5. HATI YANG SESAK

295 12 0
                                    

Suasana ballroom hotel keluarga Kartamarga malam ini sudah ramai tamu yang sudah datang.

Keluarga Kartamarga mengadakan pesta untuk ulang tahun hari pernikahan yang ke ke 35.

Saat ini Gunawan dan Sena yang tak lain adalah kedua orang tua dari Arga tengah menyambut tamu yang berdatangan.

"Gimana Ed udah keren gak penampilan gue?" Macloh memperbaiki lengan kemejanya.

Edfen mengangguk seraya tersenyum, "keren."

"Disini lo nggak bisa berulah," Arjuna mempringati Macloh.

"Why?" Macloh bertanya dengan gaya slay.

Arjuna menunjuk dengan dagu seseorang yang berbicara dengan kedua orang tua Arga.

"What?, Momay gue datang?" Macloh dengan menepuk kedua pipinya.

Delan tertawa. "Pake nanya lagi, emang momay lo bisa gunain jurus kage bunshin no jutsu?"

Semuanya tertawa kecuali Macloh yang menggulung mulutnya.

"Orang tua kalian di undang sama mami, jadi ya pasti datang." Arga berucap.

Macloh mengangguk. Sedangkan Edfen sedikit menunduk untuk menyembunyikan wajahnya.

Macloh yang merasakan kesedihan Edfen, mencoba untuk mengalihkan percakapan. "Sam."

"Apa?" Dengan suara yang sengaja ngegas karna dia tau mulut Macloh akan menindas mulutnya.

Macloh tersenyum.
"Ada orang, korupsi dua ratus tujuh puluh satu triliun, coba lo bayangin, duit segitu lo mau beli apaan?"

Samudra tertarik untuk pertanyaan Macloh, dia bisa menjawabnya dengan lelucon yang beredar.

"Gue pengen beli akun epep."

"Jangan beli akun ff, beli yang lain aja, duit lo kan banyak, lo mau apa?" Balas Macloh.

"Emang kalau gue minta dia balik lagi bisa?" Drama Samudra memegang dadanya seraya bertanya.

Macloh menggaruk pelipisnya. "Yaudah beli akun epep dua, beliin gue."

Semua tertawa melihat kebingungan Macloh menjawab pertanyaan Samudra yang dramatis.

"Arga lihat siapa yang datang." Sena sedikit berteriak membuat Arga berbalik.

Sena berjalan dengan Seilyn menuju ke enam remaja itu.

Katup bibir Arga terbuka menatap Seilyn menggunakan gaun yang berwarna silver.

"Lebih dari kata Cantik." kata itu lepas dari mulut Arga. Well.

"Perkenalkan ini Calon menantu tante." Sena menatap anggota inti Voynence seraya menekan kata 'Menantu.'

Seilyn sedikit menunduk malu ketika Tante Sena memperkenalkan dirinya di depan anggota inti Voynence sebagai Calon menantu.

"Ya elah Tante kita-kita sudah tahu kalau Seilyn adalah calon menantu Tante Sena." Ucap macloh.

"Ya siapa tau kalian melupakannya lagi," Balas tante Sena kemudian menoleh ke Seilyn. "Seilyn kalau kamu udah jadi menantu tante, kamu akan mendapatkan Mertua yang sebagian orang tidak punya."

Tante sena berkata seolah menyindir Edfen kalau pria remaja itu tidak mempunyai kedua orang tua selain Kakeknya.

Karna Tante Sena mengetahui pernikahan keduanya melalui suaminya yang datang menyaksikan pernikahan Seilyn dan juga Edfen.

Kelima inti Voynence tersenyum mendengar ucapan Tante Sena tak terkecuali Edfen yang juga ikut tersenyum ya walaupun remaja itu tahu kalau dia yang di sindir oleh Tante Sena.

"Oh ya Tante, kami belum mengucapkan selamat atas ulang tahun pernikahan tante dan Om gunawan." Ucap Delan yang pertama maju untuk manyalami Tante Sena.

Dan diikuti oleh keempat sahabatnya dari belakang.

Namun pada saat Edfen yang berada pada bagian terakhir untuk bersalaman, Tante Sena seolah mengabaikan uluran tangan Edfen dan memilih fokus menatap Seilyn.

"Benar kata Arga kamu cantik sekali malam ini." Tante Sena sudah kembali menatap Seilyn.

Seilyn masih menatap Edfen yang mengulurkan tangannya.

Edfen yang menyadari bahwa Tante Sena tidak ingin membalas uluran tangannya mundur perlahan tanpa dilihat oleh siapapun selain Seilyn.

Edfen tersenyum sendiri tanpa menatap siapapun.

Seilyn beralih menatap Tante Sena setelah melihat senyum Edfen.

"A-a Makasih Tante." Seilyn berucap kemudian melirik sekilas Edfen.

"Kalau begitu Tante pamit kedepan untuk memulai acaranya." Pamit tante Sena ketika mendapatkan kode dari suaminya yaitu Gunawan.

"Kamu datang sama siapa sayang?" Tanya Arga.

"Mevisha, tapi dia ijin ke toilet tadi." Jawab Seilyn melebarkan pandangannya ke berbagai arah. "Nah itu Mevisha."

"Yes, gue punya pasangan dansa" kata Macloh sedangkan Arjuna Memutar bola matanya.

"Yee mana mau Mevisha berpasangan sama Lo, yang Mevisha mau tau modelan kayak gue." Samudra marapikan kerah bajunya.

Macloh tertawa memegang perutnya, "yang benar saja Sam modelan kayak lo, yang udah jadi buyutnya buaya darat."

Delan, Edfen, dan Arjuna ikut kembali tertawa sedangkan Samudra mendengus.

Tak berselang lama acara dimulai dengan sambutan kepada para tamu oleh Gunawan Kartamarga setelah itu pemotongan kue kemudian terakhir berdansa dengan sesama pasangan.

"Mevisha mau berdansa dengan saya?" Tawar Macloh mengulurkan tangannya.

Mevisha tersenyum kemudian menerima uluran tangan dari Macloh.

Arga sudah berhadapan dengan Seilyn dengan keduanya tersenyum menatap satu sama lain.

"Agh gue kalah cepat" Samudra berdecak melihat Macloh yang sudah berdansa dengan Mevisha mengikuti alunan masik.

Edfen dan Delan terkekeh sedangkan Arjuna sudah berjalan mencari teman dansanya.

"It's okay, siapa yang nolak pesona Samudra." Samudra membanggakan dirinya.

"Banyak tante-tante wangi uang yang nggak punya pasangan Sam." Delan mengedarkan pandangannya.

Samudra tersenyum. Setelah itu berjalan menuju ke salah satu perempuan yang sudah berumur namun perawakannya tetap cantik dan anggun.

Delan terkekeh. "Ed, nggak mau ikut?"

Edfen tersenyum menatap Samudra berdansa kemudian menggeleng.

"Press conference beberapa jam lagi, lo bakal pamit sekarang?" Delan mengingatkan kepada Edfen.

Edfen tersenyum kecil. "Jangan membicarakan hal itu disini."

Delan menghembuskan nafas. "Maaf, disini hanya ada kita jadi tenang saja."

Edfen mengangguk dan beralih menatap Seilyn dan Arga yang berdansa mesra.

Hatinya sedikit terluka ketika melihat itu namun dia tidak mengelak jika Seilyn dan Arga saling mencintai dan statusnya disini sabagai suami yang dijodohkan oleh kakek Marcel.

"Bung, Bagaimana kalau kita cabut sekarang?" Delan sedikit menyenggol lengan. "Ini waktu yang tepat agar ke empat curut itu nggak curiga."

Edfen sadar atas lamunannya mendengar perkataan Delan. Edfen melihat jam tangan yang melingkar pada pergelangan tangan kirinya kemudian menoleh ke Delan dengan mengangguk meng-iyakan perkataan Delan.

Delan tersenyum. Kemudian lebih awal melangkah keluar.

EDFEN NYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang