Bianca berusaha membuka mata saat alarm yang ia atur di jam sudah berbunyi, Bianca mengusap matanya dengan tujuan agar mata itu mudah terbuka.Bianca bangkit dari tidurnya dan berusaha duduk meski kantuk masih menyerang nya. Bianca memperhatikan jam yang sudah menunjukkan pukul tujuh pagi, masih terlalu pagi sebenarnya.
Tetapi kalau dipikir-pikir lagi, ia harus bersiap-siap, mengingat jika hari ini pria itu akan menjemputnya.
Entah menjemputnya hanya untuk pemeriksaan lalu kembali ke rumah sang mama atau benar-benar membawa Bianca kembali, entahlah Bianca sendiri bingung.
Lima menit berlalu, barulah Bianca berdiri dan mulai pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Dua puluh lima menit berlalu Bianca telah selesai dengan pakaian nya. Bianca berjalan ke arah meja rias, berniat untuk memakai skincare dan make up tipis.
Bianca mengemas barang-barang yang ia bawa dari rumah tadi, yaitu skincare dan beberapa make up nya setelah merasa selesai dengan penampilannya.
Bianca melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul delapan pagi, satu jam lagi Darren akan menjemput.
Sebuah senyuman terbit di bibir Bianca, sambil turun ke bawah. Bianca duduk di meja makan berniat untuk sarapan.
"Kok lama banget turun nya?." Tanya Rena dengan nada yang masih sedikit tersendak, mengingat jika wanita itu mengalami cidera pada leher nya.
"Tadi sekalian bersih-bersih, jadi pas Darren datang nanti tinggal pergi aja." Jawab Bianca, Rena tersenyum tipis dan kemudian mengangguk.
"Bi." Panggilan dari Rena membuat Bianca yang sedang mengolesi selai pada rotinya itu menoleh, Bianca menaikkan sebelah alisnya, pertanda bertanya mengapa sang mama memanggilnya.
"Jangan benci papa ya, jangan dendam sama papa." Ucap Rena lirih, Bianca langsung mengerutkan keningnya tak mengerti, kenapa mama nya tiba-tiba berbicara seperti ini?.
Lagi pula wajar jika ia benci dan kesal pada pria itu, mengingat apa yang di lakukan nya kemarin dan hari-hari yang lalu.
"Ma, papa itu kasar banget ma, jahat banget, wajar kalau aku benci papa." Ucap Bianca dengan nada yang sedikit meninggi.
Bukan berniat kurang ajar, hanya saja Bianca kesal, sang mama selalu saja membela sang papa, meski sejahat apapun papa nya ini.
"Jangan, papa punya alasan nge lakuin itu semua, tolong, kamu harus mengerti."
Ucapan sang mama dianggap angin lalu oleh Bianca, ia tak tahu harus berkata apa dan bagaimana merespon ucapan sang mama.
Bianca masih tak mengerti jalan pikiran mamanya, mengapa wanita yang melahirkan nya ini selalu bertindak bodoh dan menutup mata pada sang papa.
Bianca yakin, jika waktu itu bukan dirinya yang maju untuk melaporkan pria itu, pasti sang mama tak akan pernah melakukan nya, dan pasti mereka bertambah sengsara karena nya.
"Have a nice day ma, semoga cepet sembuh, aku mau pergi usg dulu sama Darren." Pamit Bianca dan kemudian memberikan sebuah ciuman di pipi sang mama.
"Hati-hati, jangan lupa kabarin gimana keadaan cucu mama nanti." Ucap Rena, Bianca mengangguk semangat dan keluar dari rumah sang mama.
Bianca berjalan ke arah mobil Darren yang berada di luar pagar. Bianca perlahan membuka handle pintu mobil pria itu.
"Morning." Sapa Bianca saat telah memasuki mobil.
"Hmm." Hanya itu jawaban dari pria itu, cukup membuat emosi tetapi Bianca berusaha sabar.
Bianca mengerutkan keningnya saat menyadari jika pakaian pria ini tak seperti biasanya, terlalu santai untuk ukuran seorang Darren.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE TROUBLE
Romanceketika kamu harus mengandung anak dari seorang pria kasar yang ternyata lebih gilanya lagi dirinya malah jatuh cinta pada pria itu.