Roots I

140 72 1
                                    

Lunar yang telah memutuskan bahwa ia harus mencari tahu lebih lanjut mengenai Raia, memulai pencariannya dengan menggeledah rumah. Ia berjalan perlahan di dalam rumah yang kini terasa asing dan penuh kenangan. Setiap sudut rumah itu mengingatkan Lunar pada kehidupannya yang baru sebagai Raia, seorang gadis kecil di desa kumuh.

Namun, ada satu tempat yang membuatnya ragu untuk memasukinya yaitu, kamar ibunya. Dengan hati yang berat, Lunar memberanikan diri untuk membuka pintu kamar itu dan melangkah masuk. Kamar itu sederhana, tapi penuh dengan kenangan. Lunar melihat sekeliling, mencoba mencari petunjuk yang mungkin bisa membantunya mengerti lebih banyak tentang Raia.

Setelah beberapa menit mencari di laci dan lemari, Lunar menemukan sesuatu yang aneh di dalam sebuah kotak kayu kecil di sudut kamar. Sebuah kalung dengan lambang petir dan pedang bersilangan, terbuat dari emas dan perak, tergeletak di dalamnya. Hanya dengan sekali lihat, Lunar tahu bahwa sesuatu seperti ini tidak mungkin dimiliki oleh orang dari desa kumuh.

 Hanya dengan sekali lihat, Lunar tahu bahwa sesuatu seperti ini tidak mungkin dimiliki oleh orang dari desa kumuh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ini... dari mana ibu mendapatkan ini?" gumam Lunar pada dirinya sendiri.

Kalung itu bersinar samar di bawah cahaya lilin yang menerangi kamar. Lunar memegangnya dengan hati-hati, merasakan berat dan dinginnya logam yang berharga itu. Lambang petir dan pedang bersilangan tampak sangat detail, menunjukkan bahwa kalung ini dibuat oleh seorang ahli.

Pikiran Lunar berputar, mencoba mencari tahu apa arti dari kalung ini dan bagaimana ibunya bisa mendapatkannya. Dia tahu bahwa di desa kumuh, tidak ada yang mampu memiliki sesuatu yang begitu mewah dan bernilai tinggi.

"Apakah ibu memiliki rahasia yang belum pernah kuketahui?" Lunar merenung, merasa semakin bingung.

Dengan kalung di tangannya, Lunar meninggalkan kamar ibunya dan kembali ke ruang utama. Dia duduk di kursi, menatap kalung itu dengan penuh perhatian. Pikiran tentang Raia dan ibunya terus berputar di kepalanya. Apa hubungan mereka dengan kalung ini? Apakah ini petunjuk tentang asal usul Raia yang sebenarnya?

Lunar merasa bahwa kalung ini adalah kunci untuk memahami lebih banyak tentang Raia dan mungkin juga tentang dirinya sendiri. Dia harus mencari tahu lebih banyak, dan untuk itu, dia perlu mencari informasi di luar desa kumuh ini.

Lunar memutuskan untuk mencari informasi dari tetangganya. Dengan hati yang berat dan kalung misterius di tangan, dia mulai mengetuk pintu-pintu tetangga, berharap menemukan petunjuk tentang asal-usul ibunya. Namun, dia memutuskan untuk merahasiakan soal kalung itu. Sebaliknya, dia hanya menanyakan tentang latar belakang ibunya.

"Ibuku... apakah kau tahu dari mana asalnya?" tanya Lunar dengan suara pelan.

Setiap tetangga yang dia temui menggelengkan kepala dan mengaku tidak tahu. "Ibumu selalu sangat tertutup tentang masa lalunya," kata salah satu tetangga dengan wajah prihatin. "Dia datang ke desa ini beberapa tahun yang lalu dan sejak itu menetap di sini. Tidak ada yang tahu dari mana dia berasal."

Lunar kembali ke rumah dengan perasaan kecewa. Harapannya untuk menemukan jawaban semakin menipis. Namun, tepat saat dia hendak masuk ke dalam rumah, Aric muncul di depan pintu.

"Raia," panggil Aric lembut, wajahnya menunjukkan belasungkawa yang mendalam. "Aku sangat menyesal atas kehilanganmu."

Lunar mengangguk pelan, mencoba menahan air mata yang kembali menggenang di matanya. "Terima kasih, Aric."

Aric mendekat dan meletakkan tangan di bahu Lunar. "Thornteeth adalah makhluk yang sangat berbahaya. Ia memangsa mangsanya dengan menyerap energi kehidupan mereka. Setelah menyerap energi dari korban, tubuh korban perlahan berubah menjadi abu. Aku sangat menyesal tidak bisa menghentikannya lebih cepat."

Lunar mengingat kembali saat-saat terakhir ibunya, dan rasa sakit di hatinya semakin dalam. "Aku harus tahu lebih banyak tentang Thornteeth dan bagaimana cara menghadapinya. Aku tidak bisa membiarkan hal ini terjadi lagi."

Aric menatap Lunar dengan serius. "Thornteeth bukanlah makhluk biasa. Dia bisa memanggil Ameles dan memanipulasi energi iblis. Mengalahkannya membutuhkan kekuatan yang besar dan pengetahuan tentang dunia iblis."

Lunar mengangguk, menyembunyikan niat sebenarnya untuk meninggalkan desa dan menjadi petualang. "Aku akan mencari tahu lebih banyak, Aric. Terima kasih atas semua bantuanmu."

Setelah pertemuan singkat itu, Aric berpamitan dan meninggalkan Lunar. Lunar kembali masuk ke dalam rumah dengan hati yang sedikit lebih ringan. Meskipun belum menemukan jawaban tentang kalung misterius itu, dia merasa ada harapan baru dengan dukungan Aric.

Dengan tekad yang semakin kuat, Lunar berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia akan mencari tahu kebenaran, tidak hanya tentang Thornteeth, tetapi juga tentang dirinya dan Raia. Namun, dia juga menyadari bahwa ini bukanlah waktu yang tepat untuk pergi. Usianya masih terlalu muda untuk melakukan perjalanan yang berbahaya. Tubuh kecilnya belum mampu menanggung beban latihan ilmu pedangnya yang intens.

"Aku harus lebih kuat," pikir Lunar. "Aku harus berlatih dan mempersiapkan diriku. Hanya dengan begitu aku bisa melindungi diri dan mencari jawaban yang kucari."

Malam itu, Lunar duduk di dekat jendela, menatap langit malam yang dipenuhi bintang. Dia memegang kalung dengan lambang petir dan pedang bersilangan itu erat-erat, merasakan berat dan dinginnya logam di tangannya.

"Aku akan menemukan jawabannya," bisiknya pada dirinya sendiri. "Dan aku akan memulai perjalanan ini saat aku siap."

RAIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang