Discovery I

122 59 0
                                    

Raia mencoba bangkit dari tempat tidur, meskipun rasa sakit menggerogoti tubuhnya. "Aku ingin keluar sebentar," katanya sambil menahan nyeri di setiap langkah.

Sebelum keluar dari ruangan, dia menoleh ke arah Lysandra. "Di mana pedangku?" tanyanya.

Lysandra menghela napas. "Pedangmu... tidak mampu menahan teknik yang kamu gunakan. Pedang itu hancur berkeping-keping."

Raia mengangguk pelan, menerima kenyataan pahit itu. "Aku akan mencari penggantinya nanti," katanya dengan tekad dalam suaranya. Dengan hati-hati, dia berjalan keluar, menahan sakit di setiap langkahnya. Lysandra melihatnya dengan wajah penuh kekhawatiran, tapi membiarkannya pergi.

Raia berjalan menuju penginapan tempatnya menyimpan semua peralatannya, yang terletak di pinggiran kota. Di sepanjang jalan, dia melihat prajurit-prajurit yang sibuk mengatur keadaan. Rakyat berteriak-teriak, mengatakan bahwa tempat ini tidak aman lagi. "Tempat ini dipenuhi dengan iblis! Kita harus pergi!" suara-suara itu terdengar di mana-mana.

Prajurit-prajurit berusaha menenangkan mereka, mencoba meyakinkan bahwa situasi akan segera terkendali. Raia melihat pemandangan itu dengan perasaan sedih. Dia menyayangkan bahwa hal ini terjadi, namun juga memahami ketakutan yang dirasakan oleh penduduk.

Raia terus berjalan, setiap langkahnya terasa berat. Jalanan dipenuhi dengan orang-orang yang gelisah. Beberapa penduduk sedang mengemas barang-barang mereka, bersiap untuk meninggalkan kota. Anak-anak berpegangan erat pada tangan orang tua mereka, mata mereka mencerminkan ketakutan dan kebingungan.

Dia melihat seorang ibu muda yang mencoba menenangkan anaknya yang menangis. "Jangan khawatir, kita akan aman. Kita hanya perlu keluar dari kota sebentar," kata ibu itu dengan suara gemetar.

Raia melanjutkan perjalanannya, mencoba mengabaikan rasa sakit yang semakin kuat. Di sudut jalan, dia melihat beberapa prajurit sedang membagikan makanan dan air kepada penduduk yang kebingungan. Prajurit-prajurit itu terlihat lelah, tapi tetap berusaha memberikan senyuman dan kata-kata penyemangat.

"Jangan khawatir, kita akan melindungi kalian. Kota ini akan segera aman kembali," kata salah satu prajurit dengan tegas.

Raia akhirnya tiba di penginapan kecil tempatnya menginap. Bangunan itu sederhana, dengan dinding kayu yang terlihat sedikit usang, namun masih berdiri kokoh. Dia memasuki penginapan dan langsung menuju kamarnya.

Di dalam kamar, Raia melihat peralatan dan barang-barangnya yang tersimpan rapi. Pisau-pisau kecil, dan beberapa ramuan penyembuh masih utuh. Raia duduk di tepi tempat tidur dan merenung. Pertempuran kemarin adalah pengingat bahwa dunia ini penuh dengan bahaya yang tak terduga. Dia tahu bahwa dia harus menjadi lebih kuat untuk melindungi dirinya sendiri dan orang-orang yang dia sayangi.

Setelah beristirahat sejenak, Raia memutuskan untuk keluar dan melihat situasi kota. Dia berjalan dengan langkah pelan, berusaha menahan rasa sakit yang masih terasa di sekujur tubuhnya. Di luar, suasana kota masih kacau. Prajurit-prajurit terus berusaha menenangkan penduduk yang panik.

Raia melihat sekelompok prajurit sedang berdiskusi dengan seorang pejabat kota. Mereka berbicara tentang langkah-langkah yang perlu diambil untuk memastikan keamanan kota. Raia mendekat untuk mendengarkan.

"Saat ini, prioritas utama kita adalah menenangkan penduduk dan memastikan bahwa mereka merasa aman," kata pejabat kota dengan suara tegas. "Kita perlu memperkuat pertahanan dan memastikan bahwa tidak ada lagi serangan iblis."

Salah satu prajurit mengangguk. "Kami juga perlu menyelidiki lebih lanjut tentang sumber serangan ini. Ada kemungkinan bahwa ada lebih banyak iblis yang bersembunyi di sekitar kota."

Raia mendengar dengan seksama. Dia tahu bahwa situasi ini tidak bisa dianggap enteng. Serangan iblis kemarin adalah tanda bahwa bahaya selalu mengintai, dan mereka harus siap menghadapi apapun yang datang.

RAIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang