Path of Mana VI

50 5 1
                                    

Keesokan harinya, Raia berdiri di ujung bukit kecil, menghadap lembah luas di bawahnya. Di sampingnya, Darvius berdiri dengan tenang, menatap pemandangan tersebut sebelum mengalihkan pandangan ke Raia, seolah-olah menimbang bagaimana sebaiknya menyampaikan pelajaran hari ini.

“Raia,” ujar Darvius dengan nada tegas, “kau pasti melihat bagaimana Elias menghadapi Steeliot kemarin.”

Raia mengangguk, teringat bagaimana Elias, yang tampaknya tak sekuat dirinya, berhasil bertarung dengan begitu gesit dan tangguh.

“Meski Elias belum menguasai aura seperti dirimu,” jelas Darvius, “dia telah menempa mana-nya hingga mencapai ambang tingkat keenam. Itulah mengapa ia mampu mengimbangi lawannya meski tanpa kekuatan fisik sebesar yang kau miliki.”

Raia menatap Darvius dengan rasa ingin tahu. "Jadi, itu alasan kekuatannya tampak berbeda?"

"Benar," lanjut Darvius. “Mana adalah kekuatan yang diambil dari luar tubuh, yang membutuhkan kendali dan pemahaman mendalam terhadap energi di sekitar kita. Berbeda dengan aura, yang merupakan kekuatan yang berasal dari dalam diri kita sendiri, ditarik langsung dari jiwa dan tubuh.”

Darvius menatap Raia dengan sorot mata tajam. "Baiklah," ujarnya, suaranya rendah namun penuh keyakinan. "Fokuskan dirimu saat ini dan rasakan perubahan di sekitarmu. Biarkan dirimu menyatu dengan alam dan perlahan... rasakan mana yang melewati tubuhmu."

Raia mengangguk, menutup matanya dengan perlahan. Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba mengosongkan pikirannya dari segala gangguan. Sesaat, dia hanya mendengar suara angin dan dedaunan yang berdesir, hingga akhirnya… dia mulai merasakan sesuatu yang asing. Ada sensasi lembut, hampir seperti aliran energi, yang seolah-olah menyentuh dan bergerak di sekelilingnya.

“Biarkan aliran itu menyatu denganmu, jangan dilawan. Hanya rasakan… biarkan mana itu lewat dan coba pahami bentuknya,” lanjut Darvius.

Raia tetap fokus, mencoba merasakan mana yang mulai mengalir dan melewati dirinya, sesuatu yang masih baru dan asing. Perlahan, ia mulai bisa merasakan keberadaan energi itu, bukan hanya di luar tubuhnya, tapi juga sentuhan halus yang mengisi dirinya, seolah sedang menyatu dengan alam sekitar.

Raia terus merasakan mana yang bergerak di sekitarnya, menyatu dengan aliran energi itu dengan tenang dan fokus. Darvius mengamati proses tersebut, memperhatikan bagaimana tubuh Raia yang diberkati dengan kemampuan langka ini begitu mudah menerima keberadaan mana. Kekaguman tak bisa ia sembunyikan. Tubuh yang diberkati dengan kekuatan mana sangat jarang ada, dan Raia adalah salah satunya—seorang anak terberkati.

Dalam hatinya, Darvius berpikir, Andai aku bisa mengumpulkan anak-anak terberkati seperti Raia, mungkin saat ini aku telah mencapai tujuanku. Namun, kenyataan pahit muncul di benaknya. Dunia saat ini tidak memperlakukan mereka sebagai anugerah. Manusia di era ini cenderung menganggap anak-anak terberkati sebagai pembawa kutukan, sesuatu yang harus dijauhi atau bahkan dimusnahkan.

Waktu terus berlalu hingga akhirnya malam menyelimuti lembah dengan keheningan dan kilau cahaya bintang yang lembut. Raia masih berdiri di tempatnya, seharian ini mengikuti arahan dari Darvius untuk merasakan aliran mana yang mengalir melalui tubuhnya. Keheningan malam hanya menambah kedalaman dalam pelatihannya, seolah alam ikut membantu Raia untuk semakin fokus.

Raia menarik napas perlahan, merasakan setiap partikel mana yang mengalir lembut dan hampir seperti menyatu dengan tubuhnya. Ia mulai memahami bagaimana aliran energi itu bergerak, menyelinap, dan berputar, memberi kekuatan yang tidak pernah ia sadari sebelumnya. Meskipun ini adalah pengalaman yang baru dan menantang, Raia merasa ada kekuatan yang tumbuh dalam dirinya, seiring dengan pemahaman akan aliran mana di sekitarnya.

Darvius berdiri di dekatnya, mengamati Raia dengan perhatian penuh. Ia tahu bahwa malam ini adalah awal yang penting bagi Raia. Dengan kekuatan yang ia rasakan, Raia telah membuat kemajuan pesat—sesuatu yang hanya mungkin terjadi pada mereka yang benar-benar diberkati. Namun, Darvius tetap menjaga keheningannya, membiarkan Raia terus berlatih dan merasakan energi dunia tanpa interupsi.

Setelah beberapa saat hening, Darvius akhirnya berbicara dengan nada yang tenang namun tegas. “Sekarang, Raia,” katanya lembut, namun penuh arahan, “coba arahkan mana itu ke tengah dadamu. Rasakan setiap alirannya, dan kumpulkan di satu titik… padatkan sepadat mungkin hingga membentuk sebuah bola di dalam dirimu. Lakukan ini dengan fokus dan pastikan mana yang ada di dalam dirimu tetap terkendali, tanpa ada yang terbuang keluar.”

Raia yang masih menutup matanya mendengar instruksi tersebut, menarik napas dalam-dalam. Perlahan, ia mulai mengarahkan aliran mana yang telah ia rasakan sepanjang hari ke dalam satu titik di dadanya. Setiap serpihan kecil energi dikumpulkan, dipadatkan, seperti mencoba menggumpalkan embun pagi yang halus menjadi satu tetes air. Ini bukan tugas yang mudah, dan butuh konsentrasi tinggi, namun Raia terus melakukannya dengan penuh kesabaran dan fokus.

Darvius memperhatikan setiap perubahan pada Raia. Dia tahu bahwa mengendalikan mana hingga padat seperti ini adalah ujian besar, terutama untuk anak yang baru memahami aliran energi ini. Namun, dia bisa melihat bagaimana Raia mulai menemukan ritmenya, kekuatan dalam dirinya berpusar dan membentuk inti yang stabil.

Akhirnya, dalam keheningan malam yang diterangi oleh bintang-bintang, cahaya lembut mulai menyelimuti Raia. Tubuhnya memancarkan sinar keemasan yang berpendar perlahan, menandakan inti mana yang kini telah terbentuk di dalam dirinya. Raia telah mencapai kendali penuh atas mana tingkat pertama, dan kekuatan baru itu terasa memenuhi dirinya dari dalam.

Seiring dengan energi yang semakin stabil, rambut Raia berkilau dalam cahaya terang, sesaat berubah menjadi putih sebersih salju, sebelum kembali ke warna hitamnya. Fenomena itu berlangsung hanya beberapa detik, namun dampaknya begitu terasa, seolah-olah kekuatan mana di dalam dirinya telah mengukir jejak tak kasatmata yang baru.

Darvius tersenyum tipis melihat pencapaian Raia, merasa bangga sekaligus kagum. Ini adalah tahap awal, tetapi adalah langkah besar yang berhasil Raia capai dalam waktu singkat.

RAIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang