-mencak. Atau mungkin beneran khawatir karena ngira Neona diculik?

Gadis yang sedang merebahkan badannya di kasur dengan kaki bergelantungan itu betul-betul kalut. Kehadiran Kafka adalah kejutan yang tidak terlupakan, Neona benci segala macam kejutan. Dia tak menyangka traumanya sedalam ini ketika bertemu dengan orang yang memicunya. Ya memang, trauma yang ditorehkan oleh Kafka membuatnya cukup kesulitan memperoleh kepercayaan dirinya. Dulu dia mengira menjadi pacar Kafka adalah hal yang paling membahagiakan. Ternyata menjadi mantan pacar Kafka adalah kutukan baginya. Tanpa Neona sadari selama ini, ketakutan dan traumanya bisa separah ini.

"Mas anterin saya cepetan," pinta Neona begitu dia duduk di boncengan motor bebek mas-mas berjaket hijau, tadi saat berusaha kabur dari Kafka.

"Loh, Mbak...." Pemotor itu kebingungan.

Kalau bukan karena kepepet, mana berani Neona senekat ini. Dia menepuk-nepuk pundak laki-laki itu dengan panik. "Udah cepetan, Mas, di komplek Al Baiti pokoknya. Cepetan sekarang." Pemotor itu pun melaju karena melihat calon penumpangnya seperti dikejar setan.

Sesampainya di rumah, pemotor itu berkata, "Mbak saya ini sebenernya bukan ojek," Neona tidak peduli dan memberikan selembar uang lima puluh ribuan, "tapi mayan juga sih. Makasih ya, Mbak." Dia cengengesan lalu pergi.

Begitulah Neona sampai di rumahnya dan akhirnya bisa benar-benar bernapas lega.

Penyesalan demi penyesalan pun tidak terelakkan, bagaikan dijejalkan ke dalam kepalanya. Dia lupa bahwa pertemuan dengan Kafka di luar kendalinya. Neona melakukan segala cara supaya kebisingan dalam kepalanya itu segera enyah. Jemarinya membuka media sosial tetapi tidak ada yang menarik. Ia pun berjalan-jalan di dalam kamarnya sambil tangannya sibuk memencet remot AC supaya suhu di ruangannya sedingin salju Rusia. Tidak ada yang berhasil. Kepanikan macam apa sebenarnya yang sedang dia alami?

Gadis itu duduk di atas kasur dengan kaki bersila. Dia memandangi jalanan di depan rumahnya melalui jendela. Pohon-pohon menjulang tinggi di pinggiran jalan bermandikan cahaya sore yang terik. Satu pohon menjadi pusat perhatian Neona, pohon kelengkeng. Pohon yang ditanam Papa dua belas tahun lalu yang kini tumbuh menjulang dan menghasilkan buah setiap musim kelengkeng tiba.

Hello AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang