Bab 33

119 15 1
                                    

"Aku akan meninggalkan Balduin padamu. Jangan biarkan dia berkeliaran. " Hamziee memunggut kembali barang-barang yang berhasil dia ambil dari rumah Henry.

Salahuddin mengikutinya. "Jika mereka menyusahkanmu jangan ragu mengirim surat ke Damaskus."

Sudah lama sekali keluarga Henry membantunya merawat wilayah ini. Saat dia kesulitan, salahuddin tidak akan tinggal dan diam.

Hamziee sudah menyiapkan banyak pembekalan. Dia membawa kereta besi yang dibuatnya secara pribadi. Dengan benda ini, tidak ada siapapun dapat mengejarnya.

Terlalu rumit situasi di negeri ayahnya. Setelah keduanya pergi dari sana, konon kehidupan mereka semakin memburuk. Tidak hanya paceklik panjang, wabah datang dengan silih berganti.

Dia melakukan perjalanan seorang diri. Membelah gurun dan lewati hutan dalam waktu lebih cepat. Perjalanan ini akan memerlukan setidaknya hampir seminggu penuh di jalan, dia akan mengumpulkan pembekalan dan melakukan hal-hal yang mungkin bisa meminimalisir adanya kerusakan lebih parah di negeri ayahnya.
.
.
.
.
.
.

Setelah satu hari perjalanan yang alot,  Baldwin akhirnya menginjakkan kaki di tanah Damaskus. Dia baru saja turun dari kudanya ketika suara susu terdengar memanggil namanya.

"Ayahhhhhhh!!!!! " teriak Balduin berlarian bersama teman seusia.

Dia melemparkan tubuh kecilnya kepelukan Balduin. "Ayah kamu datang untuk menjemputku? " tanyanya antusias.

Baldwin memeluk sayang putranya. Dia menopang bokong kecil Balduin di atas paha. "Un, ayah datang untuk putra dan istrinya. Balduin, aku sangat merindukanmu juga ibumu. "

Ketika Baldwin menyebutkannya, wajah yang lebih kecil sedikit masam. "Ada apa? " tanya Baldwin penasaran.

"Ibu meninggalkan ku di sini bersama kakek Salahuddin. Dia pergi mengejar paman dan kakek Henry. "

"Mengejar? Kemana? Apa yang terjadi? "

"Raja Baldwin. " seru Salahuddin keluar dari kerumunan.

Pria tua itu tersenyum bersahabat kepada Baldwin dan rombongan.

"Kemana Hamziee dan ayah mertua pergi? " mengabaikan sapaan Salahuddin, Baldwin menuntut penjelasan darinya.

Dia menghela nafas dengan berat. "Dia kembali ke tempat yang seharusnya. " jawab Salahuddin masih tidak memuaskan keinginan Baldwin.

"Kemana? "

"Di hutan hujan. "

"Kenapa? Apa yang dia lakukan dengan perut hamilnya? "

Salahuddin dan semua orang tercengang. "Hamil? Lagi? "

"Ya, dia sedang mengandung keturunanku, beraninya dia berlarian dengan bola di perut! " suara Baldwin meninggi.

Salahuddin semakin tertekan. Dia tidak tahu akan hal itu. Jika dia mengetahuinya, dia pasti tidak akan membiarkannya berlari sendirian.

"Negeri miliknya sedang tidak baik-baik saja. Ayah mertuamu pergi untuk menyelamatkan rakyatnya dan istrimu tidak berbeda. "

Baldwin memicingkan mata. Dia sedikit tersesat oleh informasi Salahuddin. "Negerinya? Rakyatnya? Sultan, bisakah kau menjelaskannya padaku? "

Sudah di duga oleh Salahuddin, Hamziee pasti tidak membicarakan jatidiri yang sebenarnya. Dia menghela nafas panjang. Sebenarnya untuk masalah kejujuran, keterus terangan, Baldwin dan Hamziee adalah yang paling berhak. Dia tidak bisa membicarakannya, tapi melihat situasi saat ini, jelas seorang penengah di perlukan.

"Hutan hujan adalah tempat dimana Hamziee berasal. Dia datang karena alasan tertentu." Salahuddin menghela nafas panjang. "Alasan yang aku yakin kau pernah mendengarnya. "

Flower of my destiny from the 20th eraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang