7. Drunk

157 26 9
                                    

Hari ini Sagara yang mendominasi persiapan produksi film. Dia tentu sudah memiliki beberapa koneksi dengan orang-orang ahli setelah malang melintang di dunia rekam visual sejak lulus sekolah menengah kejuruan.
Beberapa awak film juga dia dapatkan dari kenalannya dengan Faruk, sebagai orang yang mendukung penuh ambisi-ambisi sahabat terpaut belasan tahunnya ini jika soal pembuatan film.

"Jadi nanti setting latarnya di tempat ini, rumah kecil itu, sama yang paling penting laut, 'kan?" Mereka sedang melaksanakan survei tempat, perolehan izin, dan lain-lain untuk persiapan shooting esok hari.

"Iya, Bang. Terus soal detail-detail properti masih disortir sama Ruby, maksimal hari ini kita fiks." Sagara menjelaskan dengan gaya khasnya, tangannya bergerak menjelaskan bermacam-macam hal.

"Janika kemana?" tanya Faruk, ia ingin memastikan bahwa Janika mempelajari skrip dengan baik.

"Nanti itu biar gue atur aja, Bang."

***

Sudah hampir petang, Sagara melangkahkan kaki jenjangnya ke sebuah kedai kecil di tengah-tengah kota. Ia ingin mengetahui apakah ibunya sudah siap dijemput dan mau pulang bersama dengannya atau harus masih memanggang beberapa roti. Akhir-akhir ini Ibu bilang ingin buka lebih lama, banyak yang berdatangan di jam-jam terakhir sehingga wanita itu memberanikan diri memperpanjang tempat kerja.

Keadaan kedai cukup ramai, banyak yang mengantri untuk memesan kue baik yang untuk dimakan di tempat atau dibawa pulang. Sagara mengambil inisiatif untuk mengantarkan beberapa pesanan karena pegawai mereka sepertinya juga kuwalahan.

"Satu vanila cupcake, satu coklat dessert, dan dua lemon tea?" Sagara sudah memakai apron dan juga nota, memastikan setiap pesanan benar lalu mengopernya pada pihak dapur.

Beberapa saat kemudian dia juga mengantarkan beberapa pesanan dengan nampan, membungkus kue-kue ke dalam kemasan take away. Hari ini cukup sibuk, Sagara bisa menangkap keceriaan yang tampil di raut sang Ibu di meja kasir. Hal itu membuat sang anak tersenyum hangat.

Setelah semua pelanggan dilayani Bu Erna baru sempat menyadari bahwa anaknya sedang mengantarkan pesanan. Wanita itu datang dengan sebuah serbet merah bersih, memukul tangan Sagara dan menarik tangan anaknya untuk masuk ke dapur.

"Kenapa bantu?" tanya Erna, saking marahnya dia memaksa Sagara duduk di kursi dapur dengan kasar.

Sagara tersenyum tipis, "iya maaf." Sebenarnya mengantarkan nampan roti juga tidak bisa membunuh pria dewasa, tapi Sagara malas berdebat.

"Janika buat tempat ini ramai, loh, Saga. Coba besok cetak yang lebih besar fotonya Janika, kita pasang di mana pun. Mantu Ibu memang cantik dan terkenal!" Bu Erna sangat bersemangat, ada banyak poster Janika di kedai ini bahkan ada spot foto dengan standee ala korea di depan pintu banyak yang menggunakannya tempat berswafoto.

"Iya, deh."

"Ini kamu nanti pacaran, nggak? Ini, 'kan malam Minggu."

"Belum ada rencana, sih, Bu."

"Ah kamu ini, masa Janika yang harus rencanain semuanya? Sesekali kamu sebagai cowok itu harus punya inisiatif, seperti Bapak dulu." Sagara tersenyum senang, Ibunya ini memang cerewet akan tetapi cerewet hari ini karena dia sedang senang.

Sebuah kotak berisi donat-donat cantik diberikan ke Sagara, sepertinya Sagara tidak pernah melihat menu ini di etalase. Terlalu cantik untuk dijual, sepertinya kue ini hanya dibuat kusus untuk sang menantu. Kemudian ada juga pie yang baru saja matang diletakkan di atas dus sebelumnya.

"Kasihkan ke Janika, ya?"

Sagara mengangguk, dia juga ingin tahu bagaimana reaksi Janika saat dia datang ke rumahnya membawa kue-kue spesial yang dibuat calon mertua khusus untuk Janika seorang.

Re-sign [Terselesaikan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang